tag:blogger.com,1999:blog-66599542189944759572024-02-15T17:20:57.973+07:00-boot_d-Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.comBlogger244125tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-6848716843588941102013-01-20T21:57:00.000+07:002013-01-20T22:01:30.780+07:00-postingan awal 2013!!!-<div align="right" class="MsoNormal" style="margin-left: 31.5pt; text-align: right;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">*Note:</span></i></b><i><br />
Jika kalian berhasil membaca tulisan gue ini, itu adalah tanda bahwa: <br />
<b>GUE BERHASIL SELAMAT DARI KIAMAT 2012!!</b><br />
<br />
</i><b><i><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">oke, artinya apa?</span></i></b><i><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br />
<b>1.)</b> Gue berhasil selamat.<br />
<b>2.)</b> Gue masih hidup.<br />
<b>3.) </b>Dunia gak jadi kiamat<br />
(oke, 3 hal di atas sama aja!)<br />
<b>4.)</b> Gue menarik semua pengakuan kesalahan yang gue katakan sebelum tgl 21 Desember 2012
kemaren! Itu murni karena desakan, paksaan, tekanan, dan tidak dapat dijadikan
sebagai pengakuan ataupun barang bukti!<br />
<b>5.)</b> Gue berhasil selamat. *minta
digampar*</span><o:p></o:p></i></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***<br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ehem, uhuk-uhuk!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Di awal tulisan gue ini,
pertama-tama gue mau ngucapin selamat memasuki tahun 2013! Semoga di tahun ini
kita menjadi semakin lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dan banyak dari
harapan rencana dan impian kita yang mampu terwujud. Dan semoga Syahrini di Tahun 2013 ini semakin
kreatif lagi membuat istilah-stilah kreatif lainnya, selain kata-kata “Dahsyat
Cetar Membahana Halilintar Badai Topan Tornado Tsunami Hip-hip Hula-hula Ciyus
Enelan” (oke, kalimat di atas gua panjang-panjangin sendiri). Dan semoga gue semakin gampang jodoh, amin!
*agak curcol*</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah gue pikir, sampai tahun
2013 ini, ternyata banyak banget hal yang udah gue lewatin, alami, dan pelajari
dalam kehidupan. Gue banyak belajar pelajaran kehidupan, seperti persahabatan,
arti hidup, rasa sakit cinta, keikhlasan, asmara, sulitnya tantangan hidup,
pencarian belahan hidup, keihlasan, unrequited love, dan macem-macem. (bagi
yang merasa hal ini lebih banyak tentang masalah cinta, itu tidak benar!)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Serius! Gue banyak mengalami
pencerahan hidup hingga ke belakang ini, yang membuat gue makin amat sangat
berkembang dan banyak upgrade, dari yang awalnya à
<b>Boot ver. 5.69 beta</b>, menjadi <b>Boot ver. 5.7 (trial ver with unfixed bug)</b>
(cetek banget ya?). Gue jadi belajar bahwa, dalam hidup kita memiliki tujuan
dan harapan hidup, dan kita harus memperjuangkannya apapun yang terjadi. Gue
juga belajar bahwa terkadang hidup membawa kita tersesat ke lingkungan baru di
luar tujuan kita, ketika kita kehilangan arah, untuk menyadarkan bahwa banyak
hal lain yang juga berharga di luar sana. Kadang hidup juga mengajarkan kita
untuk pandai mengganti-ganti ‘topeng’ di bermacam tempat dan kondisi, dan
sering kehidupan juga mengajarkan untuk melepas ‘topeng’ pada orang-orang yang
tepat. Hidup mengajarkan kita untuk mengejar apa yang kita inginkan, tapi hidup
juga mengajari untuk ikhlas melepas. Kadang hidup mengajarkan untuk bersikap
ramah lembut, tapi hidup juga mengajarkan untuk bersikap keras. Kadang hidup
mengajarkan bahwa makan sushi yang bijak adalah menggunakan sumpit, tapi hidup
juga mengajarkan bahwa jika-berkali-kali-sushi-terjatuh-dan-tidak-ada-siapapun-melihat-dan-kamu-merasa-kelamaan-makan-keburu-lapar
kamu boleh mengambilnya dengan tangan.<br />
Sepahit dan seburuk apapun,
hidup mengajari kita untuk… hidup. Hidup yang terbaik tentunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau resolusi, gue sekarang
ingin hidup lebih jujur lagi, mengurangi ego gue dalam bertindak apapun, rela
belajar apapun, rela mencoba apapun, rela mematuhi segala nasehat baik yang
sudah seringkali kudengar, dan mengurangi melakukan kesalahan hal yang sama
berulang-ulang. Amin!<br />
(bagi yang harapanannya mirip gue, yuk sama-sama. Amin.. J semoga terkabul.
Maksud gue, kita rela mengabulkannya sendiri. Amin.. )<br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lagi-lagi lama gak nulis, gimana
kabar gue?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gue, baik. Ya, gue masih hidup.
Yuph, sorry membuat kalian kecewa.<br />
Gue masih sibuk corat-coret desain, gue makin pengen fokus desain di bidang
desain karakter. Terakhir kemaren ini gue ikut lomba maskot di salah satu event
si Surabaya. Gue masih autis, tapi sekarang udah lebih terkendali. Udah mulai
mengurangi buang air besar di atas pasir dan makan tahu mentah di kulkas
malam-malam (kalo yang terakhir, gue serius). Btw, gue sekarang kemana-mana
lebih rapih lho.. Kalo dulu sukanya maen kemana-mana pake celana jeans pendek, sekarang
kemana-mana pake celana panjang. Kalo dulu sukanya pake kaos, sekarang sering
pake hem. Bahkan tidur juga pake hem. Gue juga sekarang lebih <i>safety oriented</i>. Mau keluar rumah, cek
tekanan ban dulu, jangan sampe kurang angin. Mau kemana, cek uang dompet dulu. Keluar
pake motor, cek surat STNK dulu. Lihat awan mendung dikit, berangkat pake jas
hujan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span class="fullpost">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Oh ya berita <s>sangat baik</s> buruknya,
gue udah setahun ini juga ikut kecanduan demam korea-korea-an. Hash.. Tapi gak
kayak cewek-cewek ababil yang nge-fans boyband-apapun-asalkan-itu-dari-korea,
gue fokus. Gue cuma ngefans sesuatu yang berkualitas. Gue lagi kecanduan 2 hal,
yaitu: <i>variety show</i> Running Man, ama <i>girlband</i> Girls Generation (SNSD).<br />
(bagi yang gak tahu apa itu Running Man, bisa <i>search</i> di google. Itu <i>variety
show</i> nomor 1 di Korea, yang <i>booming</i>
hingga internasional, lucu N seru abis! Bagi yang gak tahu apa itu SNSD, gue
ikut berduka cita, pasti hidup kalian tidak bahagia.)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau ada yang nanya ke gue, gue
tahu persis jawabannya:<br />
Kenapa suka Running Man? “karena gamenya seru abis! ”<br />
Kenapa suka SNSD? “mereka
cantik-cantik!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau mereka masih kurang puas, N
nanya lagi:<br />
Kenapa suka Running Man? “karena kejadiannya konyol-konyol, lucu parah!”<br />
Kenapa suka SNSD? “mereka cantik-cantik!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau masih aja ngeyel, N tetep
gak percaya:<br />
Kenapa suka Running Man??? “TIAP KARAKTERNYA UNIK, KHAS, DAN SALING
MELENGKAPI!! GAK BOLEH ADA YANG KELUAR ATAU DIGANTI!!! MEREKA TIM SOLID!!!”<br />
Kenapa suka SNSD??? “MEREKA CANTIK-CANTIK!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalo si Udik, dia sekarang kelas
1 SMP! Wah, gak nyangka ya, dia tahu-tahu udah gede.. perasaan baru kemaren dia
gue temuin keluar dari buah labu. (emang apaan?) karena gagal masuk SMP favorit
pilihannya (sekolah pilihan pertama), sekarang dia musti puas dengan SMP
pilihannya yang ketiga, jaraknya kurang lebih 15 menit dari rumah gue (hitung
sendiri jaraknya berapa km).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia tiap hari dianter jemput pake
motor. Kalau pagi gue anterin, kalau siang dijemput bokap. Seperti biasa,
jabatan anggota keluarga yang bisa nyetir: supir cadangan. Meskipun dia sering
mengeluh jarak sekolahnya yang jauh (SMP pilihan pertama hanya berjarak 3 menit
dari rumah gue) kalau dibandingkan gue dulu, si Udik jauh lebih beruntung. Dia
masih dianter jemput. Kalau gue dulu harus rela menanggalkan harga diri gue
dengan nebeng motor temen yang keluarganya lebih ‘mampu’. Uang saku gue dulu
ngepres, kalo gue pake buat naik angkot itu artinya sehari itu gue musti gak
jajan di sekolah dan musti sok sibuk di kelas ngerjain apapun tugas yang ada hari
itu di bangku gue. Kalau ada temen nanya kenapa kok cuma di dalam kelas aja N
gak jajan di luar, gue bisa jawab, “kenapa kalian masih terbelenggu keinginan
duniawi sepeti itu.. jajan adalah nafsu. Dan nafsu adalah sumber penderitaan.
Lepaskanlah.. dan kau akan damai.. terbebas.”<br />
Meskipun mungkin temen-temen gue gak tahu, gue lagi mingsek-mingsek menghibur
diri sendiri sambil gambar-gambar gak jelas di kertas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Yang
(agak-lumayan-sedikit-mungkin) keren, ternyata si Udik masuk kelas eksklusif di
sekolah itu lho!.. ya itu adalah semacam kelas unggulan, yang isinya adalah
kumpulan anak-anak paling cerdas seangkatan mereka. Kalau kalian pernah baca
komik detective Q, maka itu adalah kelas Q! (kalau di komik itu Q artinya
Qualified, maka mungkin Q di sini artinya: Q aja. Kelas setelah kelas M, N, O,
P) Setelah melalui semacam seleksi, ternyata adik gue masuk kelas itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gue awalnya sih, terkagum-kagum,
“wah, ternyata ada juga yang bisa dibanggakan dari emm.. makhluk-yang-harus-gue
panggil-adik ini.. gak nyangka..”. Tapi setelah inget gimana sifat aslinya si
Udik kalau di rumah, gue jadi penasaran, “itu aslinya sekolah apa sih? Beneran
sekolahan? Kok si Udik bisa masuk??!”. Ya, kadang gue agak skeptis ke adik gue.<br />
<br />
<b><i><span style="font-size: 9.0pt; line-height: 115%;">Note:</span></i></b><i><span style="font-size: 9.0pt; line-height: 115%;"> sekarang dia masih suka corat-coret imajinatif, masih suka baca
insiklopedia, discovery channel, On The Spot, masih suka banyak nonton kartun,
juga kecanduan main game, dan juga baca Meme Comic Indonesia. Nunggu nanti dia
jago bahasa inggris dikit, pasti dia bakalan kecanduan baca 9gag, dan tahu arti
semua dialog dalam kartun Family Guys, The Simpsons N Sourth Park. Atau mungkin
nonton Ted, berulang-ulang.<o:p></o:p></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Galuh, adik gue cewek dan yang
pertama, dia kuliah semester akhir sekarang. Lagi sibuk-sibuknya ngurus skripsi
sambil ngelesi. Lagi sulit diganggu kayaknya. Dicolek dikit, gigit.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kabar gembiranya, dia sekarang
bawa motor sendiri, jadi enak kalau ngelesi atau ada kegiatan lain dia bisa
fleksibel waktu dan tenaga, tapi masih tetep ngekost. yah, <i>at least</i>, dia gak perlu sengsara pas kuliah kayak gue dulu yang
harus bawa si vespa biru gue, Si Blues. Bagi yang baca blog gue dari dulu-dulu,
pasti tahu gimana halang rintang dan cobaan ketika gue tiap hari kuliah bawa
vespa ‘ajaib’ itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gak banyak yang bisa gue ceritain
tentang si Galuh. Masa lalunya masih diliputi dengan misteri. Oke, maksud gue
emang dia gak banyak berulah atau bermasalah, yang bisa gue angkat ke blog. Dia
cewek baik-baik dan beriman.. kuliahnya aja di IAIN jurusan Matematika
Tarbiyah!<br />
(oke, kenapa kalian memandang gue seperti itu?? Kakak dan adik kan boleh beda
ekstrim!)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nyokap. Kalau nyokap, masih
tetaplah wanita perkasa yang gokil, masih sanggup membawa keceriaan dan tawa di
sela-sela rumit dan beratnya rumah tangga. Beliau masih hobi bikin sarapan nasi
goreng dari nasi sisa semalem. Masih suka bikin masakan yang memancing pertanyaan-pertanyaan
dari gue semacam, “ini masakan kapan?” “makanan ini masih enak?” atau “ini,
sayur lodeh atau sop? Atau gabungan keduanya?” masih ortu yang seru pokoknya. Iya,
kami sekeluarga masih hidup setelah melalui semua percobaan makanan-makanan radioaktif
tersebut. Sel-sel kami telah menguat dan bermutasi setelah menghadapi berbagai cobaan
tersebut. Lidah gue aja kadang menyala ijo fosfor!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Oh ya, nyokap tuh hobi nonton
film. Beliau selalu terkagum dengan film buatan luar negeri. Katanya selalu menyentuh
perasaan dan totalitas. Yang gak disuka nyokap adalah genre film <i>gontok</i> (action, menurut bahasa nyokap
gue), robot, monster, dan superhero. Yang paling dia suka itu genre drama,
kehidupan, misteri, horror dan thriller. (kebalikan dari nyokap gue, Furi,
sahabat gue ini paling anti thriller N horror. Terakhir gue ngajak dia nonton
Cabin in The Wood, gue sempet mau bungkem mulutnya pake tas, karena teriakannya.
Ada adegan tusuk-tusukan dikit oleh zombie, dia udah teriak “OH MY GOD! OH MY
GOD!..” kalo Furi ketakutan karena filmnya, gue ketakutan karena Furi. Bawa
Furi nonton film thriller, ternyata lebih thrilling daripada film itu sendiri.)<br />
Salah satu kebiasaan buruk nyokap ketika nonton film adalah: ketiduran. Kebanyakan
film yang tayang di televisi main jam 9 malam. Dan tiap mencapai jam 10 ke atas, mata nyokap gue udah berat, karena
sibuk segala urusan rumah tangga. Tinggal nunggu iklan 2 menit, alam bawa sadar
nyokap gue udah melayang jauh lebih dalam jauh lebih lelap. Kalau udah gitu,
bagaimanapun gue bangunin, <i>it doesn’t
work</i>. “Mamak, bangun! Filmnya udah main lagi tuh..” Tiap gue bangunin, biasanya
nyokap cuma melek 30 detik abis itu terlelap lagi. Besoknya mamak pasti bahas
nyeselnya beliau karena sulitnya bangun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tapi belakangan, karena koleksi film
di <i>hardisk</i> gue makin banyak, gue
sering ajak mamak nonton film di laptop. Gue sengaja pilihin genre kesukaannya.
Karena tidak adanya iklan, jadi mamak bisa full konsen nonton hingga film
kelar. Giliran gue yang ketiduran, karena filmnya udah gue tonton sebelumnya.
Besok paginya seperti biasa, sambil masak, nyokap bakal cerita banyak tentang
film itu, “iya, Har! Ternyata orangnya itu sendiri adalah hantu. Makanya Mamak
awalnya heran, ‘kok bisa dia gitu?’ eh gak tahunya dia emang udah mati..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya, udah mati. Emang sengaja
sedikit diceritain di awal.” Jawab gue sambil tersenyum. Nyokap lalu tetap
ngelanjutin cerita panjang lebar tentang film itu sambil bersemangat menggebu.
Gue terus mendengarkan sambil tersenyum. Hati gue bahagia. Gue gak mau
melewatkan sidikitpun. Gue tahu, suatu saat gue pasti akan merindukan saat-saat
seperti ini dengan nyokap gue. J</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Oke, itu dulu kabar dari keluarga
gue, gue gak mau banyak-banyak cerita tentang orang lain, karena ini adalah
blog gue. Gak boleh ada orang lain yang ceritanya lebih menonjol dari gue di
sini. Bhuahahahaha!!..</span></div>
<div style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border: none; mso-border-bottom-alt: solid windowtext .75pt; mso-element: para-border-div; padding: 0in 0in 1.0pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="border: none; mso-border-bottom-alt: solid windowtext .75pt; mso-padding-alt: 0in 0in 1.0pt 0in; padding: 0in; text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="border: none; mso-border-bottom-alt: solid windowtext .75pt; mso-padding-alt: 0in 0in 1.0pt 0in; padding: 0in; text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="border: none; mso-border-bottom-alt: solid windowtext .75pt; mso-padding-alt: 0in 0in 1.0pt 0in; padding: 0in; text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">By the way, other side, another
trip, sehari setelah tahun baruan kemaren gak ada angin gak ada ujan tiba-tiba si
Udik ngajak ke Pacet. (ya iya, kalo ada angin ada ujan ngapain juga ngajak ke Pacet?!!)<br />
Ya, rekreasi ke Pacet. Dia pengen pergi ke pemandian air panas. Sejak pagi dia
udah menghunuskan senjata buat diturutin keinginannya. Dia udah memakai
berbagai ancaman dan tuntutan yang dia siapkan sejak jauh hari sebelumnya.
Kalau ini adalah adegan penyanderaan oleh buronan seperti di film-film, dia
sekarang dalam adegan udah membawa keluar gedung satu sandera yang tubuhnya dipenuhi
bom, sambil memandang penuh yakin ke para polisi yang menodongkan pistol ke
arahnya. “siapkan aku helicopter dalam setangah jam, jika tidak para sandera
akan kubunuh satu persatu tiap satu menit! Jangan mendekat! Satu gerakan bodoh
dari kalian, dapat membuatku menekan tombol pemicu ini!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Karena gak punya banyak pilihan,
mau gak mau Mamak gak bisa gak menghiraukan si Udik yang terus rewel sejak pagi
itu. Setelah berpikir lama, dan karena hari ini kebetulan hari ini masih hari
libur, Mamak akhirnya nurutin si Udik. Akhirnya Mamak nyiapin helicopter.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pilihan yang paling mematikan
tentu adalah: memilih sopir. Kandidat sopir sudah jelas sejak awal: gue, atau
bokap gue.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mau sama siapa, Dik?” tanya
Mamak ke Udik, memberi pilihan. “Mau sama Bapak, atau sama Mas?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sama Mas aja, enak!” katanya
singkat, padat, penuh keyakinan. Jawaban itu keluar begitu cepat, seperti
seolah disuruh milih antara permen Mentos, atau gabungan permen Nano-nano,
Yupy, dan Sugus. Sementara gue, seperti merasakan dua rasa yang berbeda
bersamaan. Di satu gue bangga, gue ternyata tipe anak yang asik buat diajak keluar.
Tapi di sisi lain, gue ngerasa sedih karena gue gak bisa menikmati liburan di
rumah. Dengan santai. Dan nyaman. Sambil nonton Runningman. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Har, bukannya ini udah kelewatan
ya?” tanya nyokap di belakang gue. Kita udah sekitar 45 menit perjalanan. Kita
semakin jauh ke jalan mengecil. “seharusnya di perempatan setelah Krian tadi
belok ke barat kan..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oh iya ya..” jawab gue
sekenanya, menetralkan situasi. Seperti yang sudah dapat ditebak, penyakit
kesasar gue kumat lagi. Gue tahu, nyokap di belakang sebenarnya udah panik
abis. Kalau aja gue bukan anaknya, pasti sekarang nyokap udah teriak kenceng, “TURUNIN
GUE SEKARANG! CEPAT TURUNIN, DASAR MANIAK! JANGAN CULIK SAYA! JANGAN
MACAM-MACAM! SAYA MEMBAWA SEMPROTAN FOGGING!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Coba kita tanya orang dulu
deh..” Gue sendiri juga hampir gak percaya, gimana bisa pada hal sesimpel
‘pergi ke Pacet’ aja nyasar, padahal belum sebulan gue habis dari sana! Dan,
ini ke Pacet gitu?! Orang buta arah yang gak bisa motoran, suruh ke sana pasti
bisa nyampe ke sana dengan mudahnya! Dijamin!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kita lalu berhenti sebentar, dan
nyokap tanya orang di warung di pinggir jalan. Banyak orang lalu lalang jalan
di siang yang agak mendung itu. Sambil nunggu di atas motor, gue ngeliatin dari
agak jauh nyokap tanya. Emang, gue gak bisa dengerin suara nyokap yang lagi
tanya, tapi gue dapat memprediksi kalimat apa yang nyokap keluarkan dari bahasa
tubuh dan mimik bibirnya: “maaf pak, ini anak saya agak autis ya.. kemana-mana
musti nyasar. Pernah saya kasih minum betadin dicampur oralit juga gak ngefek.
Pernah saya suruh beli kemiri ke toko depan rumah aja pulang-pulang bawanya
merica. Ini saya sedang dalam perjalanan ke pacet, tapi tersesat dikarenakan
ulah anak saya ini. Enaknya anak saya ini sesampainya di Pacet dilempar ke
jurang aja kali ya??”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah mendapat info yang
akurat, nyokap kembali dan kita melanjutkan perjalanan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seperti yang telah dapat diduga,
gak lama setelah masuk kawasan Pacet, macet melanda. Gue sumpah lupa total kalo
ini masih hari-hari event tahun baru. Jalanan hanya berjalan merambat, dan
mendaki. Motor gue jelas-jelas ngos-ngosan. Keahlian mengerem dan gas menge-gas
sangat ditantang di sini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sempet lolos setelah melewati
jalur sebelah kiri, agak lega selama kurang lebih 15 menit, ternyata di area
makin dekat tempat pemandian air panas, terjadi kemacetan total. Stuck.
Kendaraan di jalur kiri sama sekali gak bisa jalan. Arah sebaliknya juga hanya
bisa merambat sangat pelan. Banyak Polantas yang bentak-bentak agar motor-motor
dari arah gue buat mepet ke kiri. Gue juga gak bisa mengelak, motorlah penyebab
banyak kemacetan ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Macet parah!” gue masih mencengkeram
erat rem tangan. “apa gak jadi ke air panasnya aja ya, ganti ke tempat lain?”
insting gue mengatakan dengan kuat bahwa kita jangan melanjutkan lagi ke depan.
Gue merasa, akan ada kejadian buruk, kalo kita maksa melanjutkan jalan ke
depan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gimana, Ud?” tanya nyokap ke
Udik. “ini gak bisa lanjut gini.. ke tempat lain aja ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya wes, ke tempat lain aja..”
jawab Udik nurut. Gue bener-bener gak nyangka dia bisa gampang diajak kerjasama
kayak gini. Kita lalu puter balik dan cari tempat baru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah, ke tempat yang ada patung
Iguana raksasanya tadi kita lewatin aja lho!..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oh, Pacet Mini Park!” kata gue
cepet. Meskipun sering lupa jalan, gue ingat begitu detail hal-hal seperti ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah sebelumnya kita mampir
sejenak di warung bakso di pinggir jalan untuk mengisi perut, kita akhirnya
nyampe. Nyampe di sana, ternyata tempatnya lumayan rame. Dari yang gue baca di papan
pengumunan luar, disediakan berbagai wahana yang disediakan. Mulai dari waterpark,
tempat outbound, dan macem-macem. Banyak orang-orang jalan masuk. Sambil mengikuti
jalan arah mereka masuk, kita langsung ikutan masuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sepertinya orang-orang ini juga
korban macet juga, seperti kita.” Kata nyokap, ketika kita berjalan di jalan
setapak, dipayungi atap tumbuhan rambat yang sengaja di desain untuk melindungi
jalan setapak ini dari sengatan matahari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya, sepertinya tujuan mereka
awalnya juga gak kemari, tapi terpaksa ke sini karena macet.” Jawab gue sepakat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Atau mungkin, jalan itu dibuat
macet agar semua orang pindah kemari. Semuanya udah diatur.” Jawab Udik.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bisa jadi.” Kata gue, sambil
kita terus mengobrol menuju arah pintu masuk loket. Gue sadar, kalau ada orang
di belakang kita mendengar dialog kita, kita pasti dianggap Conspiracy Theory
Family. Yang kita bahas selalu adalah bagaimana cara kerja yang sesungguhnya
dari sebuah sistem dibandingkan yang terlihat oleh masyarakat umum di luar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Jalan menuju loket masuknya udah
rindang, dipenuhi tumbuhan hijau, tumbuhan hias warna-warni, papan-papan
pengumuman arah jalan dengan desain kayu, dan macem-macem. Memberikan kesan
teduh, hijau dan ceria. Belum masuk aja, kita udah ngerasa seneng. Dan Udik,
yang paling keliatan seneng.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Udik, gak usah masuk aja gak
apa-apa kan?.. jalan di sekitar sini aja udah seneng kok..” kata nyokap
tiba-tiba ajaib.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hahahahahaha!!...” Gue cuma bisa
ketawa ngakak saat itu juga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Yah!!... Hahahaha!.. ya masuk
donk!...” Udik separuh protes, separuh ketawa. “Hahahaha!..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hahaha.. ngapain juga masuk, toh
nanti di dalem itu tempatnya mirip-mirip gini. Sayang uangnya..” kata nyokap
realistis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hahahahahaha!!...” lagi-lagi, gue
cuma bisa ketawa ngakak saat itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Yah!!.. kasihan banget ya, aku..
jauh-jauh dateng ke Pacet cuma untuk keliling di depan pintu loket Pacet Mini
Park.. Hahahaha…” kata Udik sekali lagi. “apa kata temenku entar.. Hahahaha..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"> Gue bisa mengerti perasaan si Udik. Apa yang
musti dikatakan si Udik, kalo ditanya temennya entar?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Udik, gimana di Pacet Mini Park
kemaren? Seru? Ada apa aja di sana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Seru abis! Banyak wahananya
macem-macem deh pokoknya!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“lha iya, kamu nyobain apa aja?
ada apa aja di sana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“di tulisannya tertulis ada
wahana waterpark, flying fox, taman, ATV, macem-macem! Seru pokoknya! Di depan
pintu masuknya aja tamannya rindang, sejuk, warna-warni, banyak papan-papan
pengumuman, ada kolam yang isinya ikan mas besar-besar di samping restoran,
jadi kalau kita pesen ikan bakar, ikannya langsung ngambil di sana..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Maksudnya??! Jadi kamu makan di
sana, gitu??..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oke, gue ngaku! Gue cuma di
depannya aja. Gak masuk. Tapi gue sempet foto-fotoan banyak di depan patung
deket loketnya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah kita bertiga bayar tiket
masuk lima ribu perak, si Udik langsung berlarian kesana- kemari. Dia seperti si
Mogli yang dikembalikan ke hutan setelah sekian lama tinggal di kota. Begitu mencapai
tempat pintu masuk waterpark, secara otomatis dia merengek pengen masuk kesana.
Setelah bayar tiket masuk waterpark seharga lima belas ribu rupiah, si Udik
langsung menemui bangsanya di wahana air itu. Sementara nyokap ngawasin Udik
dari luar, gue berkeliling melihat-lihat seluruh pelosok area di tempat wisata
ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gue lalu mengajak nyokap buat
nyobain terapi ikan yang ada di sana. A kind of refreshment from my daily life!
Ternyata selain terapi kulit, terapi ikan juga terapi tertawa! Gue ama nyokap
gak henti-hentinya ketawa selama 20 menit di sana. Nyokap aja sampai ketagihan
N pengen nyobain lagi, tapi gak sempet karena udah kesorean. Setelah jalan-jalan
keliling bentar, kita balik.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">It’s one of best quality family
time ever. :D </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tunggu post gue selanjutnya!!..
:D</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 31.5pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com27tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-47509677418008790412012-09-02T15:33:00.001+07:002012-09-02T15:40:18.064+07:00- The Last Word (part 2) -<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:TargetScreenSize>800x600</o:TargetScreenSize>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 3.0pt; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US">Lanjutan dari posting: <a href="http://boot-dh.blogspot.com/2011/09/last-meeting-part-1.html">The Last Meeting (part 1)</a></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span lang="EN-US">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">kita belari, menari, berhambur pergi.</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hoshh..
hoshh..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Gang kecil
berliku. Jalan raya besar berbatu. Gang besar. Sekolah. Anak laki-laki itu
terus berlari dengan keseluruhan tenaganya. Rambut kemerahannya berkilauan
tercampur keringat dan sinar matahari pagi bulan Mei yang masih hangat.
Nafasnya menderu sangat keras. Ia mengambil nafas sangat dalam dan cepat tiap
setengah detiknya, dan tak pernah sekeras ini dalam hidupnya. Goresan berdebu
di lututnya itu terlihat jelas, hasil dari dua kali terjatuh di belokan gang
menuju jalan besar berbatu. Dia terus mengayuh tungkai kakinya, meskipun
betisnya sudah terbakar dan kehilangan tenaga. Mungkin jika di saat-saat
normal, ketika dia tak seterdesak ini seperti biasanya, dia pasti sudah pingsan
sejak lima menit tadi. Atau kemungkinan kedua dan sangat rasional, dia lebih
memilih tetap di kamarnya, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, dan segala
kemungkinan percabangan kejadian berikutnya yang akan terjadi, sesuai
analisisnya. Tidak berlari kesetanan seperti ini, meskipun dia sendiri sangat
sadar, dia sangat lemah dalam segala kegiatan yang menggunakan kekuatan fisik.
Ya, sekarang perasaannya sudah mengalahkan logikanya. Mengalahkan imannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Mungkin masih sempat</span></i><span lang="EN-US">. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Semoga masih sempat.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Matanya semakin
berkunang-kunang. Matanya memandang gerbang sekolah dengan tidak jelas, namun
kakinya secara refleks berbelok untuk melewatinya. Tubuhnya melesat, pikirannya
apalagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Sesampai di
dalam, larinya segera melambat perlahan hingga akhirnya berhenti. Dia merunduk,
menyangga tubuhnya dengan kedua tangan di kedua lututnya. Keringatnya
menghujani tubuhnya. Keringat di kedua lengannya terjun turun, merambat
perlahan, masuk ke dalam celah di sarung tangan kulit yang ia kenakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hahh!..
Hahh!..” Dia melihat bayangan badannya sendiri di tanah dengan keringat yang
menetes dari rambutnya. Dia kehilangan semua energinya untuk bergerak. “seperti
mau mati.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dia melihat
goresan di lututnya. Otaknya otomatis berfikir, beberapa menit lagi goresan itu
akan menimbulkan rasa sakit dan semakin menghambatnya untuk bergerak. Di
samping itu, dia memang sedang terburu-buru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Wajahnya
menyeringai, karena sulitnya paru-parunya memisahkan oksigen dari kumpulan
udara yang sangat pengap ini. Udara yang pengap di dalam alam sadarnya. Pengap
di dalam pikirannya saat ini yang dipenuhi oleh percabangan pertanyaan yang tak
terjawab, pengap yang mengotori di semestanya dengan perasaan-perasaan yang tak
rasional. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudah terlambatkah?</i></span></div>
<span class="fullpost">
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dia berdiri dan
melihat sekeliling. Di sebelah kirinya matanya memperlihatkan lorong sekolah
sebelah barat. Di sebelah kanan tampak sebaliknya, lorong timur dari sekolah
tersebut. Matanya terpaku di sana, lorong sekolah sebelah timur. Dia perlahan
menyusuri lorong itu tak sabar mencari ujungnya. Apa lagi, kalau bukan sebuah
menara berlonceng.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Menara
berlonceng itu adalah satu-satunya penanda waktu untuk pergantian pelajaran di
sekolah tersebut. Segala kegiatan dipisahkan secara besar oleh gema benda yang
tergantung 4 meter di atas udara yang muncul tiap dua jam tersebut. Bergema
sepuluh kali, saat dimulainya pelajaran pertama dan terakhir, dan bergema tiga
kali di pergantian pelajaran pertama di tengah-tengah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Menurut yang dia
ketahui, lonceng itu bahkan lebih tua daripada sekolah itu sendiri. Awal
mulanya berpuluh-puluh tahun yang lalu lonceng tesebut tergantung di menara di
tengah desa ini. Diletakkan di tengah pusat desa, sebagai penanda dan alat
pengadu bagi warga kepada kepala desa untuk dikatakannya ketidakadilan,
ketimpangan tindakan, keinginan, atau juga hanya sebagai alat pemberi tahu darurat
bagi seluruh warga di desa. Berteknis simpel, lonceng tersebut memiliki tali
penarik yang menjulur ke bawah untuk bebas digapai siapapun. Saat ada warga
desa merasa diperlakukan tidak baik ataupun mengalami masalah dengan
tetangganya ataupun hal lainnya, dia hanya perlu datang ke pusat desa,
membunyikan lonceng tersebut, maka ketua desa akan datang untuk mendengar dan
memberikan solusi serta juga kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan
orang tersebut. Hal ini berlangsung bertahun-tahun hingga akhirnya sang ketua
desa meninggal dunia. Untuk menghornati sang ketua desa, para warga mengukir
kalimat terakhir yang diucapkan oleh ketua desa tersebut di permukaan lonceng,
dan menulis segala kebijakan yang pernah diucapkannya di menara loncengnya. Sejak
saat itu, lonceng itu tidak digunakan lagi, dan kebijakan-kebijakan yang
tertulis akhirnya menjadi hukum tetap yang berlaku di desa ini hingga sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Gema sebelas suara.. </span></i><span lang="EN-US">di
sela kepadatan semesta kecemasan yang meracuni pikirannya saat ini, dia masih
memikirkan tentang arti kalimat yang muncul di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">puzzle</i> yang kedua. Bagaimana tidak, teka-teki sudah menjadi
sarapannya sehari-hari. Dia sudah terbiasa secara mental berhadapan berbagai
bentuk dari berbagai macam teka-teki. Mulai dari skala mainan, hingga kasus
kejahatan. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, dia sejak lama sadar dan mengerti,
bahwa dunia dan kehidupan ini sendiri adalah sebuah teka-teki yang
super-mega-giga maha besar. Sebuah teka-teki yang penuh berisi motif,
kemungkinan, percabangan, penggabungan, serta daya kreasi yang tak terhingga
banyaknya. Teka-teki Maha Agung, yang hanya dapat diciptakan oleh Sang Maha
Segalanya. Bahkan untuk dapat mengukur seberapa besar sebenarnya teka-teki
kehidupan itu sendiri, meskipun tanpa berusaha berhadapan atau menyentuhnya,
hanya melalui satu sisi pendekatan ilmu, akan menjadi sebuah teka-teki seumur
hidup sendiri bagi seseorang yang jiwa yang terpanggil ke-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">ilahi</i>-annya untuk mengetahui makna dari kehidupan manusia itu
sendiri. Kecepatan umur dan kemampuan berpikir otak manusia akan dibuat
berlutut tak berdaya di depan muka daya hidup dari kehidupan yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">multi-complex</i>. Kehidupan yang besar,
namun sederhana. Kehidupan yang kejam, namun juga paling jujur dan bersahabat.
Seorang ahli filsafat-pun, jika ditanya apa sebenarnya kehidupan itu? Dia akan
sadar betul bahwa sisa umurnya tak akan cukup untuk menjelaskannya. Dia hanya
akan mengatakan segala perumpamaan dan penyimbolan tentang inti dari kehidupan,
sesuai perspektif apa yang dialami dan dirasakannya dari kehidupan. Subyektif?
Tentu. Relatif? Absolut ya. Yang pada akhirnya mengembalikan si penanya
tersebut untuk bertanya pada dirinya sendiri, apa arti kehidupan itu bagi
dirinya, yang juga partisipan/ bagian dari kehidupan itu sendiri. Sebuah tanda
tanya besar yang dititipkan oleh Sang Daya Hidup dari kehidupan itu sendiri
untuk mengalami proses ditemukan. Tapi tidak untuk benar-benar ditemukan. Namun
untuk penumbuhan. Yang menuntun pada satu pemberhentian semu untuk
pengistirahatan petualangan jiwa manusia; “kehidupan itu maha besar dan penuh
misteri”. Bagaimana dan mengapa pikiran kita mampu mempertanyakan tentang
eksistensi dari kehidupan, ataupun mempertanyakan pikiran itu sendiri,
merupakan suatu teka-teki tersendiri kan? Telah sejak lama sekali, semesta pikiran
kita sanggup mempertanyakan dirinya sendiri.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Tak salah lagi, lonceng ini. Seperti waktu itu.</span></i><span lang="EN-US"> Secara mudah, dia dapat mengasumsikan kata ‘gema’ tersebut adalah
tentang lonceng sekolah ini. Benda dengan diameter satu setengah meter,
berkilau kekuningan, logam, dan sensitif terhadap getaran. Berpuluh-puluh menit
lalu ketika ia memikirkan arti kalimat ini di dalam kamarnya, dia mengalami
kebuntuan. Entah apa yang terjadi pada dirinya, namun ia membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk menyadari bahwa itu ada sebuah lonceng. Tapi ketika dia
memikirkannya lebih lanjut dengan menghubungkan dengan kalimat selanjutnya;
‘sebelas suara’, dia kembali ragu. Ada dua kata kunci; sebelas dan suara. Jika
dihubungkan dengan informasi yang ia ketahui, lonceng ini hanya dibunyikan
sepuluh kali ketika di awal pelajaran dan juga di akhir pelajaran, bukannya
sebelas. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seharusnya, sepuluh. Kenapa
sebelas? </i>Dia masih memutar-mutar dan merombak segala kemungkinan. Secara
teknis, jika sebuah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">puzzle </i>tak dapat
dipecahkan dengan suatu teknik mekanikal, maka ada kemungkinan dapat dipecahkan
secara motif. Dia berpikir tentang apa maksud dibuatnya kalimat ini. Dia
berusaha menggabungkan dengan kalimat di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">puzzle</i>
awal: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">‘last meet sayonara’</i>. Jika
kalimat tersebut memiliki maksud waktu, yaitu ketika lonceng di sekolah ini
berbunyi sebelas kali, apakah mungkin maksudnya dia ingin bertemu untuk
terakhir kalinya di waktu itu? Jika memang benar, kapan ‘waktu’ itu? Jika
ternyata bukan, lalu apa maksudnya?<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ah, sudahlah..</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Ia sampai di
dekat menara lonceng. Langkah kakinya perlahan membawa dirinya semakin
mendekat. Nafasnya masih saja berat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Ia mendapati
seorang lelaki tua dengan baju <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tuxedo</i>
rapih lengkap sambil membawa jam saku keemasan berdiri di samping menara,
tertutupi bayangan pohon besar di sampingnya. Orang tua, yang berperan ganda
bagi seorang gadis yang dicarinya saat ini. Selain sebagai supir pribadi, dia
juga berperan sebagai saudara, sahabat, ayah, dan juga tanpa terkecuali ibu.
Hanya orang tua itu, satu-satunya anggota keluarga yang masih dimiliki gadis
itu hingga saat ini. Dia hanya melihatnya beberapa kali ketika dia berkunjung
ke rumah gadis itu. Orang tua, yang hingga sekarang tak ia ketahui nama aslinya
tersebut, berkali-kali melihat jam yang digenggam di tangan kanannya. Ia tahu,
jika orang tua itu berada di sini, berarti gadis itu juga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Begitu melihat
dirinya, secara refleks orang tua tersebut membungkuk untuk memberi salam
padanya, “Tuan Key,”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Di mana?”
tanyanya cepat. Ia bahkan tak punya banyak waktu untuk pertanyaan dengan
kalimat lengkap.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Orang tua itu
mendongak, mengarah ke atas. Tepat ke arah lonceng.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Tentu saja.</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Langit berwarna
kebiruan cerah. Beberapa awan seputih kapas bergerak semu dengan sangat pelan,
memberi ornamen, menemani langit biru yang sepertinya kesepian. Angin berhembus
lembut, membawa udara hangat ke segala arah, membisikkan kedamaian yang tak
dapat disangkal makhluk hidup manapun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau terlambat,
Keane.” suara yang begitu dia kenal itu seketika muncul dari arah yang ia duga.
Hanya saja yang ia dengar kali ini lebih datar. Suara itu terasa agak kecil dan
jauh, terhalangi angin pagi tipis yang berhembus. Dia masih terus memandangi
atap menara itu. Masih tak dapat melihat sosok gadis itu. Cukup lama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Laki-laki itu
masih diam. Tak segera menjawab pertanyaan itu. Lama, seperti ada jeda kosong
yang menghalangi suaranya untuk menjawabnya. Seperti mereka berdua berada di
dua dimensi yang berbeda. Berkebalikan dari suasana kekosongan yang sangat
kompleks ini, pikirannya saat ini sangat pekat, dipenuhi banyak hal yang datang
silih berganti tak teratur, acak, dan memproses semuanya secara bersamaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Cukup lama,
hingga akhirnya, “terlambat, untuk apa?”<span style="mso-spacerun: yes;">
</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Terdengar suara
itu mengambang di udara. Canggung, penuh keraguan yang tak teratasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Udara kembali
beku. Dialog singkat yang seolah terjadi selama seribu tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Di sini damai,
ya..” suara itu melembut, tak sedingin di awal. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Keane yang kukenal tak pernah terlambat.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Claire..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku seperti
ingin selamanya di sini. Menikmati angin ini, langit ini, dan terlebih lagi,”
ada jeda singkat di kalimatnya. “kebebasan ini.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key melihat ke
atas. Langit biru yang menaungi mereka. Ikut menyelami kedamaian. Beberapa saat
ia ikut tersedot, hingga ia kembali sadar; ada sesuatu yang harus diselesaikan.
Dipastikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Benarkah, itu,
Claire?” tanya Key, akhirnya. Ia mengambil nafas panjang. “Ini adalah sebuah
perpisahan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tapi setiap
kebebasan ada batasnya. Tak pernah ada yang namanya kebebasan kekal.” Gadis itu
lebih seperti bicara pada dirinya sendiri, seperti tak peduli ada yang
mengajaknya bicara saat ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Claire..”
sekali lagi kalimat itu terulang. “benarkah?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Sudahkah kau
memecahkannya?” gadis itu tak mau membuang waktu lagi. Ia seperti bermain-main
dengan butiran pasir sang dewa waktu. Berubah mode.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hanya yang
pertama, yang kuketahui maksudnya,” Key masih tak bisa lepas dari kecanggungan.
“Claire, benarkah?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dia sama sekali
tidak dapat bersikap biasa. Seperti bukan Key yang biasanya. “Benarkah, aku
tidak akan dapat melihatmu lagi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Dan yang kedua,
kau masih tak mengetahui maksudnya?” jawab See, masih lembut. Masih
menyembunyikan sosoknya di balik atap menara. “Kau masih tak mengerti tentang
‘gema sebelas suara’? Benar?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Bagaimana dia bisa..</span></i><span lang="EN-US"> Key
hanya terdiam. Pikirannya hanya sesaat memikirkan itu, karena dalam sekejap
pikirannya kembali kusut oleh pekatnya informasi yang dipikirkan otaknya saat
ini. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau, datang ke
sini.. karena instingmu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ya..” jawaban
itu muncul setelah jeda panjang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Jika kau memang
tak mengeti artinya, mengapa kau tak naik saja ke atas sini, bersamaku?
Menikmati langit ini?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Masih terdapat
kekosongan. Tak ada jawaban.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Dari sini
langit biru-nya terlihat sangat jelas lho!.. Anginnya juga terasa sangat
sejuk..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ah, tapi
percuma,” Kalimat itu cepat. “kau hari ini tertutup awan, Keane. Tak terlihat.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Hening. Kesekian
kalinya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Cukup lama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kenapa kau
kemari, Keane? Kau bahkan tak tahu arti dari perjalananmu kemari. Kau tidak
seperti yang biasanya..” suara itu mulai mengalir. “Berlari-lari kemari, tanpa
tahu makna.. tanpa tahu tujuan.. tanpa ada persiapan dan rencana..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Claire,
berhentilah bermain-main! Berhentilah ber-teka-teki!” Key meledak. “CLAIRE, APA
YANG SALAH DENGANMU?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Bisu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Jawablah
pertanyaanku! Turunlah, kita bicara!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Salah?
Denganku?” suara See tiba-tiba bergetar. “justru tanyakan itu pada dirimu
sendiri! Kau datang kemari dengan berlari tergopoh-gopoh, membabi buta! Hingga
lututmu terluka begitu! Kau kehilangan akal sehatmu?! Kau tak pernah baik dalam
berlari! Kau yang paling tahu itu..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Lagi-lagi.. dia tahu tentang itu? Bagaimana bisa? </span></i><span lang="EN-US">Keheranan yang sama terulang untuk kesekian kalinya. Dia menatap
jelas ke atas atap. See tak mengintip dirinya. Belum. Dia sekejab kemudian
kembali tersesat dalam kebimbangan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mesin
waktu? Seperti waktu itu? Ah, itu tak pernah ada! </i>Key membuyarkan
percabangan pikirannya, mencoba kembali fokus.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See hening
sejenak, mengatur kembali nafasnya yang tersengal. Dia mengusap air yang
menetes di pipinya. Memakai topi jeraminya, melesakkan jauh ke wajahnya. “Kau,
seharusnya menanyakan, apa yang salah dengan dirimu. Datang kemari tanpa bisa
menyelesaikan semua <i style="mso-bidi-font-style: normal;">puzzle</i>, datang
kemari dengan keadaan diri yang kacau, ceroboh dan tak tenang seperti itu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau yang
biasanya selalu tenang dalam memikirkan segala hal. Selalu terorganisir rapih.
Selalu terarah, fokus, dan..” dia menghela. “terlihat ‘sempurna’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Seharusnya kau
tanya dirimu sendiri..” suara itu melega. Lebih ke meledak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key merunduk.
Pikirannya sekarang mulai kembali ke jalannya. Lebih tenang. Banyak dari
kecemasan-kecemasan itu mulai memudar. Berganti dengan perasaan haru biru yang
mengalir lembut. Perasaannya mulai menyatu dengan semesta di sekitarnya.
Setenang angin yang bernafas di sekitarnya. Setenang langit biru yang mengawasi
di atasnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ya, kau benar.
Pertanyaan itu untuk diriku sendiri. Seharusnya begitu. Selayaknya begitu.” dalam
sekejab matanya lembab. “Aku dikacaukan pikiranku.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku dikacaukan
perasaanku. Akal sehatku kalah.” Suaranya melemah. “Imanku mengalah.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key merasa ingin
melanjutkan kalimatnya, menyelesaikannya. Tapi dia seperti merasa cukup. Cukup
selesai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Gerak semu
langit seolah melambat. Hampir berhenti. Angin berhenti bernafas.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Menghentikan tugasnya. Dunia seakan bekerja.
Seolah semua detik jam di seluruh dunia berhenti berdetak. Seolah semua angka
di dunia berhenti menjumlah. Seolah semua makhluk hidup menghentikan detak
kehidupannya, mem-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">pause</i> semua proses
metabolisme-nya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Seolah seluruh
alam menghenti untuk melihat mereka berdua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Keane,” nadanya
kembali normal. “bukannya dulu kau yang pernah bilang, kita tak boleh kalah
oleh perasaan kita? Kita harus mendahulukan logika kita? Akal sehat kita? Kita
harus mendahulukan kebenaran, bukannya perasaan kita, yang mungkin saja terlalu
berpihak? Yang mungkin saja salah?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ya” suara itu
hampir tak terdengar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Lalu, kenapa
denganmu sekarang? Apa yang salah?” See semakin membenamkan topinya ke
wajahnya. Menutupi mimik wajahnya. Entah apa kata Key jika dia melihat ekspresi
wajahnya sekarang. Ekspresi yang muncul tiap gadis itu menghawatirkan
keadaannya. Dia selalu berusaha tampil kuat di hadapan laki-laki itu. Terlebih
untuk hari ini. Saat ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Salah?” Key
masih merundukkan wajahnya. Menggali-gali informasi dalam pikirannya. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hidup, mungkin iya.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Pikirannya masih
berjalan sangat acak. Ia menggali segala faktor yang ia duga menjadi segala
kecemasanya, segala pertanyaannya. Segala hal yang masih belum ia mengerti
tentang kehidupan ini. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Perasaan apa ini?</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See masih
membuka mulutnya, ingin memberendel dengan ribuan pertanyaan lagi. Tapi dalam
sekejab ia sadar, tak ada lagi yang perlu ia tanyakan. Cukup, pikirnya. Ia tak
ingin membuang-buang tenaga untuk sesuatu yang tak perlu hasil. Iya juga merasa
sudah cukup.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Ia kembali mengusap
cairan yang mengalir di pipinya. Dalam sekejab pikirannya tersedot acak tapi
terarah, dalam kecepatan cahaya sampai pada ingatan ketika mereka duduk berdua
suatu sore di lapangan tengah sekolah. Seperti kebiasaan mereka berdua yang
hampir selalu mereka lakukan tiap sore: menikmati matahari terbenam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">…….</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tapi
ngomong-ngomong.. Keane, apa kau percaya pada takdir?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Takdir?” Key
tersenyum. Dia tampak santai, tak berusaha membenarkan posenya yang sekarang.
Siku tangannya masih bersandar di anak tangga kecil, tempat empat buah anak
tangga beundak kecil yang menghubung antara lorong sekolah dengan lapangan
berumput di tempat mereka. Seperti biasa, mereka duduk berdua menikmati
terbenamnya matahari bersama di sore hari.“Maksudmu kepercayaan bahwa segala
hal yang terjadi atau proses di dunia ini sejak awal telah diatur oleh Sang
Maha Hidup, atau yang biasa mereka sebut Tuhan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See hanya
mengangguk kecil, hanya memandangi wajah sosok didepannya yang kejinggaan
terkena pembauran cahaya dari sang surya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kalau kau
sendiri?” Key kembali bertanya, seolah sedikit enggan menjawab.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Emm..
Entahlah.. Aku cuma ingin tahu pendapatmu saja. Aku selalu penasaran dengan
konsep takdir itu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ada yang sedang
menjadi pikiranmu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Emm.. tidak
juga.. hanya tiba-tiba terlintas saja. Tiba-tiba pertanyaan tentang takdir itu
muncul kembali tadi, beberapa detik lalu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Huffhh.. ” Key
mengambil nafas panjang, bersiap tentang teori panjangnya. “Oke.” See pun
menatap dirinya lekat-lekat, sebagai konsekuensi pertanyaannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Pertama-tama,
teori ini tidak begitu menjadi perhatianku. Kenapa? Karena tidak dapat
dibuktikan. Jadi hal yang akan menjadi penjelasannya hanya sejauh
analisa-analisa dari teori dari hasil pendekatan masing-masing individu para
ilmuan dan ahli filsafat yang berusaha memahaminya.” Key memberi dasar, sebagai
salam pembukanya. “Selalu ada dua teori bertentangan yang abadi hingga saat
ini. Yang pertama, adalah; semua makhluk hidup di dunia ini… emm.. atau mungkin
kita persempit saja, yaitu: manusia, benar-benar memiliki hak penuh kendali
atas dirinya. Atas kekuatannya merubah dan berinteraksi dengan objek di
lingkungannya, sekitarnya. Yang intinya: manusia bebas bertindak apapun sesuai
kehendaknya, tanpa terikat oleh hal lain yang mengontrolnya. Manusia memiliki
kendali dan tanggung jawab penuh atas tindakannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dia berjeda.
“Lalu, teori kedua: semua makhluk, tanpa terkecuali, memiliki garis takdir yang
dipersiapkan untuk tiap dirinya jauh sebelum mereka terlahir nyata
eksistensinya di dunia ini. Jauh sebelum ia memiliki pikiran ataupun bertindak.
Takdir ini mengatur segala hal yang terjadi pada objek makhluk itu, sehingga
apapun yang terjadi atau dilakukan makhluk itu telah ditentukan sejak awal oleh
takdir. Intinya: segala hal yang dilakukan manusia sejak awal telah ditentukan
oleh takdir yang ditulis Tuhan. Meskipun manusia bebas berkehendak dan
berusaha, sejak awal hal itu telah dituliskan, dan telah menjadi rencana dari
Sang Maha Hidup tersebut. Semuanya telah terkonsep. Seperti skenario dalam
panggung sandiwara, dengan Tuhan sebagai dalangnya. Kebebasan manusia
sebenarnya adalah semu. Ilusi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See masih setia
mendengarkan. “Aku suka simulasi sederhana dengan ‘Pohon Apel’ ciptaanku. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Here is the case</i>. Ada pohon apel yang
tumbuh liar di alam luar. Pohon itu terus tumbuh dan berbuah. Dan ada dua
manusia yang mengamatinya. Pada manusia yang berpaham teori satu, kita sebut
dia sebagai: Manusia 1, dia berpendapat bahwa tumbuhnya buah apel tersebut
adalah sebuah kebetulan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Accident.</i>
Sesuatu yang tidak direncanakan. Mungkin saja ada manusia yang membuang sisa
buah apel yang telah dimakannya di sekitar tempatnya tumbuh, lalu tumbuhan apel
itu tumbuh. Atau ada kemungkinan lain, tak jauh dari sana ada juga pohon apel
lain, apelnya jatuh di tanah, dimakan hewan, lalu bijinya jatuh di sekitar
tempat tumbuhnya sekarang. Apapun kemungkinannya itu. Biji apel itu dapat
tumbuh, karena lingkungan sekitarnya memungkinkannya tumbuh. Memungkinkan terjadinya
proses hingga tercipta kehidupan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Seperti yang
dapat kita duga bersama, teman satunya, Manusia 2 berpendapat bahwa segala
analisis yang dikatakan Manusia 1, apapun kemungkinannya itu, semuanya semuanya
telah tertulis. Adalah takdir. Memang sejak awal apel itu ditakdirkan tumbuh,
digariskan untuk tumbuh, dan kita tak dapat mengubahnya, mengendalikannya untuk
dapat mengalami hal selain itu. Dia mempercayai, bahwa jauh sebelum apel itu
tumbuh, bahkan jauh sebelum pohon asal dari buah dari biji apel itu tumbuh,
jauh sebelum apapun terjadi, tanaman apel ini memang telah direncanakan tumbuh
di tempatnya yang sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Manusia 1 tak
percaya dengan teori manusia 2 dengan mengatakan “Itu tak benar. Kita, makhluk
hidup, dapat bertindak dan merubah kondisi, bagaimana bisa semuanya memang
telah diatur sejak awal?”. Dia lalu mengambil air dan menyiramkannya ke tanaman
apel itu. “Lihat, aku dapat menyiraminya dengan air. Sekarang dia akan hidup
lebih baik. Jika sekarang aku memberinya pupuk, nanti dia akan berbuah lebih
banyak. Bahkan jika aku mau, aku dapat memotong tanaman ini sekarang dan dia
akan mati. Kita, manusia, dapat melakukan apapun untuk merubah hal. Kita
mempunyai hak kuasa untuk memilih!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Kembali lagi,
seperti yang terduga, Manusia 2 berkata,“Semuanya yang terjadi sekarang ini,
memang telah diatur sejak awal. Kau menyiram tanaman itu barusan, sudah
direncanakan. Dan tak ada yang bisa mencegah dirimu, jika kau memang
ditakdirkan untuk menyiram tanaman itu. Dan apa yang akan terjadi dengan
tanaman itu di masa depan, semuanya telah ditakdirkan. Apapun itu. Bahkan kita
memperdebatkan semua hal tentang tanaman apel itu sekarang, sejak awal memang
harus terjadi.””</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau tahu apa
yang terjadi dengan mereka berdua?” Key menutup penjelasannya, merasa tak ada
lagi yang perlu dijelaskan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Mereka kembali
ke jalan masing-masing?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Yuph! Mereka
kembali ke jalan masing-masing, meyakini apa yang mereka yakini sejak awal.”
Terdapat senyum kecil di bibirnya. “Mereka sadar, terus berdebat tak
menghasilkan apa-apa. Malah mereka hanya terus membuang waktu dengan berusaha
membuat orang lain percaya apa yang mereka percayai, bukannya menjalani hidup
sesuai yang mereka percayai.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See mengangguk
pelan. Ikut tersenyum. “Aku mengerti. Benar, lebih baik pilih salah satu, lalu
menerapkannya dalam hidup kita. Daripada memperdebatkan siapa yang benar dan
salah.” Dia lalu membuat kesimpulan lagi. “Mungkin saja, salah satu dari mereka
benar, tapi terus memperdebatkannya adalah jelas-jelas salah.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Genius! <i style="mso-bidi-font-style: normal;">You got it!</i>” Key menepuk pundak See.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Jelaslah!..
siapa dulu, dong, gurunya!.. hahaha..” See tertawa lepas. Sejenak, dia kembali.
“jadi, apakah aku bertanya hal barusan itu, hal yang salah?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key menggeleng.
“Tentu saja tidak. Tak pernah ada yang salah dari sebuah pertanyaan, yang
bersumber dari ketidak-tahuan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Bagaimana kalau
ternyata, aku sebenarnya sudah tahu tentang hal itu sebelumnya?” See menyimpul
senyum kecil. “Bagaimana kalau sebenarnya aku hanya ingin tahu apa pikiranmu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Cukup lama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Ruang di antara
mereka berjalan melambat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key memutuskan
untuk mengatakannya. “Ya, aku sudah mengetahuinya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau kira aku
siapa-mu? Kau kira kau siapa-ku? Tentu aku tahu.” Dia memandang mata See cukup
dalam. Tak pernah seserius ini. “Tentu aku tahu, bahwa kamu sebenarnya telah
mengetahuinya. Sama seperti: tentu kamu juga sebenarnya telah tahu, bahwa aku
juga mengetahuinya bahwa kamu sebenarnya telah mengetahuinya. Benarkan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Memangnya, aku siapa-mu, Keane? Boleh aku
mendengarnya? Sudah lama aku ingin tahu.. Ah, bodoh kau, See! Bodoh! Bodoh!
Bodoh! Bodoh! Bukan itu inti penjelasannya! Tapi, sama-sama tahu, bahwa kalian
saling sama-sama tahu! Itu intinya! Hal ini akan kadaluarsa dalam 0,75 detik
lagi! </span></i><span lang="EN-US">Pikiran See berkecambuk, tapi sigap dalam
satu setengah detik kemudian. Menutupinya lagi dengan senyum kecil. “Benar!
Genius!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Seperti<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>biasa,
See. Kau kembali menyesal.. Dan seperti biasa juga, kesempatan itu terlewatkan
lagi.. </span></i><span lang="EN-US">“Tapi, ngomong-ngomong, Keane, dirimu
manusia yang mana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hmm..” Mata Key
berputar. “Aku belum memutuskannya. Tapi aku menikmati dialog kita ini.
Setdaknya aku meyakini itu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See melihat
senyum kebahagiaan itu, lalu ikut tersenyum. “iya.. aku juga menikmatinya!..
Kita selalu cocok dan klop! Kita selalu mengalir ke tiap-tiap tujuan kita
masing-masing, tapi bermuara ke tempat yang sama dan selalu bersama-sama.
Seperti semuanya telah diatur..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hmm… Aku tahu
sekarang, dirimu itu manusia yang mana..” Key dalam sekejab menyeringai tajam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hahahahahaha..”
See tertawa lepas. Selepas-lepasnya, karena tak ada kata-kata untuk meng-cover
pernyataan itu. Tapi dia berusaha. “Ya, kau benar, aku percaya bahwa semuanya
ada yang mengatur. Tapi aku tak percaya takdir.” Jelasnya singkat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key tak
bergeming. Seolah tak memperdulikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See sadar, tak
perlu ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini untuk mereka. Mereka telah
menikmati perasaan ini, perasaan bersama-sama. Tak perlu harus selalu sama,
selalu sependapat. Bahkan sering bertentangan dan bertengkar di banyak
kesempatan. Tapi mereka berdua sadar, ini semua.. cukup. Cukup, tak perlu ke
mana-mana lagi. Dia, mereka, menikmati kebersamaan ini yang sesederhana ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Tapi terkadang,
hati berbicara, cukup saja tidaklah cukup.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Oh ya,
bagaimana kalau dengan jodoh? Apakah sama?” See memancing lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Sudahlah, ini
hanya akan berujung pada perdebatan saja. Sama saja.” Key seolah benar-benar
enggan membahas tentang teori tak berujung ini lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Huh.. aku kan
masih penasaran untuk yang satu ini. Kelihatannya beda deh..” See memasang
wajah semanis mungkin.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key melirik
sambil mendengus.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Ya.. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">please…</i>” kali ini ditambah kedipan mata
beberapa kali.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Oke, maksudnya
jodoh, itu apa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Yes!</span></i><span lang="EN-US"> See meloncat salto
tujuh kali dalam hati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Emm..” See
memutar matanya. Dia mencari kalimat termudah. “Oh! Gini: Sederhananya, jodoh
adalah seseorang yang telah ditakdirkan atau ditentukan sejak awal untuk
menjadi pasangan hidup kita!” See tersenyum lebar, sangat puas dengan
kalimatnya. Sederhana, tapi mengena. Tak banyak, tapi mewakili.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau percaya
dengan teori jodoh itu?” Key singkat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Percaya..” lalu
kemudian See membelalakkan matanya, merasa tertipu. “Hey, curang!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kenapa kau
percaya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See lega,
ternyata ini berlanjut. “Percaya saja. Gak bisa dijelaskan..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hmm.. oke,
pertanyaanku salah. Aku ganti. Bagaimana kau tahu kalau orang itu adalah
jodohmu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">JLEB!</span></i><span lang="EN-US"> Pertanyaan yang
sangat mengena. Tepat menembus jantung. Kalaupun dia mempunyai lima jantung
sekarang, kelima-limanya tepat sasaran menembusnya. See memeras otak seketika.
Lama, hingga beberapa saat kemudian, “aku sendiri tak yakin. Tapi mungkin
ketika aku bersamanya aku merasa nyaman, merasa terlengkapi, merasa, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“He is the One!”</i>. Begitu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Jika yang kau
maksud Jodoh adalah ikatan takdir yang mengikat dua orang, untuk bersamanya
selamanya, pertanyaannya akan kembali lagi, hal yang paling dasar: bagaimana
kita tahu kalau orang itu jodoh kita? Orang yang bersama kita, bisa
sewaktu-waktu pergi meninggalkan atau menghianati kita. Orang yang telah
menikah bertahun-tahun-pun, bagaimana bisa tahu kalau pasangannya itu adalah
jodohnya? Dua orang, bersama-sama, saling mencintai, lalu mereka saling berkata
ke pasangannya: “kaulah jodohku yang telah dipersiapkan Tuhan untukku..”. Lalu
beberapa saat kemudian mereka menghadapi masalah dan ternyata berpisah. Lalu
mereka berkata lagi, “Mungkin, bukan kau jodoh yang dipersiapkan untukku..
Mungkin ada orang lain yang lebih baik yang telah dipersiapkan Tuhan, untuk
masing-masing dari kita.” Mereka menarik perkataan mereka sendiri. Merevisi-nya
sendiri.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Lihat kan?
Manusia adalah makhluk egois. Mempunyai sifat membenarkan perasaannya sendiri.
Ketika menemukan orang yang tepat: orang cocok yang mereka cintai dan juga
mencintai diri mereka balik dengan utuh, dan ketika segala hal ketika itu cocok
dan mendukung, seperti kondisi lingkungan, suasana, atmosfir, seperti seolah
alam semesta mendukung mereka untuk terus bersama ketika saat, mereka dengan
egois ber-statement: “kau adalah jodohku”. Ketika kondisi menjadi sulit untuk
bersama, mereka ber-statement: “mungkin bukan kau jodohku”. Ketika kondisi
berubah lagi, hingga paling fatal, mereka berpisah, mereka ber-statement lagi:
“Jika memang bukan jodoh, tidak dapat dipaksakan”. Lalu apa poin yang tersisa
dari pengertian ‘jodoh yang telah ditentukan?’. Hanya ilusi yang mereka buat
sendiri untuk menghibur hati mereka sendiri. Bahkan keyakinan mereka tentang
‘orang yang tepat’, juga diragukan. Memang, orang itu harus se-‘tepat’ apa?
Sedetil apa? Sesempurna apa? Tepat itu relatif. Kita mentoleransi standar
‘tepat’ kita sendiri, ketika kita jatuh cinta pada seseorang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Keane memberikan
pungkasan penutupnya. “Segala hal di dunia, sebenarnya relatif. Apapun itu.
Manusia hanya memberi batasan-batasan dan persentasi toleransi, untuk
pengkategorian absolut.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See merunduk,
tak sanggup memperlihatkan wajahnya. “Jadi, intinya, kau tak pernah percaya
dengan jodoh?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kita dapat
dipertemukan dan dipisahkan oleh segala hal secara acak. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Universe Conspiration</i>, tak selalu sama dengan rencana kita.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kenapa kau
begitu pesimistis? Skeptis?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Bukan,
Realistis.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Pernahkah kau
berharap kebaikan? Entah itu pada seseorang, atau sesuatu? Berharap segala sesuatu
berjalan sesuai dengan yang kau harapkan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Maksudmu,
berusaha mempertahankan agar sesuatu berjalan sesuai keinginanku?” Key
mengklarifikasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Bukan, bukan
berusaha. Tapi lebih ke: percaya dalam hati bahwa segalanya akan baik-baik
saja.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Keane menutup
matanya, merenung sejenak. Tiga tarikan nafas. “Maaf, aku bukan penjudi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Satu kalimat tersebut
menjelaskan segalanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau pasti
pernah kehilangan seseorang, benar kan?” See sedikit memberi tekanan pada kata
‘kehilangan’.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key membuka
matanya. Tak ada jawaban. Hanya nafas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Sama
sepertiku.” See menutup pertanyaan itu sendiri. Menjawabkan kalimat itu untuk
mereka berdua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key membuka
mulutnya. Seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada yang keluar. Dia hanya
ikut merunduk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Langit semakin
terlihat seperti kumpulan ribuan jeruk yang bersinar menyala. Angkasa seperti
berkata bahwa panggung untuk hari ini segera berakhir. Harapan untuk hari ini
akan disambung untuk esok hari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Sudah sore,”
See beranjak dari tempat duduknya. “ada yang harus kukerjakan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Tiba-tiba tangan
See terantai sebentuk genggaman. Tangan Key. “Jangan pergi dulu.” Nafas itu
kembali meragu. “Setidaknya hingga hatimu tenang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See memandangi
Key. Dua mata itu bertemu dan berpeualang sejenak. “Tidak. Aku tidak apa-apa,
Key. Memang ada yang harus kukerjakan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tunggu aku.
Tetaplah di sini sebentar lagi..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Ruang kosong.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Sebentar lagi
matahari itu tenggelam. Kita ditakdirkan duduk di sini dan menikmati senja
bersam-sama.. aku tak ingin takdir kita terputus sampai di sini. Aku berharap
genggaman ini sanggup memperpanjangnya. Beberapa menit?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Mata mereka
kembali berpetualang. Mereka berdua tahu, tak pernah ada kebohongan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Dua menit tujuh
detik lagi, Key.” Akhirnya terbingkai senyum lagi di wajah See. Dia kembali
duduk di tempatnya semula. Tak bergeser sedikitpun. “Oke, aku akan menunggumu.
Menemanimu hingga tiga menit lagi, hingga satu menit setelah matahari itu
tenggelam.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Terima kasih.
Itu cukup.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku berharap,
kita dapat selalu saling menunggu seperti ini.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Giliran
berikutnya, apapun itu, aku yang akan menunggumu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Terima kasih..”
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tentu saja kau sungguh mampu. Aku sekarang
mencair!.. Sangat! Sangat Mencair!..</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Oh ya, kau tadi
bilang ‘takdir’, ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kau tak salah
dengar.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Lalu,
sebenarnya kau ini manusia tipe mana, sih?” Jengkelnya terhadap anak laki-laki
ini kembali lagi sampai ke ubun-ubun. Seolah semua yang dia terangkan tentang
teori takdir di awal hanya sebuah lelucon besar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku… emm.. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hybrid.</i>”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hmm, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hybrid</i>? Maksudnya?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Eh, sudah
mulai!..” Key menunjuk ke arah pertunjukkan utama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hei, jawab dulu
pertanyaanku!..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US"><br style="mso-special-character: line-break;" />
<br style="mso-special-character: line-break;" />
</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kenapa?”
kalimat itu terlahir selayaknya lubang hitam oksigen. Menyerap tanpa henti
semua oksigen di sekitarnya, hingga tercekat dan hampir mustahil bernafas.
Setiap kalimat antara mereka berdua saat ini semuanya menjelma menjadi lubang
hitam oksigen tanpa terkecuali. Membuat bernafas menjadi pilihan yang buruk
untuk makhluk hidup di sekitarnya saat ini, namun memilih untuk tidak bernafas
tetaplah sebuah pilihan terburuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Key, kau
sendiri yang pernah bilang kan? “jangan pernah menggabungkan ingatan baik atau
buruk dengan perasaan. Karena itu akan meng-hiperbola, menjelma membesar,
mengangkasa, menjadi jauh lebih besar dari kejadian yang sebenarnya.”. katamu
lagi, “bersikaplah adil kepada ingatanmu, agar tetap objektif.”” See mengatakan
kalimat itu dengan segenap tenaganya. See hampir tak percaya, dia sekarang yang
harus mengembalikan kalimat itu kepada sang pemberi. Sebuah ide yang mereka
yakini berdua: ‘ingatan selalu menipu, ketika itu tercampuri oleh sebuah
perasaan.’ Ingatan manis, setelah beberapa waktu akan berevolusi menjadi sangat-sangat-sangat
manis daripada kejadian manis yang sesungguhnya, karena seiring bertambahnya
waktu, kita terus menerus menambahkan rasa ‘manis’ itu ke ingatan kita. Begitu
pula itu berlaku untuk kenangan buruk. Oleh karena itu, mengingat kembali
kenangan manis selalu lebih indah daripada mengalami kembali kejadian manis
yang sesungguhnya. Mengingat kenangan buruk, selalu lebih ‘membunuh’ daripada
kejadian buruk itu sendiri. Ingatan menjadi tak akurat lagi datanya, karena ia
merubah bentuk, warna, ukuran, suhu, dan suasana. Oleh karena itu, di dalam
persidangan kesaksian dari saksi mata tidak dapat dijadikan barang bukti. “Kau
sekarang tidak objektif.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Kenapa kau
harus pergi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku tak boleh mengatakannya”
See jengah. Dia beranjak dari tempatnya bersarang selama dua jam lebih itu.
Hela nafas panjang. “Jika kau tak mau naik, aku yang harus turun.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See berdiri
selama beberapa detik, untuk menguatkan kakinya lagi setelah duduk sekian lama.
Dia berjalan mendekati salah satu ranting pohon terdekat dan menelusurinya
perlahan ke bawah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Sedetik ketika
kedua kaki See menginjak tanah, Key dengan kecepatan kilat menyeret tangannya.
Mengajaknya berlari tanpa berkata-kata.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hey, Keane!
Kemana kita?!” See otomatis berteriak. Badannya tergoncang, dan kakinya
tertatih mengikuti lari kaki Keane. Dalam pikirannya sekarang begitu terkejut,
panik, dan sedikit takut. Hal ini terjadi di luar dugaannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key hanya
memandang lurus ke depan, tak menjawab. Hanya terus memperkuat gengaman
tangannya dan lari kakinya. Dan nafasnya, tentu saja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Laki-laki tua
yang sejak tadi menunggunya pun tak kalah terkejut. “Nona, kita harus segera
berangkat!” ia menambah teriakannya untuk memastikan. “Segera!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tenang,” nafas
See terengah. “aku segera kembali!” lalu pandangan See berubah ikut serius
fokus ke depan, bersiap apa yang akan dihadapinya di depan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ini takkan lama, aku berjanji.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Langit malam di
awal bulan Mei begitu cemerlang. Dijejaki butiran-butiran bintang besar dan
kecil. Yang terakhir lebih sering tak terlihat karena kabut dan juga awan tipis
yang menyelimuti sang angkasa di waktu. Lampu-lampu di pedesaan yang mulai
banyak juga sedikit banyak ikut memberikan ilusi ‘menghilang’. Bulan baru juga
ikut menemani. Menambah ekstensi kenapa semua suka menikmati langit dan bintang
di malam hari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Bipp.. Bipp..</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dua getaran.
Sebuah pesan. Dia merogoh saku jaketnya. Dia menutup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">blocknote</i> yang berisi tulisan tangan yang baru ditulisnya beserta
pensilnya itu di kantong jaket lainnya. Dia membuka isi pesan yang ter-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">display</i> di layar telepon selulernya yang
berwarna biru itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 14.2pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Lonceng di kalung kucing .Sekolah.
ingat? Sekarang bertambah dua! aku menemukannya tadi sore bertambah menjadi
dua! kira-kira siapa yang menambahkanya ya?</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Gadis itu
tersenyum, lalu membalasnya cepat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US"><br style="mso-special-character: line-break;" />
<br style="mso-special-character: line-break;" />
</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Coba tebak?! :P *bersiul*</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dia menekan
tombol ‘kirim’. Lalu bergegas pergi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">……</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">………..</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Keane!” gadis
itu melambaikan tangan pada bayangan hitam di bawah menara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Sosok itu muncul
dari bayangan. Wajahnya sekarang tampak jelas. “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Password</i>?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The secret of creativity is knowing how to
hide your sources!</i>” memang tak pernah ada yang menjawabnya secepat dan
sesemangat See. Dia kembali bertanya. “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Password</i>?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The whole of science is nothing more than a
refinement of everyday thinking.</i>” Jawab Key tenang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Mereka saling
berpandangan, saling antusias dan berakhir dengan tersenyum. “Great!” “Sip!”
mereka berdua menjawab bersamaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Jadi, kenapa
kau kesini?” Keane memasang wajah heran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Wajah See
cemberut seketika “Kan, kamu yang menyuruhku ke sini. SMS itu. Pesan
tersembunyi.” See menjulurkan lidahnya. “Kamu kira aku siapa? Tentu kamu tahu
aku tahu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key tersenyum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku tak pernah
lupa, kau tak pernah memakai huruf besar satupun dalam SMS-mu. Kau tak pernah
membiarkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">autotext</i> aktif.” See
sangat bersemangat menjelaskan seperti biasanya. “Yang kedua, tanda titik
setelah spasi. Kau juga tak pernah salah dalam mengetik. Itu tanda kodemu. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lonceng. Sekolah. Sekarang.</i>”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key tersenyum
lebar, disusul menepuk bahu See. “ Seperti yang kuharapkan. Tentu aku tahu kamu
tahu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Oh ya, sudahkah
kau memecahkannya?” Key merubah topik, langsung pada intinya. Ia melipat
tangannya. Menunggu kejutan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See kembali
diingatkan sesuatu. “Ah! Petunjuk terakhir. Baru tadi aku menemukannya.”<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dia merogoh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">blocknote</i>-nya dalam saku jaketnya. Dia kembali membacanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Cahaya dan bayangan tak berlaku untukku. Aku adalah kebenaran.</span></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Di ketinggian. Jauh di atas yang kau bayangkan.</span></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Aku nyata, tapi tak nyata</span></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US">Diamku selalu menggema.</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">See kembali
meresapi arti di setiap kalimatnya. Mengkaitkan tiap antar kalimatnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Tak butuh waktu
lama. “Ah!..” matanya membelalak, pupilnya melebar. Dia memandang ke atas.
Tepat ke atas menara. Sebuah benda. “Mungkin..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Yuph!” Key
kembali tersenyum. “Sangat mungkin!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tapi..” gadis
itu ragu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Hanya ada satu
cara untuk memastikan! Ayo!” Key berpaling, bersiap naik ke atas menara.
“Cepat, sebelum <i style="mso-bidi-font-style: normal;">group</i> lain juga
menemukan petunjuk terakhir ini. Semuanya sudah kupastikan pasti segera
kemari.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Tapi, tunggu,
Keane!” baju Keane tersangkut gengaman tangan See. Keane menoleh. “Ini adalah
tes terakhir. Ini juga adalah tes individu. Hanya boleh ada satu pemenang.
Hanya boleh ada satu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">agent.</i>”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">“Aku tak
tertarik memecahkannya sendiri. Aku ingin memecahkannya denganmu. Aku berharap
kita bisa terus..” kalimat itu mengecil dan tak terselesaikan. Menggantung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Key menggenggam
tangan See. Menggiring See perlahan untuk ikut memanjat. “Jika memang hanya
boleh ada satu pemenang, kau saja. Tanpa diriku pun, kau pasti pergi ke tempat
ini, kan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<span lang="EN-US">Dalam keyakinan
dan ketidakyakinan, mereka memanjat menara tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 14.2pt;">
<br /></div>
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">Bersambung..</span>
</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com23tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-18742642888338869072012-05-13T16:19:00.000+07:002012-05-13T17:30:15.650+07:00-dream vs reality!!-<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Hai-hai..apa kabar semuanya? :D</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Semoga semuanya keadaannya baik-baik saja ya..Gue di sini
keadaannya baik-baik saja.Gue sehat, bugar, masih rajin menabung, semakin
ganteng, bijaksana, semakin rendah hati, dan tentu saja <i>absolutely..</i>tidak sombong. *berkata dengan nada sombong*</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Kesimpulannya, gue masih hidup.Alhamdulillah.*terlihat
beberapa pembaca sedikit kecewa dengan kata-kata terakhir*</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Waktu berjalan begitu cepat yah..<i>yeah, time is warping</i>. Gak kerasa, tahu-tahu 8 bulaaan aja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Yuph! Sudah sekitar 8 bulanan lebih sejak postingan gue yang
terakhir di blog.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Mungkin pertanyaan pertama yang harus gue jawab adalah:
Kenapa menghilang cukup lama? Kenapa lama tidak kembali menulis?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Lalu disusul dengan deretan pertanyaan di belakangnya,
seperti: sedang sibuk apa sekarang? Apa saja yang telah terjadi? Apakah sudah
kehilangan semangat menulis, (atau bahkan yang lebih parah: tidak mau menulis
lagi)?Apa hal lain yang dapat mengalihkan gue dari menulis? Bagaimana keadaan
keluarga gue?Sesudah gak kuliah, kerja di mana gue?Masih suka makan tahu mentah
gak gue?Masih sering minta-minta di pinggir jalan? (oke, hiraukan pertanyaan
terakhir.)</span><br />
<span class="fullpost" style="font-size: small;">
<br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Oke, gue jawab satu persatu ya..</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Pertama, gue menghilang dari
proses-kegiatan-iseng-iseng-kreatif-kepenulisan-dalam-blog-gue (kalimat apa
ini??) sejak beberapa saat gue habis di-wisuda di kelulusan kuliah gue. Lebih
tepatnya sejak gue mulai kerja.Waktu itu gue keterima kerja di sebuah studio di
daerah Surabaya.Kita sebut saja Studio XXX. (XXX: nama samaran dari nama asli
tempat tersebut. Bukan, bukan studio yang menangani
video-video-untuk-diupload-di-internet-yang-biasa-kalian-tonton seperti
itu.Sama sekali bukan studio seperti itu.)Studio ini menangani bergerak di
bidang kreatif multimedia.Menerima pembuatan web, company profile, dan
lain-lain.Cuma pas gue masuk, studio itu sekarang lebih fokus ke pembuatan
album kenangan anak-anak SMA.Album kenangan yang dibuat ada 2 macam, versi cetak
yang berupa buku dan juga versi digital yang berupa CD interaktif dari flash.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Di tempat ini gue mencoba fokus untuk bekerja dan terus
mengasah kemampuan gue di bidang desain grafis.Selain fokus bekerja dan
berkarya, selama berbulang-bulan gue mencoba beradaptasi dengan yang namanya
‘realita’.Kenyataan.Kenapa lama gue gak nulis di blog, karena selama ini gue
belajar <i>face to face</i> melawan
dunia.Mencoba dengan tegar menghadapi dunia sambil bicara enteng sok keren
seperti tokoh-tokoh karakter utama dalam manga (komik) jepang, “Dunia aku akan
menghadapimu! Aku tidak akan menyerah!”. Keren kan, di setiap manga jepang
selalu gitu: seberapa banyakpun karakter utama gagal dan tersungkur, dia akan
bangkit kembali dengan tekat membara hingga mengalahkan musuhnya yang
sebenarnya lebih berbakat darinya. Hanya dengan bermodalkan tekat semangat dan
pantang menyerah, dia selalu berhasil menang dan mendapatkan keinginannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><i>Back to the topic.</i>Hal
pertama yang langsung terasa sejak kita pertama kali bekerja adalah: ternyata
realita itu sangat keras, dan..menyakitkan. <i>Reality
is about ‘how to survive’</i>. Realita adalah tentang bagaimana kita bertahan
hidup.Tetap hidup.Bertahan untuk waktu yang lama, apapun caranya.Jika di saat
kuliah kita memiliki karakter yang sangat idealis, menjaga kebaikan-kebaikan
dalam hati dan juga budi pekerti, di saat inilah semua yang kita pegang selama
ini itu dites uji ketahanannya.Iman kita diuji.Kita akan bertemu teman-teman
kerja yang curang, egois, maunya menang sendiri, serta menyeret kita dalam
kebiasaan-kebiasaan buruk dalam dirinya atau dalam perusahaan tersebut. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Di tempat kerja kita juga akan dihadapkan pekerjaan-pekerjaan
yang sangat ‘tidak-manusiawi’. Kita akan sering mendapati ternyata pekerjaan
yang telah kita selesaikan tidak berjalan sesuai rencana, klien yang terus
me-revisi desain kita hingga menyita banyak waktu kita, kerjaan dadakan yang
merusak semua jadwal kita, kerja lembur yang bersifat ‘tidak lembur’, dan
bermacam lain sebagainya. Kalau kamu salah memilih tempat kerja, maka lebih
buruk lagi. Kamu akan sulit membedakan pengertian dari arti kalimat ‘bekerja’
dengan <i>‘romusha’</i>. (<i>romusha</i>: orang yang dipekerjakan sebagai
budak di saat penjajahan Jepang di Indonesia)Yang paling kerasa tentang hal itu
adalah temen gue yang kerja di perusahaan TV lokal di daerah Surabaya.Jadwal
serta pekerjaan yang harus mereka kerjaan sangat jauh dari kata
‘manusiawi’.Mereka sangat terlihat kepayahan secara waktu juga tenaga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Lagi.Di saat bekerja kita juga dihadapkan pada pendapatan
yang minim. Setelah tenaga dan waktu kita tersedot begitu banyak, masih tidak
cukup, uang yang kita peroleh adalah: sedikit. Pas, untuk kehidupan
sebulan.Sangat jauh berbeda dengan sewaktu kita kuliah dulu, yang hanya tinggal
meminta pada orang tua.Segala hal yang berhubungan dengan harus kita pikirkan
matang-matang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Yang terburuk dari semua itu..Kita akan mendapati banyak
orang di lingkungan kerja kita yang kehilangan ‘mimpi’nya. Harapan
hidupnya.Mereka menjalani kehidupan mereka dan bekerja setiap harinya ‘hanya’
untuk bertahan hidup.Mendapat uang yang lebih banyak lagi untuk kebutuhan untuk
diri mereka sendiri, atau untuk anak istri mereka.Tanpa semangat untuk bekerja
totalitas maksimal dan tulus untuk beribadah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Jangan lagi bertanya tentang mimpi.Mereka bahkan telah
kehilangan idealisme mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue paling kerasa tentang hal itu. Pertanyaan “kamu ingin
jadi apa?” tak bisa lagi kau tanyakan kepada orang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue merasa sendirian.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Pertanyaannya:</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><i>Masihkah kau berjalan tegap untuk bermimpi, jika kenyataan menundukkan
kepalamu, menghalangi jarak pandangmu?<o:p></o:p></i></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><i>Masihkah kau mempercayai cita-citamu, jika untuk bertahan hidup saja
sulit?<o:p></o:p></i></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><i>Masih sanggupkah memegang teori idealisme-mu, jika hukum alam di
kehidupan nyata bekerja sebaliknya?<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Bagi kalian yang belum bekerja ataupun mungkin masih kuliah
(dan masih hijau), mungkin masih bisa menjawab pertanyaan itu dengan enteng dan
penuh semangat, “Tentu! Cita-cita kami tinggi! Suatu saat kami akan
mewujudkannya, sekeras apapun kehidupan!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Tapi bagi temen-temen gue yang sekarang kebanyakan sudah
bekerja, mungkin hanya bisa diam dalam menghadapi pertanyaan itu. Cuma itu..diam. Kalaupun ada yang bisa menjawabnya ini
mungkin yang akan keluar: “Kamu terlalu banyak bermimpi, Bud..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Tentu.Ini realita.Hanya sedikit dari orang-orang yang telah
cukup lama bekerja tersebut, termasuk temen-temen gue sekarang, yang masih
memegang mimpinya.Hanya sedikit dari mereka yang masih memliki pantulan sinar
penuh semangat kalo gue memandang matanya. Kebanyakan target mereka dalam
pekerjaan sekarang adalah: bagaimana mendapat gaji yang lebih besar dari
sekarang? Bagaimana caranya?Banyak dari mereka yang telah kalah dan menundukkan
kepala melawan kehidupan,dan hanya mengikuti arus yang membawa mereka pergi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Dan..orang-orang yang hanya sedikit tersebut, mungkin gue
termasuk di dalamnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Ya, benar.Gue masih bermimpi.Hingga sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Jujur, harapan dan mimpi gue sempet meredup hingga sangat
kecil hingga 2 bulan terakhir karena melawan kehidupan.Tapi di saat-saatitu
pula gue mencoba menjalani hidup sebagai orang-orang <i>dreamless.</i>Masih di dalam riset kehidupan gue.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Sejak kecil, hobi gue adalah meriset kehidupan. Meneliti dan
mengamati kehidupan orang lain, terlebih meriset kehidupan gue sendiri. Ini
karena didasarkan pada pertanyaan besar dalam hati gue: mengapa ini terjadi?
Kenapa?Apa alasannya? Gue selalu penasaran pada sistem bagaimana alam bekerja.Gue
seperti dilahirkan layaknya<i>gadget</i>
dengan kapasitas <i>hardisk</i> tak terbatas
dan juga <i>processor</i> super canggih,
hanya dengan <i>plug-in-plug-in</i><i>Missing</i>.Gue terus berpetualang dalam
hidup gue untuk mengumpulkan setiap pecahan-pecahan <i>plug-in</i> tersebut.<i>Bite</i> per
<i>bite</i>. Untuk membuat diri gue
utuh.Untuk menemukan alasan, kenapa gue diciptakan di dunia ini. kosong.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue pernah mencoba hal apapun.Menjadi menjadi anak pintar,
menjadi anak bodoh.Menjadi paling rajin, menjadi pemalas.Menjadi anak paling
jujur, juga menjadi pembohong paling ahli.Menjadi ahli ekspresi dan kuat, juga
menjadi anak paling mudah terbaca dan lemah.Macam-macam.Dan di setiap gue
menjadi ‘sesuatu’ tersebut, gue merekam segala data dari pola pikir yang
muncul.Segala kelemahan dan kerugiannya.Tak pernah memihak.Lalu akhirnya gue
memilih salah satu, atau menggabungkan semua sifat-sifat tersebut hingga
menjadi paling <i>fit</i> buat gue.Membentuk
karakter dan kepribadian gue hingga seperti sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Selama bekerja, gue gak berhenti meriset.Gue mendapatkan banyak
data tentang orang-orang (maaf)<i>dreamless</i>ini.Segala
sisi kelebihan dan kekurangannya.Yang gue tangkap dari kelebihannya, ternyata
mereka adalah orang yang tangguh. Mereka lebih <i>fight</i> dalam menghadapi kehidupan, karena tahu bagaimana keras dan
pedihnya kehidupan. Jangan pernah menyakiti mereka, atau kau akan menyesalinya.
Mereka juga lebih <i>multi talent</i> dan <i>multi tasking</i>.Sangat berbeda dengan
orang-orang yang mempunyai mimpi yang fokus pada satu hal, mereka mencoba dan
ingin bisa semua hal.Meskipun memang tak pernah bisa fokus dan sangat ahli
dalam satu bidang, tapi dalam rata-rata banyak hal dalam kehidupan sehari-hari
yang dapat mereka kuasai, mereka adalah para pejuang Spartan yang sangat
tangguh jika dibandingkan dengan para pemimpi yang lemah.Dalam sisi sosial,
mereka juga lebih loyal terhadap sesamanya.Mereka mempunyai solidaritas dan
toleransi yang besar, dan lebih siap membantu jika sesamanya mengalami
masalah.Dan banyak hal lagi yang gue berhasil rekam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue mungkin gak akan menyebut diri gue si pemimpi. Gue hanya
tak bisa berhenti bermimpi.Bermimpi dan memiliki tujuan yang ingin dicapai
seperti sudah mendarah daging dalam hidup gue.Hasil kesimpulan dari semua riset
gue selama ini juga menyimpulkan, jika ingin mempunyai kehidupan yang besar dan
megah, haruslah memiliki tujuan dalam hidup kita. Menyuruh gue berhenti
bermimpi sama saja dengan menyuruh gue mati atau bunuh diri. Gue gak bisa
berhenti bermimpi.Apapun kata dunia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Proses dalam mewujudkan mimpi sudah menjadi bagian dalam perjalanan
hidup gue. Gue gak bisa mencoba cara lain untuk hidup selain itu. Gue gak
memperdulikan hasil akhirnya, gue akhirnya meraih mimpi gue ataupun tidak,
karena gue sadar.Mimpi adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir. Mimpi
adalah sebuah proses. Menemukan diri kita sendiri adalah proses. Seperti
perjalanan Sun Go Kong yang pergi ke Barat untuk mencari kitab suci, yang harus
mengahadapi 99 halangan dan 33 rintangan.Sesungguhnya semua cobaan dan
pengalaman mereka menghadapi masalah itulah yang merupakan ajaran (kitab suci)
yang mereka cari, yang membentuk mereka menjadi lebih bijaksana dan akhirnya
menjadi Buddha.Bukan tentang kumpulan gulungan kitab di Kuil di akhir tempat
tujuan mereka.Oleh karena itu mereka harus pergi ke barat dengan berjalan kaki,
selangkah demi selangkah. Tidak boleh melewatkan satupun proses tempaan untuk
menjadi dewasa dan bijaksana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Proses dalam kehilangan mimpi hingga meredup sangat kecil
ketika gue bekerja juga membawa gue ke suatu pelajaran baru. Tentang
kelebihan-kelebihan pada <i>dreamless</i>
tersebut dalam menghadapi kehidupan.Seharusnya berjuang hidup seperti
mereka.Tak pernah pantang menyerah.Sesuatu yang belum pernah gue pelajari
sebelumnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Sejak kecil hingga kuliah gue berkenalan dan sangat akrab
dengan si Mimpi.Ia selalu mengatakan hal-hal indah, mengajari gue untuk percaya
bahwa gue bisa terbang, selalu memuji dan meninggikan gue.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Sangat bertolak belakang dengan si Realita yang baru gue
kenal di saat bekerja hingga menyebabkan di Mimpi menjauh.Si Realita sangat
keras, disiplin, dan jujur.Dia membedah diri gue, memaksa melihat luka-luka
gue, menunjukkan kelemahan-kelemahan gue. Menunjukkan serendah apa gue yang
sebenarnya. Tanpa kenal ampun menghukum gue kalo gue berbuat kesalahan.Tapi dia
juga menunjukkan obatnya. Mengajari gue cara benarnya. Memberi gue pilihan
untuk memilih.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Si Mimpi dan si Realita seperti 2 sahabat gue yang saling
bertolak belakang dan sifat.Ketika gue mendekatkan diri dan sangat akrab kepada
si Mimpi, maka si Realita menjauh.Begitu juga sebaliknya ketika gue dekat dan
akrab dengan si Realita, si Mimpi menjauh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue gak pengen jadi pemimpi yang hanya cuma bisa
berangan-angan tanpa bisa mewujudkannya.Gue juga gak pengen hanya bertahan
hidup tanpa memiliki tujuan dan mimpi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue pengen membuat si Mimpi dan si Realita sama-sama
berteman dan berjabat tangan dengan gue.Tak boleh terlalu dekat, tapi juga
jangan terlalu jauh.Harus menemukan titik tengah yang mempertemukan keduanya
dan menyeimbangkannya.Menjalani kehidupan dengan mimpi, dan mewujudkan mimpi
dalam kehidupan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><i>Here we go..</i>gue
mencoba kembali menulis di sini. Di blog ini.Menyalurkan keinginan gue untuk
menulis dan meluapkan emosi gue.Menulis alasan, kenapa gue selama beberapa
bulan bekerja ini tidak menulis di blog.Gue ingin kembali bermimpi.Bermimpi menjadi
seorang <i>Digital and Designer Artist</i>
yang besar. Menjalani tiap prosesnya hingga membuatku kuat dan tahan banting.
Jika itu tercapai, gue ingin mewujudkan mimpi kedua gue, menjadi penulis yang
besar.Entah yang mana terwujud lebih dulu, terserah. Ketika kedua mimpi gue
terwujud, gue akan membuat mimpi baru lagi. Begitu seterusnya.Mimpi adalah
tentang proses kan? Kalaupun pada akhirnya tak ada dari kedua itu yang
terwujud, tak masalah.Aku bersyukur terhadap hidupku yang masih diberikan semangat
dan kualita bermimpi ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Satu hal yang gue pelajari selama gue bekerja, ternyata
hidup kita adalah sangat berharga, apapun bentuknya. Asalkan kita menjalani
kehidupan dengan syukur dan memaksimalkan apa yang kita bisa lakukan sekarang,
kita akan merasa bahagia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;">
<span style="font-size: small;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Oh ya, bagaimana dengan keadaan keluarga gue? Keluarga gue
baik-baik aja. Mungkin sekarang lebih sedikit hal konyol atau hal yang gak
masuk akal terjadi, tapi keluarga gue masih sama: hidup dengan dipenuhi dengan
rasa kasih sayang yang sangat hangat. Itu udah cukup buat gue.J</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Mamak, nyokap gue masihlah ibu rumah tangga yang hebat.
Setelah beberapa saat lalu sempet ikut ngajar di PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini. Semacam Playgroup gitu.)sekarang udah berhenti. Entah, mungkin udah gak
cocok.Masih kerja sampingan bikin jamu serbuk untuk dijual.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Bokap gue, kehidupannya masih damai.Masih menjadi sosok yang
mengajarkan tentang idealism-idealisme kepada gue.Sekarang makin sibuk setelah
diangkat menjadi Kepala DKG (Dewan Kesenian Gresik)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Si Udik, adik paling kecil gue yang kelas 6 SD kemaren baru
melewati UN. Semoga dia lulus, gue udah was-was soalnya dia sulit banget diajak
belajar. Oh ya, si Udik beberapa bulan lalu udah disunat lho!.. (akhirnya..)
Ya, meskipun motivasinya untuk disunat adalah biar dapat uang banyak dan beli
PS2, tapi setidaknya dia udah berani dan meminta sendiri untuk disunat..
(sorry, agak curhat.)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Si Galuh, adik pertama gue masih sibuk kuliah. Dia sekarang
semester 5, mau menginjak semester 6.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Oh ya, gue sekarang pindah ke tempat kerja yang baru. Gue
keterima di salah satu PH yang memproduksi game flash di Surabaya. Tanpa ada
hambatan yang berat, dan juga atas bantuan temen gue yang udah duluan kerja di
sana, gue Alhamdulillah dengan lancar diterima kerja di sana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Gue udah 2 minggu kerja di sana. Meskipun jaraknya lebih
jauh dari rumah gue, gue ngerasa lebih cocok kerja di sana. Dapat menyampaikan
hasrat gue untuk mendesain dengan kualitas tingkat tinggi. :)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Yuph, itu dulu kabar dari gue.</span><br />
<span style="font-size: small;">Sebisa mungkin gue akanmenyempatkan untuk menulis di blog ini lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Chibi-chibi-chibi…. Istimewa! *salah gaul*</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Tunggu post gue selanjutnya.. :D</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-23565782426193156652011-09-26T17:27:00.001+07:002011-09-26T17:27:19.781+07:00-The Last Meeting (Part 1)-<br />
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia masih duduk
di depan meja kayu tersebut. Bokongnya sejak tiga jam lalu mulai
panas. Berkali-kali dia berpindah gaya duduk di kursi yang sama.
Tangan kanannya masih dengan dengan cepat memainkan mengetuk-ngetuk
pensil sepanjang 7 cm itu secara berulang-ulang dan konstan. Berusaha
menggapai imajinasi jawaban yang belum juga ia temukan dari
kepalanya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>Ugh!
Sebenarnya apa jawabannya?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Kedua tangannya
kembali memegang erat kedua kepalanya, seolah-olah akan keluar suatu
jawaban dari dalam kalau ia memecah kepalanya sekarang. “ayo! Ayo!
Berpikir!.. seharusnya ini sesuatu yang simpel. Mudah.” dia
berusaha keras menghibur diri sendiri. “tidak mungkin dia
membuatnya sesulit itu.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Kertas-kertas
buram yang biasa ia gunakan untuk menghitung soal-soal matematika
ketika sedang mengerjakan soal di dalam kelas sejak beberapa jam lalu
berserakan di atas meja. Kebanyakan penuh berisi coretan deretan
serta susunan huruf alphabet dan juga hitungan angka-angka. Beberapa
di antaranya berbentuk bola-bola kertas tak beraturan berserakan di
lantai, hasil dari perasaan jengkelnya atas kalimat yang terus
berputar-putar di kepalanya selama berjam-jam ini. Kertas putih
bersih yang berisi tiga deret huruf itu masih di sana. Ia masih ingat
jelas ketika ia pertama kali membuka amplop coklat yang dia temukan
di antara halaman buku tulis matematikanya itu dan menemukan tiga
kalimat absurd, tidak, lebih tepatnya tiga susunan kalimat sandi tak
beraturan yang harus ia pecahkan. Dua kalimat <i>puzzle</i>, huruf
balok yang diketik rapih dengan mesin ketik.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<b>LAARSATNMOEYEATS</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<b>GAERMAAUSSESBAEL</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<b>XV-TNAMAPNEMEGIALI</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<b>X</b><sup><b>2</b></sup></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 3.81cm;">
<b>C-U</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Mereka berdua
sangat menyukai <i>puzzle</i> dan kalimat sandi, dan terbiasa sering
saling mengirim kalimat sandi untuk dipecahkan. Ia segera tahu kalau
itu adalah sebuah <i>puzzle</i> untuk dipecahkan –dan bukan kalimat
acak dari orang iseng yang mengerjainya- dari warna amplop yang
berwarna coklat itu, serta tulisan C-U di bagian depan amplopnya.
Kalau ada orang di dunia ini yang mengiriminya amplop kecil berwarna
coklat, cuma ada dua orang: yaitu kepala sekolah tempatnya belajar
sekarang-yang selalu digunakan untuk memberi info-info khusus kasus
yang harus mereka pecahkan- tiap minggunya, dan juga gadis itu.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Tulisan C-U di
depan amplop itu selalu ia sadari bermakna ganda. Makna pertama
adalah: C untuk inisial nama gadis itu, dan U untuk ‘<i>you</i>’
yaitu dirinya, orang yang dikirimi surat. Sehingga arti dari kalimat
itu dapat diartikan ‘surat dari C untuk Mu’. Dan yang khusus
adalah, tak ada orang lain lagi yang dikirimi /yang akan dikirimi
surat selain dirinya, sehingga tentu saja arti U adalah <b>hanya</b>
dirinya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“<i>Coz it’s
exclusive for you.”</i> katanya, saat satu kali pernah bertanya.
Kalimat simpel yang menjelaskan semuanya. Tapi juga tak menjelaskan
semuanya. <i>Kenapa?</i> Yang ia tahu, hatinya merasa senang ketika
mendengarnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Makna kedua
lebih ke arah lelucon. C-U dapat diartikan sebagai ‘<i>see you</i>’,
atau ‘sampai jumpa lagi’. Pernah dia berdebat sengit mengenai
masalah arti huruf C-U ini saat gadis itu mengiriminya amplop yang
kertasnya hanya berisi huruf C-U.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Apa itu
salah? <i>Coz</i>, aku hanya ingin memberitahumu kalau aku ingin
bertemu lagi denganmu besok pagi di kelas. Sekarang.” kata gadis
itu membela diri. “<i>it means ‘</i>see you<i>’..</i>”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tapi kamu
membuatku khawatir! Aku seketika datang ke kamarmu, mengira ada
apa-apa denganmu! Dan tadi malam, di sana ternyata kamu tertidur
pulas di atas kasurmu,” katanya berapi-api sambil nafasnya memburu
“tak terjadi apa-apa.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Gadis itu
terdiam seketika. Senyap, melihat ekspresi yang menatap tajam
matanya. “Iya, maaf membuatmu khawatir. Gak akan kuulangi..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Maka sejak saat
itu tiap amplop yang dikirim gadis itu kertasnya hanya berisi kalimat
sandi untuk dipecahkan. Tak ada lagi tulisan C-U. <i>No ‘see you’
more</i>.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Hingga
berbulan-bulan kemudian, malam ini, isi kertas dalam amplop itu
kembali bertuliskan C-U.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<span class="fullpost"> </span><br />
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<span class="fullpost">
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
***</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia melihat jam
dinding, jarumnya menunjukkan pukul 07:14. Sudah lebih dari 9 jam
berlalu sejak dia memutuskan bergelut dengan kalimat-kalimat itu.
Sejauh ini ia telah berhasil memecahkan dua dari tiga kalimat isi
pesan di amlop coklat itu. Dia merasa sangat khawatir sejak berusaha
memecahkan kalimat sandi itu tadi malam. Tulisan C-U itu muncul lagi.
<i>Apa artinya ini?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Kekhawatiran
ini semakin memuncak, ketika dia berhasil memecahkan kalimat yang
pertama. Kalimat yang kemungkinan besar berhubungan dengan tulisan
C-U itu.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>LAARSATNMOEYEATS</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Awalnya dia
mengira itu hanyalah kalimat <i>anagram</i> yang diacak seperti
seringkali gadis itu mengetesnya, dan berusaha membolak-balik kalimat
itu dengan pola-pola sederhana seperti biasanya. Tapi yang didapat
hanyalah kalimat acak kembali yang tak bermakna. Tak menemukan hasil,
dia menduga kalimat ini memiliki metode pemecahan khusus dengan pola
tertentu. Kalimat sandi.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Beberapa kali
dia mencoba berbagai teknik yang pernah dia pelajari di buku. Setelah
hampir satu jam, setelah mencoba puluhan cara yang ada, dia berhasil
memecahkannya dengan salah satu tekniknya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>laarsatnmoeyeats</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia menulis
ulang kalimat tersebut. Dia lalu menaruh tiap huruf secara berurutan
dari kiri ke kanan, menjadi awal dan akhir kalimat hingga bertemu di
tengah. Menjadi:</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>l
a a r s a t n m o e y e a t
s</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>l
a s t m e e t s a y o n a r
a</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>1
3 5 7 9 11 13 15 16 14 12 10 8 6 4 2</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>lastmeetsayonara</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>last
meet sayonara</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>Last Meet
Sayonara</i>. Lalu disusul dengan akhir kata ‘<i>see you</i>’.
Apa arti kalimat ini? Pertemuan terakhir? Selamat tinggal?</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pikirannya
melambung jauh. Dia membayangkan apa yang telah dialami, apa yang
sedang terjadi, bagaimana perasaan gadis itu ketika itu. Ketika
menulis kalimat sandi ini. Pikirannya semakin kuat ketika dia
memecahkan kalimat kedua dengan cara yang sama:</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>gaermaaussesbael</b></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Berubah
menjadi:</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<b>gemasebelassuara</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>Gema
Sebelas Suara.</b></i></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Suara. Gema.
Pikirannya berputar. Apa maksudnya? Apa yang bergema? Bersuara? Ingin
sekali dia menelepon gadis itu sekarang dengan <i>handphone</i>-tugas
yang sekarang tergeletak di sampingnya untuk menanyakan maksudnya.
Tapi dia merasa percuma. Satu-satunya nomor yang tersimpan di
<i>handphone</i> itu, yaitu nomor gadis itu, tidak aktif sejak dia
mencoba meneleponnya tadi malam. Kalaupun dapat tersambung, dia tahu
itu takkan memecahkan masalahnya. “<i>puzzle</i> ada untuk
dipecahkan, kan?” dia sangat yakin dengan kalimat yang akan
didapatkannya dari suara gadis di ujung sana.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pikirannya
kembali mengambang. Berpetualang. Mencari-cari. <i>Apa ini? Apa
maksud dari puzzle ini? Dia ingin bertemu untuk yang terakhir
kalinya?.. </i>Tiba-tiba ada kesedihan yang begitu dalam menyeruak
dari dalam hatinya. Mencekatnya erat tak bergerak. Kegelisahan,
kesendirian, ketidak-lengkapan, kehilangan, penasaran, berkumpul
menjadi satu rasa. <i>Dia akan pergi.. benarkah?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Kepalanya
berusaha keras dengan perasaan menggebu-gebu untuk mencari tahu makna
dari kalimat sandi tersebut. Hal ini adalah hal yang sangat mereka
sukai berdua. Jiwanya tertantang memecahkan berbagai teka-teki dan
mencari berbagai petunjuk. Tapi hatinya begitu ketakutan, sebaliknya.
Hatinya takut untuk mengetahui kebenaran dan maksud dari kalimat itu,
jika itu memang benar artinya adalah perpisahan. Hati kecilnya lebih
memilih untuk tak dapat memecahkannya. Tak mengerti maksudnya. Justru
mungkin dia berharap, tak mendapat dan mengetahui kalimat-teka-teki
ini.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia kemudian
sadar, dia tak ingin kehilangan sahabatnya itu.</div>
<br />
<br />
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br />
<br /></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
***</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Gema sebelas
suara. <i>Apa maksudnya? Sebuah waktu? Sebuah tempat? Sebuah
peristiwa? Apa itu? Lalu apa arti kalimat yang ketiga?</i> Dia bahkan
belum dapat memecahkan teka-teki yang ketiga. Selama enam jam lebih
dia berkutat pada kalimat ketiga dan memecahkannya dengan berbagai
teknik yang ada di buku pelajarannya, dia tetap tak menemukannya. Dia
merasa ketiga kalimat itu berhubungan, dan jika kalimat ketiga belum
terpecahkan, dia berpikir mungkin dia masih belum dapat mengerti
maksud kalimat ‘<i>gema sebelas suara’</i> itu.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia kembali
mengamati tulisan nama kontak di <i>handphone</i>-tugas itu. Nama
gadis itu. Satu-satunya daftar kontak yang ada di <i>handphone</i>-nya.
Begitu juga sebaliknya, namanya juga merupakan satu-satunya daftar
kontak yang ada di <i>handphone</i> gadis itu. Dua <i>handphone</i>
itu berpasangan. Hanya mereka berdua yang mendapat hak istimewa
mendapat <i>handphone</i> itu di angkatan mereka dan dipilih langsung
oleh kepala sekolah. Dua orang dengan nilai tertinggi selalu dipilih
di tiap angkatan tiap tahunnya untuk menjalankan tugas khusus
memecahkan kasus-kasus misterius di masyarakat di luar jam pelajaran.
<i>Handphone</i> lipat tersebut selain untuk berkomunikasi mereka
berdua ketika dalam penyelidikan kasus, juga sebagai pengenal bahwa
mereka adalah siswa khusus. Mereka dapat menunjukkan tanda segi enam
khusus yang ada di sisi luar <i>chasing handphone</i> tersebut
sebagai identitas ‘siswa khusus’ kepada polisi atau warga sipil
sekitar untuk kemudahan bantuan dalam penyelidikan kasus.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>Handphone</i>-tugas.
Begitu mereka berdua gemar menyebutnya. Meskipun terdapat aturan
tertulis bahwa <i>handphone</i> tersebut hanya boleh digunakan untuk
kepentingan penyelidikan kasus, mereka sering menggunakannnya untuk
komunikasi berdua –saling bercerita atau saling menukar kata sandi-
ketika mereka tak dapat berkomunikasi melalui surat, atau tak dapat
bertemu selama beberapa hari. Sering mereka menggunakannya berjam-jam
saling mengobrol di waktu malam untuk membahas segala hal.
Seringkalinya berhasil, hanya satu kali ketahuan. Mereka selamat
karena perkataan mereka berdua tepat dan sama persis: “kami
menggunakannya untuk membahas sidik jari pada pot ketiga pada kasus
253”. Mereka mengatakannya ketika mereka berdua diintrograsi secara
tersembunyi, terpisah,dan bersamaan. Tak ada hal yang patut dicurigai
oleh pihak sekolah pada mereka berdua, kecuali mereka bertindak lebih
jauh dengan mendengarkan rekaman telepon mereka berdua di kantor
pusat informasi. Entah sejak kapan, hubungan mereka dibangun dari
kepercayaan sangat tinggi, saling mengantisipasi, melengkapi, dan..
teka-teki.
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>Kenapa
handphone-nya ia matikan?</i> Dia masih bertanya dalam hati.
<i>Benarkah?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Seketika ia
terkesiap. Dua menit terakhir ia gunakan untuk mengenang kenangan
mereka berdua, bukannya memecahkan kata sandi itu. Hatinya berlawanan
dengan pikirannya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>Gema sebelas
suara. Sebelas.</i> Dia berusaha kembali fokus. Dia melirik kalender
duduk yang ada di mejanya. 11. Tak ada hal yang istimewa dengan angka
itu di kalender. Hanya tertulis hari Jum’at. Tak ada lagi.
Satu-satunya yang menarik perhatian hanyalah tanggal 15. Hari Selasa.
Hari ini. Dia melingkarinya dengan spidol warna hitam untuk
mengingatkan dirinya bahwa hari ini dia harus menyerahkan
berkas-berkas hasil penyelidikan dua kasus yang mereka tangani
sebulan ini. Dia kembali melihat sekeliling. Berfokus pada
benda-benda di mejanya, Entah kenapa, dia melihat kode tato di lengan
tangan kirinya. <i>K - 4 1 1 7 3 2</i>. Deret kode yang dimiliki tiap
anak di sekolah tersebut yang dipakai sebagai ‘nama baru’ mereka.
Deret kode yang membuatnya dipanggil dengan sebutan ‘K’ oleh
teman-temannya. Dia melekatkan pandangannya ke deret angka tersebut.
Percuma, tak ada yang bisa didapat. Mengerti arti deret angka itu
saja tidak. <i>Bukan ini.</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Sejak tadi dia
menyentuh kertas itu dengan tangannya, tapi tak ada yang terbaca. Tak
ada energi ataupun emosi sedikitpun yang tertinggal di kertas itu.
Dia selalu tak dapat ‘membaca’ gadis itu. Dia terus mencari-cari.
Rambut kemerahannya sejak tadi basah penuh keringat. Tak terkecuali
muka, leher,lengan dan hampir keseluruhan permukaan tubuhnya.
Pikirannya fokus, seolah tak merasakan hawa kamarnya yang selalu
mulai terasa panas ketika pagi tersebut. Matanya tertambat pada kotak
Rubix 4x4x4 yang ia dapatkan beberapa bulan lalu. Kotak rubix yang
selain memiliki enam sisi warna berbeda, juga memiliki angka
berurutan dari 1 hingga 16 di setiap sisinya. Dia membutuhkan waktu
dua bulan untuk menyelesaikannya, karena selain harus menyamakan
warna, dia juga harus mengurutkan ke-16 angka itu dalam waktu
bersamaan untuk dapat menyelesaikannya. Dia mendapatkan rubix
tersebut, setelah sanggup menyelesaikan tantangan dari gadis itu
untuk menyelesaikan kotak Rubix 3x3x3 dalam waktu lima belas menit
dan dia hanya membutuhkan waktu tujuh menit dalam sekali mencoba.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Lihat, tujuh
menit tiga puluh satu detik!” katanya sambil melihat di tangannya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tiga puluh
dua detik, Key!” kata gadis itu, mengkonfirmasi ulang. “tapi,
bagaimana bisa? Katanya kamu belum pernah menyelesaikan sebelumnya?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Entahlah.
Aku membutuhkan lima menit pertama untuk memikirkan logika
termudahnya. Lalu di sisa dua menit berikutnya aku hanya
menjalankannya perlahan. Hehehe..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“<i>I see</i>..
” kata gadis itu, mudah menangkap apa yang terjadi. Gadis itu
tersenyum, “sebagai gantinya, ingin hadiah apa?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hadiah?
Emm.. entahlah. Terserah aja.. aku hanya suka memecahkannya.”
katanya, juga tersenyum.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Bagaimana
kalau kotak Rubix?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kotak ini?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Bukan, yang
lainnya. Kamu sudah memecahkan yang satu ini. Rubix jenis lain.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oh ya? Ada
yang lain?” katanya antusias.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tentu saja.
Ada banyak..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Enam belas.
Bagaiamana kalau kotak Rubix 4x4x4? Adakah?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ada. 5x5x5
juga ada kok.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Gak, yang
4x4x4 aja.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kenapa? Yang
lebih mudah? Hehehe..” gadis itu tertawa kecil.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Bukan.”
katanya yakin. “Karena aku suka angka 16. Menandakan bentuk
persegi. Bujur sangkar. Kuadrat. 4x4. Dapat dibagi 2. Angka 16 itu
adalah angka yang sempurna dan seimbang. Kalau itu dijadikan bentuk
ruang menjadi bentuk ruang balok yang sempurna. Pernah
memikirkannya?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahahaha!..”
Gadis itu tertawa lepas. “Kamu itu aneh. Itu kan hanya angka..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Biarlah..
Manusia hidup itu harus menyukai sesuatu. Dan aku suka angka 16 dan
balok.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Iya.. tapi
kenapa 16?” sanggahnya. “Kenapa bukan angka 7? Atau 9? Banyak hal
yang dimulai dengan 7, seperti langit ketujuh, surga dan neraka lapis
tujuh, kaya tujuh turunan, agen 007, dan lain-lain. Angka 9 juga
banyak dipercayai oleh banyak orang sebagai angka bagus. Angka yang
membawa keberuntungan..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Aku gak
suka, itu aja. Lagipula, pandanganku tentang keberuntungan itu beda.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oh ya?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Menurutku,
keberuntungan itu dibentuk dari usaha kita. Keberuntungan itu reaksi
dari aksi. Aksi, tindakan kita. Semakin sempurna apa yang kita
lakukan, maka keberuntungan kita semakin besar. Mungkin keberuntungan
tak dapat ditebak, tapi dapat dibentuk dan diarahkan. Orang yang
semakin sering berlatih, semakin menyempurnakan tindakan, semakin
banyak ilmu dan pengalaman, sensitifitas akan hal terkecil, adalah
orang yang paling beruntung. Keberuntungan itu kecelakaan yang hanya
terjadi pada yang siap menerimanya.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oh..
keren!...” kata gadis itu dengan mata berbinar. “Aku setuju!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Lagipula,”
katanya lagi. “kita menyukai sesuatu hanya pada hal yang cocok
dengan jiwa kita, kan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tapi,”
kata gadis itu kemudian, “setelah mendengar kamu menjelaskannya,
aku jadi ikut suka dengan angka 16. Iya ya, angka itu seimbang.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahahaha..
sekarang kamu yang aneh. Masa menyukai sesuatu hal karena orang
lain?!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Biar.
Manusia hidup itu harus menyukai sesuatu.” gadis itu membela diri.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hei, itu
kalimatku..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Baiklah,
rubix 4x4x4 ya..” Gadis itu memakai caranya untuk memutus
perdebatan. Dia tersenyum. “Besok.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia kembali
tersenyum ketika mengingat hal itu. Sejak saat itulah gadis itu
menyukai angka 16 dan balok, seperti dirinya. Begitu banyak hal telah
mereka lewati berdua sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Banyak
hal. Sekali lagi, rasa kehilangan itu menyeruak pekat secara
tiba-tiba. Membenamkan perasaannya jatuh ke dasar paling dasar.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Matanya kembali
melihat jam dinding. Sekarang menunjukkan pukul 07:17. Kalau saja
bukan karena berkas-berkas ini dan dia meminta ijin untuk tidak
mengikuti pelajaran jam pertama dan kedua, dia pasti sudah terlambat
masuk ke kelas sekarang.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br />
<br /></div>
<br />
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
***</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Lingkungan
bangunan sekolah yang dibangun sejak tahun 80-an itu tenang. Semua
anak yang sedang mengikuti pelajaran khidmat mendengarkan kalimat
yang dijelaskann oleh masing-masing guru di kelasnya. Pohon Asam yang
tumbuh besar tepat di samping lonceng tua berkarat yang biasa
dibunyikan untuk tanda masuk dan bubarnya kelas itu memberikan kesan
sejuk sepanjang hari, seolah tak pernah mengenal teriknya siang hari.
Dinding kayunya yang bercat putih memberi efek pencahayaan yang
cukup, mengimbangi luasnya cabang pohon asam yang menutupi hampir
tiga per empat cahaya matahari yang masuk.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Lonceng yang
memiliki ukuran diameter kira-kira sepanjang 2 meter tersebut
terletak di atas menara di ujung lorong, yang memiliki atap di
atasnya agar lonceng tersebut terhindar dari terik matahari. Jika
saja sang pembangun sekolah ini tahu bahwa pohon asam kecil dua puluh
tahun lalu itu bisa sebesar sekarang, mungkin dia akan merasa percuma
membangun atapdi atas lonceng. Menara lonceng tersebut terletak di
ujung lorong berbelok, yang membentuk huruf ‘U’ bersiku jika
dilihat dari atas. Jika ditanya alasannya, untuk mengelilingi sebuah
lapangan kecil berumputlah mengapa lorong tersebut dibuat berbelok
dua kali dan membagi lorong tersebut menjadi tiga lorong bersambung.
Sembilan kelas. Tiga kelas per lorong. Siapapun tak akan menyangka
tiga kelas yang tersisa itu bukanlah digunakan untuk pengajaran untuk
pendidikan anak SD, melainkan sekolah pengajaran khusus untuk
anak-anak yatim piatu yang berkemampuan khusus.
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ayo, Nona
See!” kata seorang pria tua paruh baya dengan pakaian jas lengkap.
Dia berusaha keras berteriak sambil mendongak ke atas menara lonceng
agar suaranya terdengar. “Turunlah! Kita segera mau berangkat!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“11 menit 11
detik lagi, kan?” katanya yakin. Rambut pirangnya terlihat agak
kecoklatan tertimpa bayangan dari cabang dan daun pohon asam. “Aku
masih mau menunggunya di sini sebentar lagi..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pria paruh baya
itu melihat jam tangannya yang berwarna keemasan sekali lagi. Pukul
07:18. Lebih beberapa detik. <i>Seperti biasa, selalu tepat.</i>
“Baiklah! Saya cuma ingin memastikan!..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Gadis itu tak
menjawab. Dia tak peduli, seolah-olah segala yang terjadi telah
diketahuinya lebih dulu. Bersandar pada kedua lengannya, matanya
memandang lurus ke depan melihat pepohonan di bukit-bukit jauh di
seberang. Juga tampak sejuk seperti tempatnya sekarang. Pikirannya
melambung tinggi, tak benar-benar berada di bukit itu. <i>Apa yang
dilakukannya sekarang, ya? Apa dia mampu memecahkannya?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hihi..
mungkin dia akan kesulitan..” gadis berkulit putih itu tersenyum.
Dia tak kuasa menahan imajinasinya membayangkan ekspresi anak
laki-laki itu tiap kali berusaha memecahkan teka-teki atau hal
misterius dari kasus yang mereka pecahkan bersama. Ekspresi serius
mencari petunjuk, mencari jawaban dari pertanyaan ‘apa?’ dan
‘mengapa?’ di kepalanya, mengumpulkan apapun pecahan-pecahan hal
terkecil di sekitarnya, kemampuan merangkai tiap hal dan
mensimulasikan dan memikirkan percabangan serta kemungkinan yang
dapat terjadi sesuai fakta, mencocokkan dengan segala motif, dan
terakhir: menemukan jawabannya. Meskipun di luar selalu terlihat
ceria, tapi sangat misterius di dalam.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia masih ingat
ketika pertama kali bertemu anak laki-laki itu ketika baru masuk ke
sekolah ini hampir setahun yang lalu. Anak itu mengulurkan tangannya
duluan tanpa berkata apapun.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hai, aku <i>C
– 1 4 1 1 2 3</i>.” kata See waktu itu. Dirinya menjabat tangan
yang ditutupi sarung tangan kulit itu sambil tersenyum kecil. “Yang
lain biasa memanggilku: <i>See</i>. Sesuai huruf terdepan dari
kodeku.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Anak laki-laki
itu tak merespon. Mereka saling berpandangan dalam waktu lama.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kau juga
pasti memilikinya.” Masih teringat, dirinya ketika itu lalu membuka
sarung tangan yang menutupi tangan kirinya. Dirinya hanya memakai
sarung tangan di tangan kiri agar tanda itu tak terlihat. Seketika
terlihat tanda tato kecil dengan bentuk deret kode biner yang diikuti
di bawahnya deret huruf dan angka yang bertuliskan: C – 1 4 1 1 2 3
di punggung tangannya. Dirinya lalu menunjukkannya. “Seperti ini.
Semua anak di sini memiliki ini di tubuhnya. ”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oh,” anak
laki-laki itu sekejab tersadar, seperti kembali ke dunia nyata. “Ini,
di lengan kiriku. Baru kemarin mereka membuatnya di sana.” Dapat
langsung terlihat, lengan kiri tersebut ditutupi kapas yang ditempel
dengan plester di sekelilingnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia terdiam
mengamati anak laki-laki itu sesaat. Tak dapat langsung menjawab
dengan refleks. “Em, ya.. Butuh sekitar satu bulan untuk kering.
Mereka memakai tinta khusus.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Anak laki-laki
itu kemudian mengambil sobekan kertas kecil di saku bajunya. “Emm..
aku..” dia lalu membacanya. “K – 4 1 1 7 3 2.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Hening sesaat.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Emm.. Hai,
<i>Key</i>.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Hening kembali.
Mereka saling memandang. Mereka saling mengamati tiap gerak terkecil
dan mimik ekspresi dari lawan bicara di depan mereka. Mereka
seolah-olah ingin mengkonversi waktu beberapa bulan yang dibutuhkan
untuk mengenal kepribadian seseorang hanya menjadi beberapa detik.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya..” anak
laki-laki itu berusaha keras tersadar. “Wah.. jadi Key, ya? Oh ya,
maaf pembicaraannya menjadi kaku gini. Kesalahanku tiap bertemu orang
baru, selalu berusaha ingin mengetahui dan ‘membaca’ orang itu
lebih dulu.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia sedikit
terkejut. “Hehehe, kok sama ya.. Aku juga melakukan hal yang sama.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Iya,
hehehe.. Seharusnya aku melihatmu ketika berinteraksi dan berbicara
dengan orang lain dulu selama beberapa menit, baru berkenalan. Jadi
pembiacaraan kita gak kaku begini.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahaha..
tahu gak, aku juga tadi berpikiran sama lho ketika baru bersalaman
tadi!..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Benarkah?
Hahaha..” kata anak laki-laki itu. “Mungkin kita manusia
sejenis..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahaha..
mungkin.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tahu gak,
aku sering berpikir: apa yang akan dilakukan saat dua orang jenius
saling bertemu untuk pertama kalinya? Apa yang pertama kali
dilakukan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“SALING
MEMBACA PIKIRAN!!” kata mereka berdua serentak.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahahahaha!..”
mereka berdua tertawa bersamaan sambil saling berpandangan.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Haha.. aku
tak menyangka kalau ada orang yang juga pernah memikirkan hal itu.”
Katanya. “Dan kau adalah anak laki-laki dan manusia pertama yang
berpikiran sama denganku!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahaha.. Aku
juga.” jawab anak laki-laki itu. “Hai, aku Key.” Dia
mengulurkan tangannya untuk kedua kalinya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Aku See.”
Dia menjabat tangannya untuk yang kedua kalinya. Itulah kali pertama
mereka bertemu, di perjumpaan yang kaku namun penuh kejujuran.
Perjumpaan dua orang yang senasip dan mampu saling merasakan,
mungkin.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Sejak saat itu
mereka berdua sering mengobrol dan saling bertukar pikiran. Mereka
seperti baru pertama kali bertemu orang sejenis yang mengerti mereka
satu sama lain. Seperti kalimat yang selalu mereka sukai: “Anjing
dapat merasakan kehadiran anjing lain. Iblis sanggup merasakan
kehadiran iblis lain. Orang aneh dapat merasakan kehadiran orang aneh
lainnya.” Dan mereka selalu tertawa terbahak-bahak tiap kali
selesai mengatakan kalimat itu secara bersamaan. Pemikiran mereka
sering sama dan serupa. Sering mereka membahas tentang kehidupan,
terkadang tentang cinta, tak jarang tentang pola berpikir dan
pemahaman tentang dunia, dan kebanyakan tentang teka-teki, symbol,
arti, bahasa-bahasa asing, ataupun manipulasi pikiran. Mereka berbagi
hal-hal yang mereka sukai dan juga yang mereka benci. Seringkali
mereka sepaham, tapi tak jarang juga berselisih paham tentang teori
atau suatu hal yang mereka temui.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia teringat
satu kali ketika belajar di kelas, Pak Tano, guru yang mengajar
pelajaran tentang Time Management bertanya kepada seluruh murid di
kelasnya ketika memulai kelasnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Anak-anak,
menurut kalian, apa yang paling berharga bagi manusia di dunia ini?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Untuk sesaat
kelas menjadi hening. Para murid tahu, ini adalah kalimat jebakan.
Jawaban dari kalimat ini pasti bukan jawaban umum yang biasa dijawab
orang awam pada umunya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ilmu
Pengetahuan!” jawab beberapa anak seketika.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hmm..” Pak
Tano bergumam.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Kelas kembali
beku. Semua anak terlihat berusaha memikirkan jawabannya. “Ada
lagi?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kebijaksanaan,
Pak!” jawab satu anak lainnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kecerdasan!”
yang lainnya tak kalah.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pak Tano
tersenyum senang. “Hmm.. jawaban-jawaban yang <i>brilliant</i>!
Bagus! Ada jawaban yang lain lagi?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Hening kembali.
Ini terasa mulai berat ketika semua hal yang terlintas di pikiran
kita telah diutarakan oleh orang lain. <i>Apa lagi yang mungkin?</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Semua anak
berpikir keras, mencari jawaban-jawaban lain yang mungkin. Atau, jika
beruntung, jawaban yang diinginkan Pak Tano yang sebenarnya. Key
kemudian tiba-tiba mengangkat tangannya. “Waktu, Pak!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Ekspresi wajah
Pak Tano berubah seketika, seolah-olah dia baru menemukan sebongkah
besar emas ketika mendulang emas di sungai. “Benar! Waktu.” Pak
Tano tak perlu menggiring anak-anak untuk mencari jawabannya lebih
jauh lagi.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Semua wajah
anak menoleh ke arah Key. Lalu berganti kembali ke arah Pak Tano,
ketika orang tersebut menjauh dan mengambil kapur di bagian bawah
papan tulis.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“WAK… TU.”
Pak Tano lalu menuliskan tulisan ‘waktu’ di papan tulis dengan
huruf besar. “Kenapa waktu? Key, bisa jelaskan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya..” Key
agak tergagap. “Itu.. Em.. Mudah. Segala hal di dunia ini terikat
oleh waktu. Segala proses aksi reaksi tak dapat dipisahkan oleh
waktu. Begitu juga dengan kehidupan manusia. Manusia dapat berhasil
jika dia dapat memanfaatkan waktu dalam hidupnya sebaik-baiknya.
Waktu juga berarti kesempatan bagi manusia. Sesuatu yang dapat
membuat mereka memperbaiki kesalahannya, atau melakukan apa yang
diinginkannya dengan sebaik-baiknya. Melalui waktulah, manusia dapat
menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Melalui waktu, manusia mencari
pengalamannya, bertemu orang-orang yang disayanginya seperti
keluarga, teman, sahabat, menemui masalah yang menempanya, belajar
hal baik dan buruk. Manusia berubah karena waktu. Waktu, yang
membiarkan semuanya terjadi. Itu menurut pendapat saya, Pak.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya, bagus
sekali,” jawab Pak Tano puas. “Seperti itulah kira-kira yang..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Pak!” See
tiba-tiba mengangkat tangannya ketika itu.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Semua anak
menoleh, tak terkecuali Pak Tano. “Ya?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Menurut
saya, yang terpenting yang dimiliki manusia adalah.. ingatan.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pak Tano diam
sesaat. “Ingatan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya.
Ingatan.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Bisa
jelaskan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See terlihat
berpikir sebentar. Dia berusaha menggali, mencoba mencari susunan
kata yang paling mudah menggambarkan pikirannya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Begini..
manusia terus melalui perjalanan hidupnya dan belajar tanpa henti.”
See memulai. “Manusia melakukan itu untuk apa? Untuk mendapat
pengalaman. Untuk mencetak segala hal yang telah dilaluinya agar
permanen di pikirannya. Untuk mengingat. Manusia menggunakan ingatan
untuk melakukannya. Manusia belajar, membaca buku berulang-ulang juga
bertujuan agar dapat mengingat. Selama hidupnya, manusia terus
menjalani hidupnya dengan proses mencetak ingatannya, entah tanpa
disadari ataupun tidak. Ingatan itu begitu berharga. Kenapa? Karena
ingatan menyimpan informasi, seperti layaknya memori. Ingatan
mencetak segala hal yang dilakukan, dilalui, dan juga diajari. Sebuah
<i>track record</i>. Itulah mengapa ada seseorang yang dapat diburu
seluruh agen di seluruh di dunia karena informasi yang diketahuinya.
Seseorang dapat ditentukan hidup atau matinya, seringkali dari
informasi yang dimilikinya. Manusia dapat mencapai puncak tertinggi,
memiliki ilmu pengetahuan tiada batas, pengalaman, harta benda
melimpah dan juga kedudukan. Tapi bagaimana jika dia dalam sekejab
hilang ingatan? Tiba-tiba semua informasi di dalam kepalanya hilang,
atau tak terbaca? Dia kembali nol. Tak berharga. Itulah mengapa
ingatan itu harganya tak ternilai dibandingkan dengan apapun. Kita
mungkin dapat kehilangan seseorang yang kita sayangi, tapi ingatan
ketika bersama orang itu, kasih sayang, senyuman, perkataan orang
itu, dapat selamanya hidup dalam ingatan kita. Terus membekas dan tak
ingin kita lupakan selamanya. Bahkan ingatan seringkali terasa lebih
nyata dari kenyataan. Menurut saya itu, Pak. Ingatan. Yang paling
berharga dari manusia itu adalah ingatan yang dimilikinya. Manusia
dinilai dari pikirannya, kan? Maukah anda menukar semua ingatan yang
anda miliki saat ini dengan segala hal berharga di dunia? Ditukar
dengan harta benda? Atau mungkin, ditukar dengan waktu hidup yang
lebih lama? Sangat konyol jika ada yang bersedia, karena ketika
mereka mendapatkannya, mereka telah lupa semuanya dan semua hal yang
didapat itu menjadi tidak berharga lagi.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Semua mata
terpana melihat See ketika menjelaskan pemikirannya saat itu. Pak
Tano, yang terkagum dengan kalimat super tajam yang baru didengarnya
dari muridnya tersebut, secara refleks bertepuk tangan.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Semua anak-anak
ikut bertepuk tangan, mengikuti Pak Tano. Key juga tak ketinggalan
ikut menggambarkan kekagumannya. Suasana di kelas menjadi riuh
seketika.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Anak-anak,
kalian seharusnya bangga memiliki teman seperti See ini. Dia mampu
memberi gambaran serta membuka pemikiran kita tentang betapa
pentingnya ingatan kita..” berbeda dengan sebelumnya kali ini, Pak
Tono berbicara dengan semangat yang menggebu-gebu. “See baru saja
membuka pikiran bapak, ternyata benar, ingatan kitalah hal yang
paling berharga di dunia. Benar, jika mungkin ada seseorang yang
tiba-tiba menawari saya bahwa dia dapat menghidupkan kembali istri
saya yang tercinta tapi sebagai gantinya semua ingatan saya tentang
istri saya dihapus, saya tidak akan menerimanya. Kalaupun itu bisa
terjadi, lalu untuk apa? Saya menjadi tidak ingat lagi tentang istri
saya, padahal kenangan dan ingatan itulah hal yang paling berharga.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Pak Tano lalu
terdiam sesaat. “Saya akan lebih memilih semuanya berjalan seperti
ini saja. Dia terus hidup abadi dalam ingatan saya..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Suasana dalam
kelas itu tiba-tiba hening sesaat.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See masih
tertegun melihat bukit nan jauh di sana. Awan sedikit bergulung di
atasnya. Beberapa camar terlihat mengepakkan sayap di atas langit.
<i>Mereka pasti membuat sarang di salah satu pepohonan itu.</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Ia mengambil
buku gambarnya di tasnya. Ia ingin menggambar sesuatu. <i>9 menit..
masih sempat.</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia kembali
ingat, di kelas itu setelahnya Pak Tano menjelaskan tentang peranan
waktu dan pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Beliau juga
menjelaskan tentang sifat manusia yang ingin mengendalikan waktu
dengan membuat segala hal berjalan sangat cepat dan akhirnya mereka
justru diperbudak oleh waktu itu sendiri. Manusia tak terbebas dari
hukuman era modern abad ini yang mereka ciptakan sendiri, yaitu:
Jadwal. Beliau juga menjelaskan sedikit tentang keinginan manusia
yang ingin menciptakan mesin waktu dan apa yang ingin dicapainya oleh
benda itu. Manusia ingin memiliki dan mengetahui segala hal. Manusia
ingin memperbaiki kesalahannya di masa lalu agar masa depannya lebih
baik lagi. Di inti pembicaraan, Pak Tano menjelaskan bagaimana
mengefisienkan waktu dalam kehidupan sehari-hari pada murid di kelas
itu agar lebih bijak lagi dalam memanfaatkan waktu.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kalau ada
mesin waktu, pasti enak ya..” kata Key, ketika waktu istirahat
siang, saat mereka berdua duduk santai di pinggir lapangan rumput
sambil melihat beberapa anak main kejar-kejaran dan sepak bola. Sudah
jelas, pelajaran dari Pak Tano tadipagi mempengaruhi pikirannya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Memangnya
mau apa, kalau ada mesin waktu?” timpal See seketika.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ah, tapi
gak. Gak mungkin mesin waktu itu ada.” Key menyangkal kalimatnya
sendiri. “Dipikir seperti apapun, teknologi secanggih apapun, itu
gak mungkin. Banyak benda-benda teknologi super canggih di jaman
sekarang yang dikembangkan dan diciptakan yang bersumber dari
imajinasi dan impian orang jaman dulu yang dianggap mustahil utuk
dapat terwujud. Dan pasti akan ada banyak benda lagi yang kita
bayangkan sekarang mustahil, yang mungkin akan dibuat menjadi nyata
di masa depan. Semuanya imajinasi itu mungkin, tapi tidak dengan
impian orang tentang mesin waktu. Logikaku masih belum dapat
membayangkan bagaimana logika tentang mesin waktu. Lagipula mesin
waktu itu adalah sebuah benda fisik kan? Sebuah mesin kan? Tak ada
satu partikelpun di semesta ini yang tak terikat kontrak hukum oleh
waktu.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See hanya
mengangguk perlahan, menunggu penjelasan selanjutnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Jika memang
mesin waktu itu dapat dibuat, bagaimana mesin itu dapat melintasi
waktu? Misalkan, jika mesin itu melewati waktu 30 tahun ke depan dari
sekarang, bagaimana kondisi mesin itu mampu tetap, tanpa mengalami
korosi yang seharusnya dialami benda selama 30 tahun? Ya, kan?
Kalaupun mampu membuat pelindung atau selubung energi untuk
melindungi agar mesin dari mesin waktu terpisah dari efek waktu,
bagaimana caranya? Kita hanya dapat membengkokkan ruang dan waktu,
tapi membuat teknologi yang terpisah dengan hukum waktu, itu tidak
mungkin.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hmm.. ya,
aku setuju dengan pemikiranmu barusan.” kata See, akhirnya. “Ini
yang aku pikirkan, jika memang dapat menembus waktu ke masa depan,
misal ke 30 tahun dari sekarang, mesin waktu dan orang yang
menjelajahi waktu tersebut seharusnya akan mengalami kerusakan sebuah
benda atau tubuh manusia selama 30 tahun. Setelah sampai di masa
depan, orang tersebut akan menjadi tua, dan mesin tersebut mungkin
rusak. Jadi, sebenarnya mesin waktu itu hanya ‘mempercepat waktu’,
bukan ‘menjelajah waktu’.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Wow..” Key
tampak antusias. “Teruskan.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya, itu
hanya mempercepat waktu. Jadi, jika dia menjelajahi selama 30 tahun
ke depan, dia akan mempercepat proses tersebut dan sampai dengan
sangat cepat. Istilahnya, dia mempercepat umurnya sendiri.
Sebenarnya, yang dia alami adil, seperti yang dialami oleh orang
biasa yang melewati kehidupannya selama 30 tahun ke depan dengan
wajar. Bedanya, dia mencapainya lebih cepat, menurut yang diarasakan
pikirannya tentunya. Sedangkan yang lainnya melalui proses normal.
Misal, ada 2 orang A dan B. Si A dan B adalah saudara kembar dan
memiliki umur sama. Ketika berumur 15 tahun, karena tidak sabar si A
menggunakan mesin waktu untuk melewati 30 tahun ke depan. Menurut
yang dia rasakan, dia mencapainya selama 2 menit dengan mesin waktu.
Sesampainya di masa depan 30 tahun kemudian, ternyata dia menua
hingga berumur 45 tahun, dan saudaranya si B juga berumur 45 tahun.
Tentu saja si A meninggal dunia karena perbedaan waktu yang
super-cepat ini. Kenapa? Karena saudaranya si B melanjutkan hidupnya
selama 30 tahun dengan hidup wajar, sedangkan si A menghabiskan
waktunya selama 30 tahun diam di dalam mesinnya tanpa melakukan
apapun. Si B merasa kehilangan saudaranya sejak berumur 15 tahun
karena hanya melihat saudaranya terdiam seperti patung selama 30
tahun di dalam mesinnya. Perbedaan waktu 2 menit di dalam mesin waktu
dan 30 tahun di dunia nyatalah yang menyebabkannya. Seperti halnya
kamu makan 1 kue selama 2 menit, tapi kegiatan itu diperlambat
menjadi selama 30 tahun. Sedangkan tubuhmu masih tetap membutuhkan
ratusan ribu kue selama 30 tahun dan mengalami sistem metabolisme
tubuh manusia seperti halnya orang hidup di waktu normal.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kerenn!!
Satu teori lagi tentang mesin waktu!..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Tapi itu
hanya pemikiranku sih,” katanya kemudian. “Belum tentu benar.
Lagipula masih ada yang kurang..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya, selubung
energi untuk melindungi partikel yang mengalami percepatan waktu itu,
agar hanya mengalami proses waktu seperti di dalam mesin, bukannya
ikut terseret hukum waktu di luarnya dan ikut menua secepat itu.
Masalahnya, kalaupun dapat membuat selubung energi itu, membutuhkan
enegi sebesar apa? Lalu apa resikonya? Aku yakin,
seminimal-minimalnya itu akan merusak partikel ruang dan waktu dengan
radius satu kilometer. Dan tak mungkin diperbaiki.” Kata Key
menjelaskan.
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Benar.
Resiko dari merusak hukum alam Tuhan.” See meihat ke langit biru,
mencoba mencari sesuatu. “Resiko dari keegoisan manusia yang ingin
menguasai sang waktu. Lagipula, kita hanya dapat mempercepat maju ke
depan, ke masa depan. Tak ada jalan kembali untuk mundur ke belakang,
ke masa lalu. Karena waktu itu memiliki arus untuk ke arah masa
depan. Kita hanya dapat mempercepat, atau memperlambatnya. Namun tak
dapat mundur ke belakang. Sehingga tak ada istilah yang namanya
‘merubah masa lalu untuk merubah masa depan’. Itu hanya ada di
film-film luar negeri. Teori dari Albert Einstein tentang membelokkan
‘ruang dan waktu’, yang katanya sebuah lubang hitam itu merupakan
gerbang ‘teleport’ ke lubang hitam lain-pun belum dapat
dibuktikan. Meskipun teori tersebut menjelaskan bahwa bagian dalam
lorong itu mempersingkat waktu lintasan dari jarak dua lubang hitam
yang ber-milyar tahun cahaya menjadi sekejab itu benar, tapi kita tak
mungkin melakukannya. Gaya grafitasi lubang hitam itu sangatlah
besar, hingga dapat menyedot cahaya di alam semesta sekitarnya. Semua
benda yang masuk, tanpa terkecuali tubuh manusia, pasti akan hancur
sebelum mencapai gerbang lorong satunya, meskipun sekejab.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya.. dilihat
dari sudut manapun, Tuhan tak mengijinkannya, manusia untuk
menjelajahi waktu.” Key menyimpulkan kalimatnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ya… kita
sependapat.” See mengangguk.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Untuk sesaat
mereka menikmati langit biru dan semilir angin yang berhembus di
tengah udara lapangan berumput tersebut. Anak-anak yang tadinya asik
bermain sepak bola, beberapa di antaranya duduk untuk istirahat.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Eh,
ngomong-ngomong tentang menjelajah waktu, aku punya sebuah
permainan.” See langsung berwajah ceria, yang kemudian sibuk
merogoh tas ranselnya. “keluarkan pulpen dan buku catatanmu.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Eh?” Key
lalu ikut mengeluarkan pulpen dan buku catatannya. “Oke..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Sudah siap?”
Key mengangguk.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Sekarang,
coba tulis sebaris kalimat di kertasmu. Setelah selesai, tutup
catatanmu. Aku akan mencoba menjelajah waktu, dan menuliskan kalimat
yang sama untukmu.” kata See, berwajah serius.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hehe.. <i>Is
it a trick?</i>” Key curiga melihat gelagat temannya satu ini.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Yee.. Bukan!
Ini beneran!” See agak jengkel, keseriusannya diremehkan. “Udah
deh!.. ikut aja permainannya..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahaha!..
Oke, oke.. aku akan ikut permainan..” Key kemudian ikut serius.
“Terserah ya, pokoknya sebaris kalimat?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See hanya
mengangguk. Dengan buku catatan membelakangi posisi See, Key mulai
terlihat menggerakkan pulpennya. See terlihat mencurahkan
konsentrasinya ke anak-anak yang berada di lapangan. Seperti layaknya
pesulap di televisi yang akan menebak kartu yang dipilih penonton, ia
ingin memastikan apa yang dilakukannya: <i>aku tak melihat apapun.</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oke, sudah.”
kata Key kemudian. Ia menaruh pulpennya di bawah, membalikkan buku
catatannya ke arah bawah dan menaruhnya di atas pahanya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Wow,
cepat..” See kembali berkonsentrasi ke permainan. Ia mengambil buku
catatan dan pulpennya. “Benar sebaris kan?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Key tak
merespon. Tangannya memegang buku catatannya sangat erat dan matanya
sangat fokus berkonsentrasi pada tiap gerak-gerik yang dilakukan oleh
See. Jika ini adalah sebuah trik sulap, sekaranglah See akan
melakukannya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Haha..
santai aja..” See dengan mudah mampu merasakan tekanan itu. Dia
mulai menulis. “Oke, akan kutulis.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dia terlihat
menulis sesuatu yang panjang. Sesaat dia berhenti menulis, menatap
tajam mata Key, lalu kembali menulis. Beberapa kali dia berhenti, dan
seolah-olah berfikir atau menduga-duga, lalu kembali menulis.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Setelah kurang
lebih 3 menit, ia berhenti menulis. Ia menaruh pulpennya di bawah,
membalikkan buku catatannya menghadap ke bawah menaruhnya di atas
paha, persis seperti yang Key lakukan.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Ah, lama
nih!..” kata Key pertama kali bersuara.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Menurutmu,
apa aku bisa menebak yang kamu tulis?” kata See.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Gak mungkin
ah!”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Kenapa gak
mungkin?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Yah.. aku
tadi gak melihat gerak-gerikmu mengintip tulisanku. Satu-satunya cara
adalah membaca pikiranku. Dan aku ragu kamu bisa membaca pikiranku.
Hahaha..”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Hahahaha..
begitu ya.. Bagaimana kalau aku bisa menebak dengan benar?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Gak mungkin!
Kulihat tadi kau seperti menulis kalimat yang panjang, sedangkan yang
kutulis di bukuku adalah kata yang pendek. Lagipula kemungkinan untuk
benar menulisnya adalah sangat kecil.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oke, untuk
pertama kalinya, apa kalimat yang kamu tulis?”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oh, sudah
boleh?” kata Kay. “<i>Lorem Ipsum.</i>”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Oke, ayo
kita bertukar buku catatan.” Kata See akhirnya. See mengangkat buku
catatannya lalu memberikannya kepada Key. Hal yang sama, juga
dilakukan oleh Key, sehingga buku mereka akhirnya saling tertukar.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Mereka saling
memandangi buku catatan tersebut.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Key segera
bersuara. “Hahaha.. lihat! Apa yang kau tulis tak…” tapi Key
tak melanjutkan kalimatnya. Tak dapat melanjutkan. Suasana menjadi
sunyi senyap seketika. See juga tak bersuara, ikut menyempurnakan
keheningan mereka berdua.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Suasana masih
hening untuk beberapa saat. Berkali-kali mata Key berganti-ganti,
antara melihat tulisan di dalam catatan, melihat ke wajah See,
kembali ke tulisan dalam catatan, kembali melihat wajah See.
Berulang-ulang. “Bagaimana.. bisa?” ia bergumam pada dirinya
sendiri.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See masih diam
dan terus mengamati ekspresi terkejut dari Key.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
“Bagaimana
bisa?” Key kembali mengatakan kalimat yang sama. Kali ini sebuah
pertanyaan. Tentu saja untuk See.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
See hanya
tersenyum. “Mungkin sedikit beruntung.”</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Key terdiam.
Seolah begitu banyak hal yang sedang dipikirkannya. Ia berusaha
mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia bertanya-tanya, kemungkinan
apa saja yang dapat menghasilkan fenomena seperti ini. Ia tanpa sadar
meletakkan buku catatan See. Buku catatan yang halaman jelas tulisan
tangan See.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm;">
<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>-Ah, lama
nih!</b></i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>-Gak
mungkin ah!</b></i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>-Aku tadi
gak melihat gerak-gerikmu mengintip tulisanku. Satu-satunya cara
adalah membaca pikiranku. Dan aku ragu kamu bisa membaca pikiranku.</b></i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>-Gak
mungkin! Kulihat tadi kau seperti menulis kalimat yang panjang,
sedangkan yang kutulis di bukuku adalah kata yang pendek. Lagipula
kemungkinan untuk benar menulisnya adalah sangat kecil.</b></i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i><b>-Oh,
sudah boleh? Lorem Ipsum.</b></i><br />
<br />
<br /></div>
<br />
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
***</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<i>6 menit.</i>
See telah selesai menggambar di buku gambarnya. Ia menyobek halaman
kertas itu, dan melipatnya sebanyak dua kali sehingga ukurannya
sekarang menjadi seperempatnya.</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Secara
samar-samar, terdengar suara langkah kaki orang yang sedang berlari
dari kejauhan. Suara itu perlahan menjadi semakin keras dan keras
hingga menjadi semakin jelas dan dekat.
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Dari atas atap,
dia mendongak ke arah bawah di kejauhan. Terlihat seorang anak
laki-laki berlari menuju ke arah sekolah itu. <i>Dia akhirnya
datang..</i></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
Bersambung..</div>
<div style="margin-bottom: 0.11cm; text-indent: 0.64cm;">
<br />
<br /></div>
</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-58083899148073680382011-08-19T08:39:00.007+07:002011-08-19T09:16:15.240+07:00-orang dewasa..-<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CW@rnet%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><span style="font-size: small;"><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="State" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype></span><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika kita masih kecil, sebagian besar dari kita ingin terus menjadi anak kecil yang terus bermain-main dan bebas dari tanggung jawab. Gue masih inget pas kecil, tiap hari kita habis pulang sekolah bermain sama temen, seharian gak mandi, ngelayap keluar rumah seenaknya tanpa make sandal, maen kelereng, beli jajan, es dan mainan sesuka hati, <s>buang air besar sembarangan,</s> pulang dimandiin, setelah mandi, makanan siap tinggal dimakan, sore dan <i>weekend full</i> nonton kartun di TV, lalu malam ketika waktunya belajar kita malah ketiduran karena capek. Kalau dilarang sesuatu, kita gondok. Gak dibeliin sesuatu, kita nangis. Disuruh belajar, badan tiba-tiba jadi demam (tapi tiba-tiba sembuh setelah nonton kartun di tipi).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Aku ingin selamanya bahagia seperti ini” itu adalah pikiran normal kita semua sewaktu masih kecil. Ya, itu sangat normal, mengingat insting dasar manusia adalah ingin selalu bahagia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Bahkan sekarangpun, ketika gue dan temen-temen gue mulai beranjak dewasa, gue masih sering menemui status <i>facebook</i> temen-temen gue yang kurang lebih seperti ini: <b>‘aku ingin kembali jadi anak kecil, yang bebas dari masalah dan tanggung jawab’</b>, ketika mereka sedang mengalami masalah hidup ataupun merasa galau. Pas gue tanya, “kenapa pengen kembali jadi anak kecil? Bukannya kita akan jadi tidak ingat apapun lagi kalau kembali jadi anak kecil?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Nah, itu,” jawabnya singkat. “biar lupa..”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Gue lalu mikir, pasti masalah anak ini sangat berat, sampai ingin melupakan semua hal. Aneh memang, hanya karena satu masalah, kita ingin membuang semua ingatan, termasuk semua ingatan-bahagia kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Berusaha ingin menghibur, gue lalu bales “Siapa tahu, Tuhan udah pernah ngasih kesempatan itu? Tapi karena balik jadi anak kecil, kamunya gak inget. Jadi ini mungkin adalah kehidupanmu yang kesepuluh, setelah terus meminta mengulang-ulang kembali jadi anak kecil begitu menginjak dewasa.. mungkin di kehidupan sebelum ini, kamu cowok. Bisa aja <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Tapi setelah itu temen gue (cewek) itu gak komen lagi. Habis itu dia <i>offline</i> dari daftar<i> chat</i>. Yang gak gue tahu, mungkin aja di seberang <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">sana</st1:city></st1:place> dia udah bersumpah bakal ngebunuh gue kalau ketemu langsung.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span class="fullpost" style="font-size: small;"><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><i>Ya, masalah di dunia itu memang berat.. </i>pikir gue waktu itu.<i> Kita tak pernah memilih untuk dilahirkan.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-align: center; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">***</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Jika sebagian besar ingin terus menjadi anak kecil, sebaliknya, sebagian kecil dari kita justru ingin menjadi dewasa secepat yang kita bisa dan bayangkan. Salah satunya, adalah.. gue.</span><br />
<span style="font-size: small;">Sewaktu kecil, tiap gue ngeliat orang dewasa, semakin gue ngerasa bahwa kita, sebagai anak kecil, memiliki sedikit sekali kebebasan jika dibandingkan dengan para orang dewasa. Dari ukuran tubuh, udah jelas beda. Orang dewasa memiliki tubuh lebih besar, tinggi, dan bisa menggapai atau mengambil apapun di ketinggian. Orang dewasa yang lebih tinggi, biasanya kerjanya jadi pemain basket. Orang yang lebih tinggi lagi, biasanya kerjanya.. tetep jadi pemain basket. Orang yang paling tinggi, biasanya kerjanya masuk rekor dunia sebagai ‘orang tertinggi di dunia’. Tapi karena kena <i>gigantism</i>, dia cepet mati. (Oke, ini kenapa gue cuma bahas orang dewasa dari tingginya aja??!)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Oke balik. Kalau dilihat dari kebebasan, orang dewasalah yang paling bersenang-senang. Kalau dipikir, orang yang bisa mengendarai mobil atau motor, adalah orang dewasa (yang dipikirkan anak kecil cowok). Orang yang bisa menikah dan punya anak, adalah orang dewasa (yang dipikirkan anak kecil cewek). Orang yang boleh minum kopi, ngerokok, <s>minjem DVD</s>, naik <i>roller coaster</i>, renang sedalam 2 meter, punya dompet dan uang sendiri, boleh pulang malem (bahkan gak pulang juga boleh), dan bebas memilih bercita-cita jadi apapun, adalah orang dewasa (yang dipikirkan anak kecil cowok). Orang yang bisa menikah dan punya anak, adalah orang dewasa (yang dipikirkan anak kecil cewek). Gue juga gak tahu, kenapa anak kecil cewek cuma mikir itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Yang jelas, ketika gue masih kecil, gue mikir kalau jadi orang dewasa itu kereeenn!! Kita bisa bebas ngapain aja. Bahkan kalau gue melihat kartun-kartun di tipi, gak pernah ada penjahat yang ingin menguasai dunia itu adalah anak kecil. Gak mungkin banget, raja iblis Piccolo yang mati-matian ingin dikalahkan oleh Son Goku, ternyata adalah anak kecil. Gak mungkin juga, Madara Uchiha yang ingin mengasai dunia shinobi, yang menjadi musuh besar Naruto, adalah anak kecil. Semua penjahat terkuat yang ingin menguasai dunia adalah orang dewasa.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Manusia terkuat adalah orang dewasa.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Gue waktu kecil, ingin sekali jadi cepat dewasa, tapi tak mau bertambah tua seperti mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Tetapi, seiring berjalannya waktu, dan selama perjalanan gue semakin menjadi orang dewasa, pengertian gue tentang ‘orang dewasa’ dipaksa bergeser oleh dunia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-align: center; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">***</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Kata orang, orang dewasa tahu segalanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Semua orang, termasuk gue, masa kecilnya berisi tentang keingin-tahuan. Gue versi kecil, adalah anak kecil yang ingin tahu banyak hal dan mencoba segala sesuatu. Gue selalu ingin mencari tahu, “apa yang akan terjadi, jika kita melakukan sesuatu seperti ini”. Tapi bagi kebanyakan orang dewasa, itu dianggap sebuah kenakalan. Seperti contohnya, ketika gue iseng-iseng pernah masukin pasir ke adonan dawet di dapur dan nenek gue langsung mencak-mencak seketika. (Oke, itu emang ngaco. Beda emang, antara bikin adonan dawet dengan adonan bikin beton.) Maksud gue seperti contohnya, ketika gue melihat orang sedang memperbaiki motor, membuka baut dengan kunci baut. Gue yang waktu itu selalu-ingin-tahu, bermain-main baut-baut yang tergeletak dan memainkan dengan kunci-kunci yang berserakan. Gak lama, gue segera diusir dengan kalimat khas orang-dewasa-ke-anak-kecil, “Eh, jangan dibuat mainan! Nanti ada yang hilang bautnya! Main-main diluar <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">sana</st1:city></st1:place> kek, sama temen-temen kamu!..” Mau gak mau, gue sebagai anak kecil yang <s>liar</s> pendiam menyingkir dengan segera.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><i>Look</i>, ada seorang anak kecil baru mendapat pengetahuan bahwa <i>ukuran-ukuran baut-baut serta kuncinya berbeda-beda dan kita harus mencocokkan ukuran dengan pas untuk dapat membuka</i>, para orang dewasa menyuruh kita untuk pergi bermain yang tak tentu arah, asal tak menggangu mereka bekerja. (<i>but, you know?</i> malamnya, gue buka kotak peralatan itu sendiri, dan bermain sendiri dengan kunci-kunci itu. Ya, gue emang keras kepala.)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Begitu juga saat gue begitu tertarik bermain dengan korek api ketika masih kecil. Saat itu gue lagi demam-demamnya main korek api (wajar, waktu itu <i>beyblade</i> dan mobil mainan <i>4WD</i> masih belum <i>booming</i>. Kalau kamu anak orang kaya, ketika itu mainan kamu adalah yoyo plastik dengan nyala lampu warna-warni yang bagus banget kalo malam. Kalau kamu anak orang pas-pasan, mainan kamu adalah karet gelang dan sedotan Aq*a, atau kalau beruntung, mainan kamu adalah plastik pembungkus mainan <i>game watch</i> yang berisi banyak gelembung-gelembung udara yang seru buat diletusin dengan jari.).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ya, saat itu gue lagi demam-demamnya main korek api. Ketika itu gue begitu tertarik, bagaimana sebuah percikan dan panas dapat menimbulkan api. <i>Bagaimana api bisa muncul? Sebenarnya, api itu benda apa? Ketika gue tiup dan mati, api itu menghilang ke mana? Api bukanlah benda gas, cair, maupun padat. Ketika gas menghilang, dia berpindah tempat. Begitu juga dengan air, jumlah total air di bumi tak pernah berkurang, hanya berubah bentuk dan berpindah tempat. Tapi bagaimana dengan api?</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Heh, jangan main api! Bahaya!” kata orang dewasa dengan marah, seperti yang diduga, langsung merampas korek api yang ada di tangan. Merusak khayalan gue tentang benda bernama ‘api’ saat itu. Dan akan mengulang kemarahan yang sama ketika gue mengulainya. (hingga akhirnya, gue beli korek api sendiri dan menyimpannya secara diam-diam. Gak tahu, ketika masih kecil, gue mikir kalau anak kecil yang punya korek api sendiri itu keren sekali. Kayak orang dewasa yang punya pistol dan dibawa ke mana-mana.)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Hal yang sama juga terjadi ketika mulut gue belepotan tinta ketika mainan selang tinta pulpen, bermain kabel listrik (gue gak inget, kenapa bisa main kabel), ketika mengangkat panci dan tumpah, naik tangga dua dakian dan terjatuh, mencoba menelan uang koin (oke, yang ini emang salah. Jangan ditiru!), dan macam-macam hal lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Anak kecil dilarang bermain dengan menggunakan hal-hal/ benda-benda orang dewasa. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Orang dewasa tahu segalanya. Yang selalu mengerti tentang pengetahuan dan pelajaran hidup. Mereka sudah tahu sejak dulu, bahwa baut-baut dan kunci itu berbeda ukuran dan harus menemukan pasangan kunci yang pas untuk dapat membukanya. Mereka tahu api itu tercipta dari sumber panas dan merupakan zat sumber cahaya dan panas yang berguna bagi manusia, dan juga dapat membakar bila ceroboh menggunakannya. Mereka juga tahu listrik itu bermanfaat dan merupakan sumber energi general bagi manusia yang dapt diubah menjadi energi apapun dengan bantuan teknologi saat ini. Mereka tahu untuk mengangkat sebuah beban membutuhkan tenaga seberapa besar, bagaimana menyeimbangkan pikiran, jarak, dan keseimbangan motorik gerak, dan berbagai macam pengetahuan lainnya. Mereka tahu semua itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Orang dewasa tahu segalanya. Yang selalu menganggap anak kecil tak tahu segalanya. Yang selalu menganggap anak kecil adalah manusia yang baru saja mampir ke dunia, dan tak mengerti apa-apa tentang kesulitan dan pelajaran hidup. Menganggap anak kecil adalah makhluk yang selalu bahagia, yang identik dengan selalu bermain dan kenakalan. Tapi mungkin bukan segalanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Kebanyakan orang dewasa tak tahu, bahwa tindakan nakal yang dilakukan oleh anak kecil itu adalah proses pembelajaran. Kebanyakan dari mereka salah mengira. Salah paham. <st1:place w:st="on">Para</st1:place><i>fair play</i>. Teman-temannya menyumpat hidung ketika mereka bermain, dia akan belajar buat gak buang air besar di celana. Melalui kegiatan bermain dengan teman-teman mereka, mereka akan belajar bagaimana berkomunikasi dan bertahan hidup dalam sebuah komunitas atau dengan individu manusia lainnya saat dewasa kelak. Bahkan berhasil tidaknya seseorang di masa depan, dapat terlihat melalui semua tindakannya saat bermain bersama teman mereka. orang dewasa menganggap proses belajar adalah ketika anak kecil ada di meja belajar, ketika mereka membuka buku pelajaran sekolah. Padahal kegiatan bermain seorang anak kecil adalah proses belajar utama mereka. Seorang anak kecil bahkan belum membutuhkan sepenuhnya, belajar tentang pelajaran sekolah melalui buku pelajaran. Mereka lebih banyak membutuhkan pelajaran kehidupan dan meniru dari alam di usianya saat itu. Kalah saat bermain dengan teman-temannya, dia akan belajar tentang arti kekalahan, dan bagaimana caranya agar menang. Berbuat curang saat bermain akan membuat temannya lain marah, dia akan belajar bahwa melakukan segala sesuatu itu harus sesuai peraturan dan </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Begitu juga terhadap keingin-tahuan ketika kita masih kecil. Ketika masih kecil, kita jarang mendengar kalimat larangan yang disertai alasan mengapa kita dilarang.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Jangan dibuat mainan kuncinya! Nanti hilang!” “Jangan main api!” “Jangan memanjat!” Jangan, jangan dan jangan. Semuanya adalah perintah larangan: jangan melakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Kita jarang mendengar: “Eh, nanti kunci-kunciya dikembalikan lagi ditempatnya, ya..” atau “Api jangan dibuat sembarangan seperti itu, nanti kalau kena benda dapat membakar, lho.” Atau kalau anak kecil itu emang udah abnormal sejak kecil, “Eh, motong-motong jari kamu make pisau daging gitu, nanti gak bisa tumbuh lagi jarinya lho.. Jangan! Jangan di leher!!” Ya, kita jarang mendengar nasehat baik dari orang dewasa ketika kita dalam proses belajar, yang menunjukkan bahwa mereka lebih mengerti dan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi daripada kita. Kita seharusnya didampingi dan diarahkan, bukan dilarang. Karena kalimat larangan untuk anak kecil, itu berarti perintah untuk melakukan lebih berani lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Mereka tidak pernah tahu, seandainya saja anak kecil itu diarahkan ketika bermain baut, lalu diajarkan juga bagaimana membuka baut dalam motor, siapa tahu dia tertarik dan ketika dewasa memiliki perusahaan motor sendiri. Siapa tahu, seandainya anak kecil yang tertarik api itu diarahkan dan diberi tahu tentang kegunaan dan bahaya dari api, dia ketika dewasa akan menjadi tukang kembang api paling ahli di negerinya? Siapa tahu, anak kecil yang tiap harinya melihat ulat memakan daun dan selalu lupa pulang, ketika besar dia adalah almuwan peneliti kupu-kupu terbaik sepanjang sejarah? Siapa tahu, anak yang sejak kecil malas melakukan segala sesuatu, ketika besar dia mencetak rekor sebagai ‘<i>orang yang paling lama tidur selama sebulan</i>’ (oke, yang ini salah asuhan kayaknya)? <i>Who knows?</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Jika bukan ketika kecil kita mempelajari hal-hal seperti itu lagi, lalu kapan lagi? Padahal kemampuan mengingat manusia yang terbaik adalah ketika masih kecil. Segala hal yang kita rasakan, lihat, dengar, ingat, akan terus membekas hingga kita tumbuh dewasa. Karena semakin kita dewasa, akan semakin dituntut oleh: prestasi bagus, nilai yang memuaskan, ranking tinggi, <i>survive</i> di persaingan dunia kerja, mencari pendapatan yang layak, dan berbagai hal lainnya. Kita jarang melakukan pekerjaan yang berisi pembelajaran lagi seperti ketika kita masih kecil.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Tak ada waktu untuk belajar, bagi orang dewasa. Karenanya, mereka tidak pernah mengerti.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-align: center; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">***</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Kata orang, orang dewasa itu bijaksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika kita masih kecil, kita pasti sering mendengar di pelajaran PPkn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) atau sekarang disebut Kwn (Kewarganegaraan), yang berisi kalimat: “Jika teman kamu berbuat salah, kita sebagai teman harus menasehatinya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ya, kalimat itu memiliki arti yang sangat mulia sekali. Mengajak orang lain atau teman kita yang salah (tersesat), agar kembali ke jalan yang benar. Siapa yang membuat ajaran seperti itu? Tentu saja orang dewasa, yang telah mengetahui segala hal yang baik dan buruk di dunia, dan juga ajaran dari agama.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Seperti gue pernah waktu kecil, ketika seperti biasa gue <i>hangout</i> bareng temen-temen nyari buah Keres. (sampai pada tahap ini, gue baru sadar kalau penggunaan kata ‘<i>hangout</i>’ bersamaan dengan kata ‘buah Keres’ dalam satu kalimat itu gak <i>match</i>.)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Karena bosan, waktu itu salah satu temen punya ide buat ngambil buah belimbing milik tetangga yang kaya. Berbeda dengan pohon keres yang tumbuh liar, pohon belimbing itu ada di halaman depan rumah orang kaya yang besar itu, tapi tepat di samping bagian dalam pagar rumahnya. Temen gue segera menyusun rencana besar untuk operasi ini: pertama kita semua naik pagar rumahnya dari luar hingga setinggi buah belimbing terendah yang bisa terambil, metik dari celah pagar, ngambil sebanyak-banyaknya buah belimbing yang bisa dibawa oleh tangan, lalu loncat dan lari sambil teriak kenceng-kenceng (tambahan: kalau anjing di dalam rumah itu menggongong, korbankan satu teman kamu untuk dimasukkan ke bagian dalam pagar).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ya, rencana yang sangat sederhana emang, tapi ketika masih kecil itu adalah rencana yang dipikir sangat matang, akurat, struktural, terencana, rapih, dan bersih yang berhasil kita buat. Saking ‘bersih’nya rencana itu, mungkin seharusnya tiap anak dari kita bawa sapu waktu itu. Selain membantu untuk menggapai buah belimbing yang sulit terjangkau oleh tangan, misalkan kalau kita gagal dan ketahuan sang pemilik rumah, kita hanya perlu pura-pura mendadak sedang ingin menyapu (bersih-bersih) halaman rumah orang itu. Kalaupun sang pemilik rumah masih masih tetep curiga dengan beberapa belimbing yang kita sembunyikan di balik kaos kita, kita bisa bilang, “Tadi, pas nyapu tiba-tiba belimbingnya jatuh semua, Pak. Wajar <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>, ya? Belimbing-belimbingnya masak pohon hingga jatuh semua..”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika pelaksanaan di hari H, di saat anak-anak mulai naik pagar untuk mengambil belimbing, gue masih di bawah memandangi mereka. Gue kepikiran. Gue ingat kalau perbuatan ini sama dengan mencuri, yaitu mengambil sesuatu tanpa izin sang pemilik.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika kita masih kecil, segala hal yang kita pegang akan benar-benar kita pegang begitu kuat, entah itu sesuatu yang benar, atau sesuatu yang salah. Jika kita diajarkan oleh lingkungan atau orang lain sesuatu yang salah dan buruk, lalu kita pegang erat saat masih kecil, maka segala tindakan yang kita lakukan akan menjadi buruk dan menyakiti teman dan keluarga kita. Begitu juga ketika kita diajarkan kebenaran dan kebaikan yang lalu kemudian begitu kita pegang erat saat kecil, maka segala tindakan kita akan penuh berisi kebaikan dan juga idealisme untuk selalu berbuat terpuji. Ketika kita masih kecil, kita menyerap segala hal tanpa <i>filter</i>, tanpa berpikir itu baik atau buruk. Oleh karenanya, ada istilah: “Orang dewasa adalah orang sudah mengerti dan dapat membedakan hal yang baik dan buruk.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Gue termasuk tipe kedua. Gue tahu, apa yang sedang kita lakukan adalah mencuri. Tindakan jahat, buruk dan.. berdosa. Gue sangat takut dengan segala hal tindakan yang berdosa ketika masih kecil, dan juga tentang neraka. Gue takut perbuatan ini akan membawa gue ke neraka ketika gue mati kelak. Ketakutan terbesar kita terhadap dosa dan neraka, terjadi ketika kita masih kecil.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Eh, ini mencuri kan? Kita jangan mencuri, mencuri itu dosa..” gue tiba-tiba secara spontan menaehati temen gue yang udah naik di atas pagar.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Beberapa temen gue diem, gak ngelanjutin manjat pagar. “iya, yah..” katanya kemudian. “Udah ah, takut dosa..”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Dia lalu kemudian turun. Gak lama, beberapa lainnya, bahkan yang udah ngambil satu belimbing juga ikut turun. “Iya.. takut aku..”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Ya wes, aku juga turun..” kata temen gue yang turun paling akhir, akhirnya. Dia berhasil dapat dua belimbing. Karena takut, kita akhirnya kembali mencari buah keres seperti biasanya. <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Genk</st1:city></st1:place> Keresers. Gak ada yang ketahuan. Gak ada anjing mengongong. Gak ada tumbal teman. Kita batal mengambil buah belimbing karena sadar satu hal: mencuri itu tidak baik. Meskipun gue ragu waktu itu, mereka sadar karena tahu itu adalah perbuatan dosa, atau memang takut ketahuan pemiliknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Selama gue masih kecil, gue memegang erat nilai-nilai kebenaran tersebut. Namun ternyata, seiring berjalannya waktu ketika gue mulai beranjak dewasa, semakin gue mengenal hitam putihnya kehidupan, manis pahitnya masalah di dunia, nilai-nilai yang gue pegang itu mulai bergeser. Nilai-nilai kebenaran yang awalnya berarti: ‘selalu benar’, bergeser menjadi: ‘kurang tepat’, lalu terus bergeser hingga pada kesimpulan: ‘tidak benar’ (baca: salah).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Mungkin ketika kita masih kecil, gak masalah ketika kita menasehati temen kita yang salah. Tapi setelah kita dewasa, aturannya berubah menjadi: urusi saja urusanmu sendiri, jangan menganggu urusan orang lain. Kita hanya akan bertindak, ketika hal itu mulai berubah menjadi merugikan atau menganggu kita. Bukan tindakan tepat, ketika kita menasehati orang lain tentang kebenaran. Kita hanya diperbolehkan, memberi contoh melakukan tindakan-tindakan yang benar. (bahkan, belakangan, memberi contoh tindakan yang benar adalah juga merupakan tindakan yang salah.)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Semakin ke belakang semakin gue berpikir, apa yang salah? Kenapa dunia orang dewasa menjadi seperti ini? Lalu apa gunanya, mereka menasehatkan ke anak-anak mereka tentang kebenaran?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Contoh kecil lainnya, ketika kita masih kecil, kita diajarkan untuk tidak boleh berbohong dan juga bertindak tidak jujur. Sekali lagi, orang dewasa mengajarkan, bahwa: berbohong dan tidak jujur itu tindakan tercela dan berdosa. Tidak kurang buku yang membahas dan menerangkan tentang nilai-nilai kejujuran, serta dongeng dan cerita anak juga menceritakan kisah tentang efek buruk berlaku tidak jujur. Anak-anak kecil sudah terbiasa terdidik dan ter-<i>brain storming</i> bahwa: berbohong itu buruk. Ajaran untuk selalu berkata dan bertindak jujur tertanam sangat kuat dalam pikiran kita. Mudah saja, itu terbukti, ketika anak kecil berbohong, hal itu sangat mudah terlihat dan terdeteksi dari sikap dan perkataannya. Kenapa? Karena ketika berbohong, anak kecil merasa sangat tidak nyaman perasaannya dan juga diliputi oleh rasa bersalah karena telah tidak jujur. Sepandai-pandainya anak kecil berbohong, kita masih dapat mengetahuinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Seiring betambah dewasa, lingkungan serta orang-orang sekitar mulai mengajari dengan menunjukkan sikap-sikap yang mulai menggeser nilai tentang berbohong, yang awalnya: ‘tidak boleh’, hingga menjadi: ‘tidak apa-apa’. Kita mulai dibiasakan berbohong, mulai dari ‘Udah, mau tahu aja urusan orang!’, ‘bilang ibu tidak ada kalau nyonya A mencari ibu’, ‘gak perlu bilang tetangga beli ini, kan kita gak ngasih’, ‘udah, jangan lapor ya! Nanti kamu dapet, kok!’, hingga ‘udah, kita sama-sama ngerti aja’. Maka, jangan salahkan kalau kita sering melihat di berita bahwa banyak para pejabat pemerintah kita yang terlibat korupsi. Gak hanya itu, suap, sogok, uang pelicin, hingga pencucian uang, dianggap hal yang wajar di antara dunia para orang dewasa kita di negeri ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Lihat, lalu apa gunanya mereka mengajarkan anak mereka untuk ‘tidak berbohong’ dan ‘tidak mencuri’? Para orang dewasa telah terbiasa menggeser nilai tersebut secara perlahan, hingga yang ‘tidak boleh’ kemudian menjadi ‘tidak apa-apa’, hingga akhirnya menjadi ‘boleh’. Hingga kita, sebagai orang dewasa, akhirnya menjadikan ‘berbohong’ adalah salah satu bahasa kesepakatan yang dimengerti secara universal oleh kita. Hingga orang yang benar-benar jujur, yang tak mengerti tentang aturan ini, akan tersingkirkan dari negeri kita ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Hingga lalu timbullah kalimat, “Mencari orang jujur, sekarang itu susah!” Lihat, betapa lucunya negeri ini..</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Begitu juga ketika kita kecil, kita dilarang bertengkar. Masih ingat <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>, ketika kita masih kecil kita bertengkar berebut mainan dengan teman kita dan mempermasalahkan ini sebenarnya mainan milik siapa? Ketika kita bertengkar makin hebat hingga akhirnya ada salah satu anak menangis, apa yang dilakukan orang tua? Melerai mereka berdua, dan mengatakan kalau bertengkar itu tidak baik. Kita lalu diajari bahwa kita harus rukun sesama teman, tidak boleh bertengkar, dan harus saling memberi. Kita lalu dipaksa untuk balik berdamai dengan teman kita dengan saling berjabat tangan atau mengaitkan kelingking. Meskipun sama-sama gengsi, kita akhirnya kembali rukun dan bermain kembali seperti semula. (meskipun besoknya tetep balik berantem lagi tentang hal yang sama)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Tapi apa yang terjadi di dunia orang dewasa? Perang ada di mana-mana. Kita sebagai orang awam selalu berpikir, “Apapun alasannya, perang adalah pilihan yang salah. Mengorbankan ratusan hingga ribuan untuk suatu kepentingan.” dan memang itu yang benar. Tapi bagi orang militer dalam negara, mereka akan menggesernya menjadi “Demi mempertahankan kedamaian negeri, perang itu diperlukan untuk membela diri antar negara. Kita harus jadi negara yang kuat, kalau ingin bertahan.” Oke, dalam tahap ini, alasan berperang untuk membela diri masih benar. Lalu alasan perang ini bergeser lagi menjadi “Untuk dapat menjadi negara yang besar, kuat dan damai, kita membutuhkan luas wilayah negeri yang lebih besar dengan cara menakhlukkan negeri lain dan menyatukannya dalam satu pemerintahan negeri kita. Untuk itulah perang diperlukan. Harus ada pengorbanan untuk menyatukan seluruh kedamaian dunia.” Alasan ini sudah salah. Perang dilakukan untuk menguasai negeri atau daerah lain. Demi kepentingan siapa, perang itu dilakukan? Rakyat? Rakyat siapa? Lalu, siapa yang menjadi korban? Pantaskah pengorbanan sebesar itu hanya untuk keinginan konyol itu? Mengapa dana super-besar yang digunakan untuk perang itu tidak digunakan untuk memberi makan orang-orang yang kelaparan, daerah kekeringan dan juga kesulitan air bersih?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika kita masih kecil, kita diajari untuk menolong tanpa pamrih. Tapi saling cari keuntungan dan penipuan terjadi di mana-mana. Kelaparan terjadi di mana-mana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Ketika kita masih kecil, kita diajari untuk merawat alam serta lingkungan kita. Tapi polusi asap, penebangan pohon, penggundulan hutan, hingga limbah yang mencemari tanah dan air terjadi di mana-mana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Lalu kenapa kita lebih memilih membeli petasan hanya untuk menganggu anak lain yang setelahnya asapnya hanya akan merusak pernafasan dan sisa ledakannya menimbulkan sampah di mana-mana, ketimbang membeli sepotong roti lalu membaginya dengan teman kita tersebut. (baca: mengapa kita lebih memilih membom nuklir negara lain hanya untuk menunjukkan kita yang terkuat, lalu sisa nuklir tersebut hanya akan merusak bumi dan kehidupan, daripada menolong orang lain yang kelaparan?)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Seharusnya, semakin kita dewasa, semakin mengerti <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Seharusnya, semakin kita dewasa kita menjadi semakin baik <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Bukankah Tuhan menitipkan bumi dan seisinya kepada manusia, yang bertugas sebagai khalifah, untuk dijaga dan dirawat?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-align: center; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">***</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Hari ini, semakin gue bertambah dewasa, sebaliknya, gue ternyata semakin ketakutan untuk menjadi dewasa. Gue takut, nilai-nilai kebenaran yang masih bertahan untuk gue pegang hingga saat ini (yang mulai menghilang di antara orang-orang di sekitar gue) juga ikut bergeser, menjadi salah seperti para orang dewasa itu. Bahkan gue takut, pikiran dan hati gue ketika menulis hal ini sekarang, detik ini, akan berubah kelak. Menjadi sesuatu yang salah, dan ketika gue membaca lagi tulisan ini, gue terheran-heran kennapa gue bisa menulis hal ini sekarang. Gue takut suatu saat nanti, ketika gue melihat orang baik yang melakukan tindakan baik gue malah berkomentar, “udah, kenapa bersusah payah melakukan hal yang tidak menguntungkan seperti itu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Gue takut menjadi dewasa, karena pengertian gue tentang orang dewasa ketika gue masih kecil, telah bergeser.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Orang dewasa adalah jiwa kekanan-kanakan yang terperangkap di dalam tubuh manusia tua.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Anak kecil kekananakan yang tua.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Yang menganggap kehidupan ini adalah permainan. Dan dunia ini adalah tempat bermain untuk mereka. Hanya saja mereka tak belajar apapun.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">“Orang dewasa adalah orang yang <b>sudah mengerti dan dapat membedakan</b> hal yang <b>baik</b> dan <b>buruk</b>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;">Gue ingin selamanya menjadi anak kecil….</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-bottom: 3pt; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><br />
</span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-13926069448728625642011-08-10T15:54:00.001+07:002011-08-12T19:35:14.548+07:00-Pak Slametnya ada??-<br />
<div style="text-indent: 0.64cm;">Sejak kecil, gue akrab banget dengan tempat yang bernama Kebun Binatang Surabaya. Eiits, bukan karena gue pernah tinggal atau pernah menjadi penghuni di sana <span lang="sv-SE">(iya sih, gue suka banget ketika ada orang lain ngasih kacang ke gue)</span>, tapi ini lebih kepada: gue sering berkunjung ke sana ketika masih kecil. <span style="font-family: Wingdings;"></span> *tersenyum ramah* *berusaha keras memasang <i>image</i> bahwa BUKAN penghuni kebun binatang*</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Ya, sejak kecil gue sering diajak pergi ke kebun binatang, entah itu sekeluarga atau cuma ama nyokap aja. Gue selalu suka suasana kebun binatang yang sejuk dengan banyak pepohonan, jalan mengitari berbagai jalan setapak untuk mencari kandang-kandang hewan, membaca keterangan nama latin hewan pada papan nama, melempari para monyet dan beruang dengan kacang, mengelus-penyu-yang-lagi-berenang-yang-sebenarnya-gak-boleh, mencari-cari letak posisi ular di kandang reptil lalu kemudian <i>shock</i> ternyata-ada-tepat-dibawah-kaki-kita, dan tren baru yang muncul di beberapa tahun terakhir ini adalah: hujan ratusan kotoran burung yang jatuh dari atas yang mengenai kita secara <i>random</i> <span lang="sv-SE">(ya, jadi kalau misal pas kamu lagi asik mengamati kandang hewan lalu tiba-tiba ada cairan putih nyiprat di pundak atau kepala kamu, jangan </span><span lang="sv-SE"><i>positive thinking</i></span><span lang="sv-SE"> lalu mencicipinya. Percayalah, itu bukan es krim jatuh)</span>. </div><span class="fullpost"><div style="text-indent: 0.64cm;">Dan salah satu hal yang masih terus berkesan di pikiran gue hingga saat ini adalah: bagaimana cara kita masuk ke dalam kebun binatang. Karena keluarga gue adalah keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan, serta prinsip nyokap gue yang: “jika bisa tidak membayar, kenapa harus membayar”, kita jarang banget masuk melalui prosedur normal, dimana orang masuk dengan membayar tiket lalu kemudian masuk melalui pintu masuk.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Saat gue kecil gue masih inget setiap kita masuk melalui sebuah pintu khusus, dimana kita masuk ke dalam pintu selalu dengan kondisi: jalan cepat <span lang="sv-SE">(baca: dalam kondisi terburu-buru). Waktu itu, setiap gue tanya ke nyokap kenapa kita jalan terburu-buru, nyokap selalu jawab dengan jawaban yang sama, ”udah, ayo buruan jalan!”. Karena gue waktu itu masih kecil dan gak tahu apa-apa, gue cuma diem. Gue cuma terus jalan ngikutin nyokap yang jalan cepet sambil gandeng gue sambil mengamati orang lalu lalang melalui pintu itu.. tapi semuanya dengan arah yang sebaliknya dengan kita.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;">Gue baru sadar apa yang selama ini kita lakukan, setelah pada satu kali kesempatan ada anak kecil penjual topeng di bagian dalam pintu yang menegur kita sewaktu kita masuk ke dalam dengan terburu-buru, “Bu, gak boleh masuk lewat sana. Itu pintu keluar!”</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">BLARRR!! Petir menyambar.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Heh, pintu keluar?! Gue baru sadar waktu itu. Gue noleh ke belakang, semua orang memang berjalan ke arah sebaliknya dengan kita. Ke arah luar pintu.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Lebih jelasnya, mereka keluar.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Jadi, selama ini kita masuk ke kebun binatang LEWAT PINTU BELAKANG?!</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Mungkin karena udah terbiasa <span lang="sv-SE">(dan mungkin juga udah tahu resiko yang bakal nyokap temuin)</span>, waktu itu nyokap terus jalan cepet tanpa menghiraukan apapun sambil gandeng gue ama Galuh, adik gue yang cewek ngelewatin anak kecil penjual topeng yang menegur kita tadi.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Perasaan gue campur aduk waktu itu. Dilema. Konflik batin. Pikiran gue bercabang, antara: merasa takut karena merasa anak buronan <span lang="sv-SE">(entah kenapa, secara insting waktu itu gue langsung nganggep nyokap adalah seorang buronan), merasa berdosa karena ber-ibu-kan seorang penjahat, dan merasa serba salah karena menjadi anak seorang penipu.<br />
Oke, intinya sama aja.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Begitu nyampe sekitar seratus meteran dari pintu keluar, jalan nyokap berubah menjadi santai dan memiliki kecepatan-rata-rata-orang-jalan-pada-umumnya.</span><span lang="sv-SE"> Kita mulai mengitari area kebun binatang dengan riang gembira seolah tak pernah ada hal yang aneh terjadi sebelumnya.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Pikiran gue masih masih penuh terselimuti oleh hal tersebut. </span><span lang="sv-SE">Di saat yang tepat seperti itu, gue pengen banget memutus gandengan tangan nyokap, memandang mata dengan mata nanar sambil ngomong, ”Cukup! Sudah cukup semua ini! Aku tak kuat lagi menahan semua ini! Hatiku begitu tersayat melihat ibu melakukannya!” Tapi setelah gue pikir ulang, gak jadi. Gue sadar gue harus mulai mengurangi menonton sinetron Tersanjung yang sedang tren saat itu. (Lagipula, gak ada jaminan nyokap gak malah ngamuk dan ngelempar gue ke kandang monyet berpantat monyet merah sambil ngomong, ”Oh, jadi ini pembalasanmu setelah ibu ajak ke kebun binatang secara gratis selama ini?! Setelah ibu bersusah payah masuk lewat pintu keluar selama ini?! </span><span lang="sv-SE"><i>Okey, fine!</i></span><span lang="sv-SE"> Saatnya kembali ke keluarga dimana ibu menemukanmu!”)</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Setelah saat itu, kita masih berhasil masuk berkali-kali </span><span lang="sv-SE">dengan sukses melalui pintu keluar hingga akhirnya pada suatu saat pintu tersebut dijaga oleh petugas yang tidak memungkinkan nyokap melaukan cara tersebut (lagi).</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Gak kehabisan akal, nyokap lalu mengembangkan sebuah teknik yang dinamakan: </span><span lang="sv-SE"><i>Slamet’s Tactic. </i></span><span lang="sv-SE">Dengan tingkat keberhasilan hingga 96,78%, sesuai namanya, strategi ini memungkinkan penggunanya dapat masuk ke dalam sisi dalam kebun binatang dengan selamat dan tanpa resiko apapun, namun hanya nyokap yang sanggup memakainya secara pribadi.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Inilah prosedur dalam </span><span lang="sv-SE"><i>Slamet’s Tactic</i></span><span lang="sv-SE">:</span></div><ol><li><span lang="sv-SE">Kita menemui satpam yang berada di pintu masuk. Kita berusaha menemui Pak Slamet, yaitu salah satu karyawan yang bekerja di kebun binatang, dengan bertanya ”Pak Slametnya ada?”</span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"><b>(keterangan: </b></span></span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE">Pak Slamet adalah teman nyokap dan bokap ketika masih muda. Ia adalah karyawan kebun binatang yang bekerja menjaga stan yang menjual </span></span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"><i>souvenir</i></span></span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"> yang ada di dalam kebun binatang</span></span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"><b>)</b></span></span><br />
</li>
<li><span lang="sv-SE">Untuk memperkuat keyakinan kepada si satpam, sebelum dia berpikir lebih lanjut, kita tambahkan kalimat ”Saya mau bertemu Pak Slamet. Ada perlu.” Bila sang satpam menjawab ”Iya, Pak slamet ada, Bu. Silahkan masuk.”, kita telah berhasil melalui tahap pertama dalam </span><span lang="sv-SE"><i>Slamet’s Tactic</i></span><span lang="sv-SE">. Jika sang satpam menjawab ”Maaf, Bu. Pak Slamet sedang cuti.”, maka siapkan beberapa pilihan alternatif jika masih ingin masuk kebun binatang seperti ”Kalau karyawan lain yang di dalam, cuti semua juga?” atau ”Eh?? Di mana saya ini? Kenapa saya di sini? Siapa nama saya? Ugh, saya terkena </span><span lang="sv-SE"><i>amnesia</i></span><span lang="sv-SE">! Tapi mungkin saya akan kembali mengingat, kalau masuk ke dalam.”</span><br />
</li>
<li><span lang="sv-SE">Sang satpam kemudian mengantar ke stan </span><span lang="sv-SE"><i>souvenir</i></span><span lang="sv-SE"> untuk menemui Pak Slamet, dan meninggalkan kita setelah Pak Slamet keluar</span>.<br />
</li>
<li><span lang="sv-SE">Pak slamet menemui kita </span><span lang="sv-SE">dan mengajak berbincang sejenak. Tema dialog kisaran bertanya kabar, kejadian masa lalu, teman masa lalu, punya berapa anak, tinggal dimana, dan sejenisnya. Kisaran waktu 15 hingga 30 menit.</span><br />
</li>
<li><span lang="sv-SE">Sambil menahan malu, mohon diri untuk jalan-jalan mengitari kebun binatang (tujuan sebenarnya)</span><span lang="sv-SE">.</span><br />
</li>
<li><span lang="sv-SE"><i>Slamet’s Tactic</i></span><span lang="sv-SE"><i> complete!</i></span><span lang="sv-SE"> Kita berhasil masuk ke kebun binatang tanpa membayar tiket masuk!</span><br />
</li>
</ol><div lang="sv-SE"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Ya, taktik itu selalu berhasil dilakukan nyokap selama bertahun-tahun hingga sekarang. Satu dua kali gagal, karena Pak Slametnya sedang libur dan </span><span lang="sv-SE">sebagai gantinya kita akhirnya diajak muter-muter keliling Surabaya dan ke taman aja (pengen tetep masuk ke kebun binatang dengan cara membayar juga malu, karena udah terlanjur bilang ingin bertemu Pak Slamet).</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;">Ya, taktik ini selalu berhasil, hingga di hari ulang tahun Udik, adik gue yang paling kecil pada bulan Juni kemaren. </div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div align="center" style="text-indent: 0.64cm;">***</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Selain gue, anggota dari keluarga yang juga sangat suka dengan hewan adalah Udik, adik gue paling kecil yang sekarang berumur 11 tahun. Ya, dia sangat suka segala hal tentang hewan, mulai dari hobi menonton <i>Discovery Channel</i>, membaca buku ensiklopedia tentang hewan, mengkoleksi mainan hewan, memelihara hewan peliharaan, hingga yang namanya berusaha akrab dengan temen-temen gue. Oleh karenanya, di setiap hari ultah dia selalu ngotot pengen banget diajak ke kebun binatang, termasuk ultahnya tahun ini.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Sejak seminggu sebelum hari ultahnya, Udik udah mengeluarkan fatwa bahwa: <i>tidak mengajaknya ke kebun binatang pada ultahnya di tahun ini</i> adalah <b>haram</b>. Nyokap, selaku penanggung jawab serta pemimpin kedua dalam rumah tangga ini mau tidak mau harus menuruti ketetapan dari Udik tersebut.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Menurut gue, alasan kenapa Udik ngotot minta diajak ke kebun binatang di ultah-nya kali ini adalah hal yang wajar. Seinget gue, terakhir kali dia diajak ke kebun binatang adalah <span lang="sv-SE">2 tahun yang lalu, tepat di hari ultahnya yang ke-9. Sedangkan pada ultah-nya yang ke-10 kemaren, dia berhasil dibujuk buat gak ke kebun binatang dan sebagai gantinya dia diajak makan di </span><span lang="sv-SE"><i>Quick Chicken</i></span><span lang="sv-SE"> dan membeli beberapa alat tulis aja.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;">Karena jalannya searah, hari itu gue ngantar nyokap dan si Udik ke kebun binatang barengan gue berangkat kuliah. Rencananya, gue bakal jemput mereka lagi setelah gue selesai dari kuliah.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Seperti biasa, rencana <i>Slamet’s Tactic</i> pun berusaha dilakukan oleh nyokap sekali lagi. Apalagi mengingat tiket masuk kebun binatang yang naik hingga sebesar Rp. 15.<span lang="sv-SE">000,-</span> sejak beberapa bulan kemaren. Sebagai menteri ekonomi dalam keluarga gue, mengehemat devisa sebesar Rp.3<span lang="sv-SE">0.000,- adalah sebuah pekerjaan mulia yang dapat menyelamatkan keluarga kita dari kelaparan selama sehari.</span></div><div style="text-indent: 0.64cm;">Seperti sebelum-sebelumnya yang pernah dilakukan nyokap gue, dalam langkah awal melakukan <i>Slamet’s Tactic</i> adalah menemui satpam penjaga pintu masuk kebun binatang.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Pak, Pak Slametnya ada, Pak?” kata nyokap gue, saat menemui satpam yang sedang berjaga.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Pak Slamet?” satpam tersebut terlihat agak kebingungan. “Sebentar..” Dari tampangnya, sepertinya dia satpam yang baru bekerja di sana. Dia lalu menyodorkan sebuah buku “Silahkan isi buku tamu dulu, Bu.”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Si satpam tersebut kemudian pergi ke petugas lain (temannya) yang berdiri gak jauh dari sana untuk bertanya perihal tentang Pak Slamet. Dari kejauhan, samar-samar terdengar suara petugas tersebut “Eh, Pak Slamet?! Siapa yang mencari Pak Slamet?!”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Beberapa saat kemudian, setelah mengisi buku tamu dan nyokap dikasih gelang dengan tulisan ‘Tamu’, nyokap mengikuti satpam pergi menemui penjaga tadi.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Sejak mengisi buku tamu tadi, pikiran nyokap udah khawatir dan was-was. Wajar aja, pertama: sebelum-sebelumnya nyokap gak pernah disuruh mengisi buku tamu saat masuk memakai cara ini, apalagi sampai disuruh memakai gelang khusus. Mengapa peraturan untuk pengunjung dalam kebun binatang berubah? Kedua: suara petugas yang terlihat terkejut saat mendengar ada tamu yang mencari Pak Slamet. Mengapa? Apa sekarang menemui karyawan kebun binatang saat jam kerja dilarang? Atau ada hal lain? Atau aksi yang dilakukan nyokap selama bertahun-tahun telah terndus pihak yang berwajib dan nyokap udah masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang)? Ya, semoga aja tidak ada hal yang buruk terjadi. Tapi jika hal tersebut memang tejadi dan nyokap akhirnya digrebek petugas kebun binatang di sana, gue harap Udik udah siap dengan taktik ‘melarikan-diri-dengan-mengakui-nyokap-akan-menjual-dirinya-di-kebun-binatang-untuk-ditukarkan-beras’-nya </div><div style="text-indent: 0.64cm;">Setalah sampai ke petugas tadi, satpam tersebut mohon ijin kembali pergi ke tempat dia berjaga semula.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Ya, Bu. Ada yang bisa dibantu?” kata petugas tersebut.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Emm.. saya ingin bertemu dengan Pak Slamet.” Kata nyokap singkat.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Ibu ini siapa?”</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Saya temannya..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">DEG-DEG!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Oh, ibu belum tahu? Pak Slamet udah nggak ada..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><span style="font-size: large;"><b>DEG!!</b></span></div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Eh?” nyokap <i>shock</i> seketika.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Iya, Pak Slamet sudah meninggal.” kata petugas tersebut menjelaskan.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Mata nyokap berkaca-kaca seketika mendengarkan hal tersebut. Perasaannya campur aduk. Sulit untuk percaya suara yang baru saja masuk ke telinganya. Benarkah? Benarkah Pak Slamet telah meninggal?</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div align="center" style="text-indent: 0.64cm;">***</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Sesaat setelahnya, petugas tersebut mohon diri untuk kembali bertugas dan membiarkan nyokap berjalan-jalan. Sejak mendengar berita tersebut, pikiran nyokap sama sekali gak bisa fokus pada kegiatan jalan-jalan di kebun binatang tersebut, sama sekali bertolak belakang dengan si Udik yang berlarian kesana-kemari dengan ceria melihat hampir semua kandang.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Nyokap kemudian mendatangi stan <i>souvenir</i> tempat dimana biasanya nyokap menemui Pak slamet setiap kali berkunjung ke kebun binatang. Terlihat di sana sudah ada orang lain yang menjaga stan tersebut.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Nyokap kemudian masuk ke dalam stan tersebut dan bertanya perihal berita tentang Pak Slamet.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Pak Slamet?!” kata lelaki tersebut agak terkejut.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Iya, Pak.”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Oh.. mari-mari, silahkan duduk dulu..” Lelaki tersebut kemudian mempersilahkan duduk.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Setelah mereka duduk dengan nyaman, lelaki tersebut kemudian mulai menjelaskan. “Jadi, ibu belum tahu, ya, tentang meninggalnya Pak Slamet?”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Ya baru tadi, Pak, pas masuk ke sini.” kata nyokap menjelaskan.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Udah lama Pak slamet meninggal. Ya, kurang lebih dua tahun yang lalu..” kata lelaki itu kemudian.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Eh, dua tahun? Nyokap ngerasa heran. “Kapan, Pak? Saya dua tahun yang lalu juga ke sini. Orangnya masih sehat-sehat kok..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Kapan ya? Juga bulan bulan gini kok.”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Berarti sangat besar kemungkinan Pak Slamet meninggalnya gak jauh setelah ke sana sama Udik 2 tahun yang lalu. Tapi waktu itu orangnya keliatan sehat-sehat aja kok.. Kok bisa? pikir nyokap. “Memang meninggalnya kenapa, Pak?”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Meninggalnya karena sakit jantung. Katanya udah lama orangnya punya sakit jantung.”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Kok bisa, ya? Padahal waktu itu kelihatan sehat-sehat aja. Sama sekali gak keliatan sakit..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Ya itu, Bu. Orang-orang pekerja sini juga baru tahu kalau Pak Slamet punya sakit jantung setelah kejadian itu. Sebelum-sebelumnya gak tahu, dan orangnya juga gak pernah cerita. Katanya, meninggalnya kena serangan jantung tiba-tiba pas waktu jaga di sini. Saya juga gak tahu persisnya, waktu itu saya gak sedang jaga.”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Kok bisa, ya? Gak nyangka.. padahal dulu sering nongkrong bareng sama saya dan suami saya. Sekarang tiba-tiba gak ada gitu aja..” kata nyokap kemudian.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Iya, Bu.. umur orang siapa yang tahu.. ” kata lelaki tersebut mengakhiri. “Memang, ke sini ini tadi ada keperluan apa, Bu, kok nyari Pak Slamet?”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Eng?” Nyokap kebingungan seketika. “Enggak, saya ini tadi ada perlu karena butuh jasa syuting. Kebetulan Pak Slamet kan biasanya juga kerja <i>record video</i> gitu..” kata nyokap berhasil memberi alasan, karena seketika inget pekerjaan Pak Slamet.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Oh, kebetulan,” kata lelaki itu kemudian, mengambil kartu namanya dan memberikannya ke nyokap. “Saya juga sama, kerja jasa syuting video, Bu. Saya Rudi. Nanti kalau butuh hubungi saya aja. Saya kasih diskon. Hehe..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Ohh… iya.” kata nyokap, menjawab seadanya. Tak lama kemudian nyokap akhirnya pamit untuk ngelanjutin jalan-jalannya di kebun binatang.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div align="center" style="text-indent: 0.64cm;">***</div><div style="text-indent: 0.64cm;">Selama perjalanan pulang setelah menjemput nyokap dan Udik, gue mendengarkan cerita dari nyokap dengan seksama. Betapa, kematian seseorang sama-sakali gak pernah kita duga-duga. Siapa aja bisa dijemput ajalnya tiba-tiba, entah menusia tersebut masih muda, sehat, maupun masih anak-anak. Nyokap juga mereka ulang, kapan Pak Slamet mati. Dua tahun yang lalu, nyokap dan Udik ke sana sehari setelah hari ulang tahun Udik yang jatuh pada tanggal 21 Juni. Minggu-minggu akhir pada bulan Juni. Lalu lelaki tersebut juga bilang kalau Pak Slamet meninggalnya pada bulan Juni. Itu artinya, Pak Slamet meninggal setelah beberapa hari setelah bertemu nyokap dan si Udik. Sedangkan menurut pengakuan nyokap, Pak Slamet waktu terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejalan sakit apapun.<br />
Ini masih aja sulit dipercaya. Kematian seseorang memang sulit untuk diprediksi.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><i>Other side</i>, di sisa perjalanan pulang gue sempet bergurau ama nyokap mengenai <i>Slamet’s Tactic</i>, “Wah, berarti sekarang udah gak bisa masuk gratis pake alasan ‘mencari Pak Slamet’ lagi, ya? Hahaha..”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Gak juga” jawab nyokap.</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Heh?”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Kan tadi mamak dapet kenalan baru.. namanya Pak Rudi. Ini mamak dikasih kartu namanya.” Kata nyokap menjelaskan. “Jadi, lain kali kita kebun binatang, kita nyarinya Pak Rudi!”</div><div style="text-indent: 0.64cm;">GUBRAAKK!!</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;">“Hahahahahahahaha!!..” gue hampir aja mati ketawa.</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
<br />
</div><br />
<div style="text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><br />
</span><br />
<br />
<br />
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-56207723386464612362011-08-01T19:48:00.006+07:002011-08-03T20:26:43.982+07:00-Twit-Twat!!-<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Sejak semester ini gue sibuk ngerjain TA (Tugas Akhir), gue jadi jarang banget <i style="mso-bidi-font-style: normal;">online</i>. Entah itu ke </span><span lang="IT">warnet, minjem lapt</span><span lang="SV">op N modem temen, ataupun make modem punya bokap di rumah (kalau yang terakhir, emang sering karena pulsanya gak ada.) Kalaupun gue <i style="mso-bidi-font-style: normal;">online</i>, mungkin itu karena ada tugas yang mengharuskan gue untuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">online</i>, ataupun lagi upload file atau lagi posting blog (seperti yang sedang gue lakukan sekarang ini). Gue lebih sering <i style="mso-bidi-font-style: normal;">online</i> make hape buat sekedar ngecek info di facebook, di twitter, ataupun web-web lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV"> Nah! Karena kebiasaan online melalui hape inilah, gue sekarang lebih suka ama twitter ketimbang facebook. Ternyata, ketika kita mobile beraktifitas dan kita ingin update status setiap saat atau ingin mengetahui infomasi secara cepat, twitter-lah pilihan terbaik di urutan pertama. Tinggal buka, nge<i style="mso-bidi-font-style: normal;">-tweet</i> (menulis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tweet</i>), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">send</i>, beres. Di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">timeline</i> kita juga muncul semua informasi dan istilahnya: ’<i style="mso-bidi-font-style: normal;">feed’</i> dari akun twitter yang kita <i style="mso-bidi-font-style: normal;">follow</i>, dimana informasinya mengalir begitu cepat dalam hitungan detik. Dimana hukum di twitter adalah: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">follow</i>-lah teman kamu, atau orang-orang yang kamu sukai atau yang bermanfaat bagi kamu. Dimana mem-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">follow</i> tak harus di-follow, ataupun sebaliknya. Tak ada unsur paksaan atau keharusan di twitter. So, informasi yang muncul di timeline = yang kamu follow.</span></div><br />
<span class="fullpost"><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
<span lang="SV"> Mungkin bagi sebagian besar orang yang pernah membandingkan antara facebook dan twitter, akan berkata kalau facebook jauh lebih lengkap dan bagus dibandingkan dengan twitter yang lebih.. simpel. Tapi bagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social network’s user</i> yang udah bener-bener mencoba keduanya, pasti akan berkomentar yang sama: ”orang yang bilang begitu, pasti gak tahu bedanya fungsi twitter dan facebook.” (dan bagi orang yang berkomentar, ”Enggak ah! Make twitter bikin bingung, semuanya serba teks. Di-RT, mention, apa lah, bla-bla-bla.. Mending pake facebook.”, kita semua sepakat: pasti orang ini baru nyoba nge-tweet sekali, langsung gak suka, dan gak mau nerusin belajar make lagi. Atau bahkan ada orang yang masih belum buat twitter dan baru mendapat gambaran twitter seperti apa dari temennya, dia biasanya langung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ill feel</i> duluan.) Bahkan pernah ada temen gue yang komen gini, ”Hah, Twity? Twitter?? Apaan tuh? Dari namanya aja udah jelek. Enggak ah! Bagusan juga facebook.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Dia gak tahu, kalau gue udah ngambil beberapa batu kecil waktu itu. Nunggu dia salah ngomong lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Memang, twitter jauh lebih simpel dibanding facebook. Tapi justru itulah kelebihan terbesarnya dibandingkan facebbok. Twitter itu simpel: menulis teks 140 karakter. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">That’s all</i>. Selain sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social network</i>, dimana kita saling berkomunikasi dengan teman-teman kita, kelebihan utamanya adalah: twitter merupakan media <i style="mso-bidi-font-style: normal;">micro blogging</i>. Jadi twitter gak cuma buat bikin status atau saling komen status, tapi lebih dari itu, kita dapat menulis apapun di twitter. Maksud gue secara harfiah: apapun. Entah itu informasi, ilmu pengetahuan, berita, inspirasi, cerita, link web, survey, kuis, quote, dan apapun-hal-lain-yang-bisa-ditulis-lainnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Kelebihannya yang simpel dan cepat, membuat twitter jadi pilihan awal untuk saling share informasi. Kita dapat menulis apapun, di manapun, di detik kapanpun. Gue sering terbantu dengan twitter ketika punya ide seketika untuk menulis sesuatu. Karena hanya sepanjang 140 karakter, kita diajak untuk menulis sesuatu yang ringkas, berisi dan tidak memboroskan kata-kata. Twitter merupakan media yang bagus untuk berlatih menulis. So, bagi yang hobi menulis atau penulis, menfaatkan twitter untuk pembentukan pola pikir kreatif dalam menulis dan gunakan batasan 140 karakter untuk membiasakan tidak menggunakan kata-kata yang tidak perlu.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Misalnya, kamu mengalami keadaan atau kejadian kayak gini:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">”Ketika kamu berangkat kuliah, kamu terlambat dan ngebut di jalan. Karena saking ngebutnya ketika macet, kaca spion kamu menyenggol kaca spion mobil ketika kamu melewati mobil tersebut dan kamu terkena klakson berkali-kali dari mobil tersebut. Kamu terus jalan ngebut karena takut. Kamu selamat.”</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Mungkin keadaan tersebut kalau dikonversi ke dalam bentuk teks, kebanyakan orang akan menulis status:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">”Hufh!.. Untung aja tadi ngebut kaca spion mobil itu gak pecah ketabrak spion gue, cuma diklakson berkali-kali sama yang punya. Besok lebih hati-hati deh..”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Tapi, bagi yang hobi nulis dan sedikit kreatif di twitter, dapat menulis seperti ini:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">“note to self: jika kaca spion lebih lebar dari setir, jangan terlalu lincah dalam menyalip.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="mso-outline-level: 1; text-indent: .25in;"><span lang="SV">Atau;</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">”adegan tos antar kaca spion motor N mobil tidak baik untuk kesehatan. Beda urusan, antara salam gaul dgn nabrak mobil.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">Simple is good</span></i><span lang="SV">. Melalui batasan 140 karakter, mulailah kebiasaan memilih kata-kata yang paling efektif untuk setiap makna yang ingin kamu sampaikan, dan mulailah membiasakan diri menggunakan penyampaian cerita yang lebih kreatif.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Contoh lagi:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">”kamu pulang malam-malam nyampe rumah dan dalam keadaan kelaparan. Di dapur kamu membuka panci dan berisi sayur lodeh kemaren yang baru saja dihangatkan. Menu hari ini masih sama dengan kamaren karena sayur lodeh dari kemaren belum habis. Kamu gak mood makan seketika.”</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="IT">Daripada menulis secara harfiah seperti ini:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="IT" style="font-size: 14pt;">“kelaparan malam-malam. </span><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">Buka panci di dapur dan melihat masih ada sisa sayur lodeh dari kemaren. Langsung tidur aja ah!..”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Mungkin bisa mencoba:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">“kelaparan//buka panci// melihat sayur lodeh sisa kemaren// ’ini niat bikin sayur apa tape ya, sampai 2 hari?’”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Atau gini:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: .25in;"><span lang="IT" style="font-size: 14pt;">“sepertinya </span><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">nyokap hobi masak memakai pengawet. Sayur lodeh ini tahan 2 hari di dapur. Mungkin rencananya, buat seminggu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Atau:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">“Mitos: sayur lodeh makin lama makin enak. Fakta: sayur lodeh yang udah berusia 2 hari, makin mirip gudeg. Tapi mungkin rasa tape.”</span><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Atau misal, keadaan lagi:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">”Dosen kamu jelasin tentang teknologi handphone tercanggih yang ngetrend akhir-akhir ini. Beliau jelasin perbandingan antara hape iphone dan Blackberry. Topik mata kuliah hari ini adalah tentang teknologi Smart phone.”</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Kamu dapat menulis:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">”Dijelasin Dosen. Baru sadar, ternyata Smart phone dengan hape Smart itu beda!”</span><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">Be Creative!</span></i><span lang="SV"> Teruslah berlatih menciptakan kata-kata dan penyampaian cerita yang seru!</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Dalam melakukan aktifitas twitter sendiri, usahakan tidak menghina pihak lain, nyampah dengan kasar, atau sebisa mungkin hindari kata-kata absurd yang sulit dimengerti maknanya ketika dibaca orang lain. Meskipun di twitter itu kita bebas menulis, tapi apa yang kita tulis akan terbaca oleh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">follower</i> kita ataupun pihak lain. So, jadi kalau kita menghormati orang lain dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">follower</i> kita, akan lebih baik kalau kita memperbaiki penulisan kata-kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tweet</i> kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Sering banget gue lihat anak yang nyampah dengan kasar N penuh berisi dengan keluhan-keluhan dan kalau dibaca <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tweet-tweet-</i>nya, bakal bikin <i style="mso-bidi-font-style: normal;">illfeel</i> N pengen nge-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">unfollow</i> orang kayak gitu. Sekali lagi, jadilah kreatif. Sebisa mungkin buatlah tweet sampah kalian tersebut masih enak buat dibaca, ngasih pelajaran kehidupan ke pengguna twitter yang lain, atau ubahlah ke dalam bentuk tulisan lain yang lebih bagus.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">Other side</span></i><span lang="SV">, TA gue sekarang udah kelar N waktu gue agak bebas sekarang. Semoga gue bisa kembali banyak belajar nulis lagi di blog ini..</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: .25in;"><span lang="SV">Tunggu post gue selanjutnya! <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Keep read! ;D</i></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-45533295445652665192011-06-03T12:49:00.000+07:002011-06-03T12:49:45.190+07:00-untold 5!!-<div class="MsoNormal">Kadang, bukan. Seringkali, imajinasi muncul ketika kita berdiskusi maupun mengobrol dengan orang lain. Terkadang ide itu begitu membekas kuat di kepala gue hingga dapat gue masukkan ke dalam cerita gue..</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">G: gue.</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="IT">Di gedung D3 lantai 3 di depan lab. kampus gue. </span><span lang="SV">Mengisi jam kosong dengan ngobrol santai.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">...</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">G: ini kuliahnya masih lama ya..</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">Y: masih entar, jam satu-an..</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">R: iya, wes alah.. terus geje di sini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">G: iya.. ngapain ya enaknya..</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="IT">W: gini ini membuang-buang waktu.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">G: eh, minta permennya, Yos!</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">Y: kamu kan udah sih tadi..</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">R: aku juga!</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">G: iya tadi udah habis.. minta lagi dong..</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">Y: *mengeluarkan sachet tester permen kopi kapal api (yang berisi 3 buah permen)*</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 9.0pt; text-indent: -9.0pt;"><span lang="SV">G: *merebut dengan cepat bungkus permen dan membukanya. Mengambil satu permen dan sisanya gue berikan ke lainnya*</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">R: *mengambil sisa permen dan membukanya. Sisa permen diberikan ke anak lain*</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">W: *ikut makan permen terakhir*</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Y: hei-hei! Bungkus permennya, jangan dibuang sembarangan! Nanti aku yang kena.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">G: haha.. </span><span lang="IT">iya-iya..</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IT">R: iya, bungkus permen ini ada di mana-mana. Di lab, di kelas, banyak bungkus permen kopi kapal api di mana-mana.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IT">Y: iya.. anak-anak kalau habis makan gak dibuang. </span><span lang="SV">Gitu, selalu aku yang kena.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">G: hahaha.. ya, siapa lagi yang bawa permen gini tiap hari kalau gak kamu.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Y: ya, tapi kan bukan aku yang buang sampah!</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">G: haha.. pokoknya kalau ada anak yang makan permen kopi kapal api, gak lain gak bukan pasti itu dari Yosi.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Y: hahaha.. ya gak aku aja pek! </span><span lang="IT">Sapa tahu dia emang beli sendiri!</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">G: tapi emang permen ini langsung booming di kampus sejak kamu bawa permen gini tiap hari.</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Y: iya, tiap hari anak-anak selalu mintain aku tiap hari..</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="IT">R: iya pek! Bungkusnya ada-ada di mana. </span><span lang="SV">Bahkan tempat sampah lho, penuh dengan bungkus permen itu..</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">G: hahaha.. iya. Mungkin besok-besok bungkusnya jadi lautan sampah di sini. Buka tempat sampah, BROOL!! Keluar semua bungkus permen. Buka loker, BROOL!! Keluar bungkus lagi. Buka tas sendiri, BROOL!! Keluar bungkus permen. Semua tempat bakal dipenuhi lautan bungkus permen. Hahahaha!..</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Y+R: hahahaha!...</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">R: jadi kayak limbah gitu ya.. bahkan buka sepatu sendiri, BROOL!! Keluar bungkus permen. hahaha..</span></div><span class="fullpost"><br />
</span><br />
<div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: hahaha.. terus, buka baju sendiri, BROOL! (Hah?)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahahaha.. </span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Y: hahaha.. ya gak gitu juga kali..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">(berhenti sejenak, beristirahat dari laugh moment.)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: kamu kok bawa permen gini tiap hari, Yos?</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">Y: iya, di rumahku gini ada satu kardus permen gini dapat dari ayahku kerja. Aku bawa sepuluh bungkus tiap hari lho, masih gak abis-abis..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: wah, berarti kamu kurang banyak bawanya, Yos!</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Y: iya, biar kamu bisa minta sepuasnya tiap hari!</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: lho, kamu gak tahu? Dia bawa permen gini ini karena dia udah gak dikasih uang saku lagi sama ortunya.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Y: hahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahaha.. jadi permen ini sebagai ganti uang sakunya tiap hari ya.. mungkin ayahnya bilang, ”Udah, kamu gak usah pake uang saku lagi. Ini, kamu bawa aja permen ini tiap hari”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: haha.. mungkin dia kalau mau beli apa-apa, musti barter dulu. Mau beli makan di kantin, harus barter sepuluh bungkus permen baru bisa makan. Pengen beli jajan, dia harus tukar permen lagi. Pengen beli permen kopi kapal api, dia juga harus barter lagi.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R+Y: HAHAHAHA!!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: Hahaha!.. kebodohan cak! Buat apa dia beli permen kopi kapal api lagi?! Hahaha!.. Abis gitu, orang yang jual bakal curiga, ”apa anak ini gak apa-apa?”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Y: Iya cak! Hahaha!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: Ya, sapa tahu... namanya juga lagi pengen. Eh, berarti tiap kalau kamu beli bensin juga barter ya?</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: iya, tiap ke SPBU dia beli bensin dia ngomong ”pak,saya gak ada uang. Permen aja ya?”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: Wow, enaknya.. Tapi pasti dia tiap hari pindah-pindah SPBU biar gak ketahuan.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">R: iya, jadi tiap hari dia habis dari SPBU satu, besoknya ke SPBU lainnya. Gitu terus tiap hari.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">G: hahaha.. iya, soalnya begitu semua SPBU udah dicoba semua, dan dia akhirnya mencoba di satu SPBU berkali-kali, petugas SPBU-nya ahirnya komplain “Mas, jangan bayar pake permen lagi dong. </span><span lang="SV">Saya udah tiga hari nih, makan permen terus...”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Y+R: HAHAHAHAHAHAHHA!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">....</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Hari Jumat pukul 11:00 di kampus, bersama anak-anak akan segera berangkat Jum’atan ke masjid di kampus ITS pusat yang biasa banyak penjual makanan ketika hari jum’at.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: eh, ayo Jum’atan!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">R: Ayo!</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">S: Jum’atan ke mana?</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: ya, biasalah! Ke mana lagi..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">S: Kamu, ke sana, niatnya apa?</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: Ya jum’atan dong.. masa jajan.. Ups!</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">S+R+T: hahahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: ralat, jum’atan sekalian jajan.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">S: halah, alibi kamu.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: lho, niatnya kan emang jum’atan..terus, apa salahnya sekalian jajan kalau di sana emang banyak yang jualan. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">S: hahaha.. halah, alasan aja.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">(mulai jalan kaki menuju masjid)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: eh, tapi iya ya, di sana sekarang makin banyak orang yang jualan kalau pas jum’atan.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: iya, itu nanti lama-lama makin menuhin jalan.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: lho, itu sebenernya cara dari pihak manajemen masjidnya untuk menarik pengunjung.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: hahaha.. jadi biar yang datang jum’atan tambah rame gitu ya?..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: hmm.. ternyata dari pihak penjual dan manajemen masjid udah berkonspirasi ya.. *manggut-manggut*</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: iya, jadi mereka sama-sama untung. Simbiosis mutualisme. Yang jualan laku dagangannya, lalu masjidnya penuh orang jum’atan.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: iya kalau gitu. Kalau gini: pas belum waktunya jum’atan penuh dengan orang, tapi pas waktunya jumatan malah masjidnya cuma isi separuh??</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T+R+S: hahahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahaha.. jadi, banyak orang yang datang cuma untuk jajan ya..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: hahahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: haha.. jadi percuma, pihak manajemen masjid bekerja sama dengan mereka.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: tapi jangan-jangan malah besok-besok kalau kita beli makan di sana, musti pakai kupon segala?</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T+R: hahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: haha.. jadi mirip bazaar.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: ini jadi malah bisnis bagi untung.<br />
G: iya, nanti struk hasil pembelian pas waktu di masjid ditukarkan. Jadi orang beli paling banyak, dapat shaf pertama.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T+R+S: HAHAHAHAHA!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: terus nanti yang beli yang paling sedikit dapat shaf paling belakang ya.. hahahahaha!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: hahaha..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: hahaha.. jadi, suatu saat nanti di masa depan, kita kalau pengen jum’atan musti beli sesuatu dulu..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: hahaha.. jambret! Kayak apaan aja.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">S: jadi kayak promo gitu ya..</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: iya, jadi kerjasama mereka berkembang gitu. Atau mungkin, suatu saat nanti, jumatan tiap minggu tuh ada sponsornya. Jadi di luar masjidnya, terdapat banner dan spanduk-spanduk merk produk gitu. Terus, ganti-ganti tiap minggu.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R+S+T: hahahahahaha!..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: jadi nanti pas waktu kita jum’atan, juga dibagi selebaran tentang keunggulan produk-produknya..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">R+S+T: hahahaha..</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">R: haha.. gantiin selebaran tabloid yang biasanya ada di masjid itu ya..</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">G: hahaha.. mirip gitu. Terus, ketika Imam-nya abis selesai khotbah, khotib-nya bakal bilang: “Momen ini dipersembahkan oleh ...”</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">R+S+T: BHAHAHAHAHAHAHA!..</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost">…</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">(kita sampai jalan di depan Masjid letak di mana banyak orang jual makanan. Kita meluangkan waktu untuk beli jajan hingga sebelum Adzan, lalu kemudian menuju masjid)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: buanyak orang ya, sekarang.. *sambil melihat ratusan orang masuk masjid*</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R: iya, karena banyak orang jualan makanan ini, jadi rame.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">(terus berjalan mendekat, hingga sampai dekat tempat air wudlu dan melepas sepatu)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: Tom, penuh tempatnya. Kita gak kebagian tempat kayaknya..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: kita tadi cuma beli makanan sedikit, jadi kita dapat tempat paling belakang.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G+R: hahaha...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: aku tadi cuma habis 2500, pasti dapat tempat paling belakang.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G+R: sama, aku juga.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">T: yang dapat tempat paling depan di dalam itu, pasti udah beli banyak. *sambil melihat ke dalam masjid*</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">G: masih mending gitu. Tadi Satya gak beli makanan apa-apa. Sekarang dia harus berdiri jum’atan di luar.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">R+T: BUAHAHAHAHAHAHA!...</span></span></div><span class="fullpost"><br />
<br />
<br />
<br />
</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-4692031163056651772011-05-01T08:42:00.002+07:002011-05-07T22:03:07.761+07:00-posting gado-gado!!-<div class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Hoo.. Hoo.. Hoh!</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Boot <i style="mso-bidi-font-style: normal;">is back!</i></span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">…</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">…..</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Sekali lagi ternyata media <i style="mso-bidi-font-style: normal;">streaming video</i> Youtube (baca: yu-tub) memang cara yang efektif untuk menjadi cepat terkenal ya.. Pengen jadi artis?? Gampang. Bikin video-video yang gokil, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">upload</i> di Youtube. Terkenal deh. Seperti yang terakhir sekarang adalah seorang polisi, Briptu Norman dengan lagu India Chaiya Chaiya. </span><span lang="SV">Saking <i style="mso-bidi-font-style: normal;">booming</i>-nya, dia berkali-kali diundang di berbagai stasiun TV. Seolah-olah, tiap acara yang ada Briptu Norman-nya pasti bakal laris. (gue masih nunggu, pasti bentar lagi di salah satu episode sinetron Putri Yang Ditukar atau Cinta Fitri Sesion 7, tiba-tiba nongol Briptu Norman gitu aja. Mungkin di Episode spesial tersebut, judulnya juga ganti: Cinta Fitri Sesion 7 feat: Briptu Norman, atau Putri Yang Ditukar: ternyata Briptu Norman. Jadi ceritanya, ternyata anak perempuan mereka yang selama tertukar, yang gak tahu dimana rimbanya, ternyata aslinya adalah Briptu Norman. ?? <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Yeah, we never know?</i>)</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Kalau di Udin punya bakat menciptakan lagu, ternyata Briptu Norman punya bakat menyanyi, bukan hanya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">lipsync</i> dan pandai menari India. Ya, sesuai dengan yang lagi tren saat ini, bentar lagi mungkin dia bakal membuat lagu video clip Chaiya Chaiya dengan penari latar ribuan ulat-ulat bulu yang menari indah (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">again, who knows?</i>). Dan mungkin sebentar lagi, untuk melengkapi lagunya, Udin juga akan menambahkan satu lagi nama Udin di lirik lagu Udin Sedunia-nya: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Udin yang suka joget India, namanya Normanudin.</i></span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Ya, semoga kehadirannya di jagat industri <i style="mso-bidi-font-style: normal;">entertainment</i> gak cuma sesaat dan meredup begitu aja seperti pendahulu-pendahulunya. Gue masih nunggu, orang-orang seperti apa lagi besok yang bakalan muncul dan jadi terkenal dadakan lewat Youtube. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lipyinc</i> udah, pembuat lagu udah, penyanyi dan penari udah. Mungkin ke depannya bakal ada pemain sulap atau pemain debus fenomenal yang terkenal lewat Youtube. Suatu saat, <i>host</i> Insert Investigasi membuka dialog dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">opening</i>: ”Pemirsa! Fenomena Youtube kembali terjadi. Setelah Briptu Norman yang terkenal lewat lagu india Chaiya-Chaiya, sekarang muncul sosok baru. Yonda si Kepala Ajaib, begitu banyak orang menyebutnya. Video aksinya yang memotong kepalanya dengan gergaji mesin yang ditonton lebih dari satu juta orang di Youtube, mengundang decak kagum dan antusiasme yang tinggi dari masyarakat. Aksinya dalam video tersebut sangat fenomenal dan melambungkannya namanya dalam sekejab. Kita lihat, bagaimana persiapannya ketika menempelkan lagi kepalanya dengan selotip dan lem besi, ketika tim Insert mengundangnya untuk datang ke Jakarta. Semuanya terangkum dalam Insert Investigasi!”</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">Asumsi gue, gak lama lagi juga bakal muncul kategori baru buat artis di Indonesia. Kalau sekarang ada kategori Pemain Sinetron, Pemain Film, Presenter, Penyanyi, Pelawak, Pesulap, dan lain-lain, besok-besok dalam acara penganugrahan penghargaan, bakal muncul kategori: Penari Youtube terfavorit, Artis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lipsync</i> Youtube terfavorit, Pendatang Baru Youtube terfavorit, dan lain-lain.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><span class="fullpost"></span><br />
<div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">(<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">catatan</b>: kenapa pengertian kata ’artis’ bergeser ke pengertian ’selebritis’ (orang terkenal) ya? Padahal pengertian arti kata ’artis’ yang sebenarnya adalah: seorang seniman. Orang yang pekerjaannya atau bekerja di bidang seni. Gak peduli seniman itu terkenal atau tidak, mereka adalah artis. </span><span lang="IT">Tapi di Indonesia sendiri, artis adalah: orang yang terkenal dan sering masuk tipi. Gak cuma penyanyi, pemain film, dan lain-lain yang terkenal. </span><span lang="SV">Kalau kamu host terkenal dan sering masuk tipi, kamu adalah artis. Kalau kamu pengacara yang sering menangani kasus artis terkenal, dan kamu sering masuk tipi, kamu adalah artis. Kalau kamu ahli Telematika dan sering melihat kasus video yang lagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">booming</i> dan bilang ”Ini bukan rekayasa!”, dan kamu sering masuk tipi, kamu adalah artis. Kalau kamu orang biasa yang iseng-iseng meng-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">upload</i> video gila kamu ke Youtube dan tiba-tiba jadi terkenal, dan kamu sekarang sering masuk tipi, kamu adalah artis. Jadi jangan salahkan, kalau ada anak kecil yang ditanya tentang apa cita-citanya, lalu dia jawab, ”Pengen jadi artis!”. Lalu ketika ditanya mau jadi artis apa, dia cuma jawab, ”Gak tahu, yang penting jadi terkenal!”)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">....</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">....</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IT">Chaiya, chaiya..</span></i><span lang="IT"> (baca: oke, lanjut..)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">Bagaimana kabar keluarga gue? Kabar keluarga gue baik-baik </span><span lang="SV">aja. Bokap masih sibuk dengan projek-projeknya, si Udik masih malas belajar dan lebih terobsesi buat jadi pembuat komik, Nyokap masih jadi ibu rumah tangga terlucu di rumah, si Galuh masih sibuk banget dengan kuliahnya, dan gue masih terus berupaya berguna bagi nusa dan bangsa, masih normal dan sehat.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-GB">Baidewei</span></i><span lang="EN-GB">, selain sibuk dengan urusan rumah tangga, Nyokap juga sekarang mencoba membuat yang dinamakan ‘Jamu Serbuk’ buat usaha kecil-kecilan. Sesuai namanya, inti dari jamu ini sebenernya, sih, mengubah bentuk jamu tradisional yang biasanya banyak dipakai yang berupa cair, menjadi ke bentuk serbuk atau bisa disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kristalisasi </i>(kalau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">enkapsulasi</i>, itu di Nutrisari). Inti, tujuan, dan visi, kenapa jamu diubah menjadi ke bentuk serbuk adalah: agar lebih praktis, higienis, dan lebih layak jual.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="EN-GB">Proses membuat jamu serbuk ternyata gak mudah lho.. </span><span lang="SV">Jamu tersebut harus terus dimasak selama 4 jam dengan terus mengaduknya dan menjaga apinya agak tidak terlalu besar/kecil. Kalau tidak bisa menjaga apinya, maka bentuk jamu akan berakhir menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gulali</i> (permen) yang lembek dan liat itu, bukannya serbuk. Jadi, butuh ketelatenan ekstra agar jamu berhasil berproses secara sempurna menjadi ke bentuk serbuk. (tapi seenggaknya, se-gagal-gagal-nya membuat, hasil akhir produknya masih berupa jamu. Kalau gak jadi jamu serbuk, ya permen jamu. Jadi, kalau ada orang nanya, “Kenapa kok malah jadi permen gini?!” bisa jawab dengan enteng, “Lagi bosen bikin yang serbuk sih! Lagian sekarang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">trend</i>-nya jamu itu sekarang diemut kan..”)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Dalam mengaduk jamu juga, harus dilakukan perempuan lho! Kenapa? Karena gak ada cowok yang mau mengaduk selama 4 jam.. (Ok, out of topic.) </span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Ternyata, bahan terpenting dalam proses penyerbukan ini adalah: Gula!</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Jamu yang akan dibuat menjadi serbuk haruslah dicampur atau ditambahkan gula. Gula-lah yang berfungsi untuk mengikat molekul-molekul pintar dari bahan jamu (kok jadi mirip iklan oli?), dan menjaganya agar dapat mengkristal (menjadi serbuk) dan mudah diserap oleh tubuh ketika dikonsumsi nantinya (go ion!). Gula jugalah yang mempengaruhi dari massa (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">m</i>) jamu dalam bentuk serbuk. Jamu yang dimasak dengan 1 kg gula, akan menghasilkan 1 kg jamu serbuk. Begitu juga ketika jamu dimasak dengan 2 kg gula, maka akan menghasilkan 2 kg jamu serbuk.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Jadi rumusnya,</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><span lang="SV">Jamu +<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> n</i> gula = <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> jamu serbuk.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Hal lain yang harus diingat juga dalam proses memasak jamu, jangan pernah mencampurnya dengan asam (buah asam)! Karena itu akan membuat proses peng-kristalan akan gagal dan jamu akan tetap menjadi air. Gue gak tahu, kenapa asam dan gula saling bermusuhan seperti itu. Mungkin kadar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kalori +</i> pada gula saling bermusuhan dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ph –</i> pada buah asam. Jadi gini:</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><span lang="SV">Jamu + <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> gula(kalori +) + <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> asam(ph -) = <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> serbuk jamu</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><span lang="SV">Berubah jadi;</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span class="fullpost"><span lang="SV">Jamu + <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> gula + <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i>(- asam) = <i style="mso-bidi-font-style: normal;">n</i> serbuk jamu.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV" style="font-size: 10pt;">(note: bagi yang makin bingung setelah melihat rumus yang gue tulis di atas, jangan terlalu diambil pusing. Gue aja gak yakin dengan apa yang tulis)</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Selain membuat jamu serbuk, nyokap juga masih sering merebus jamu biasa buat dikonsumsi sendiri. Paling sering nyokap buatin buat gue buat langsung diminum.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">One day</span></i><span lang="SV">, seperi biasa gue ke dapur, dan melihat ada sepanci jamu ada di bawah. Karena kebiasaan, gue langsung ambil gelas dan ambil jamu yang di panci tersebut. Sewaktu gue minum, rasanya agak aneh. Rasanya agak tawar. Waktu gue lihat, jamunya ternyata agak bening gitu, gak butek seperti jamu pada umumnya. Ngerasa ada yang gak beres, gue langsung lapor ke nyokap.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">“Eh?! Kamu minum jamu itu?!” tanya nyokap ke gue, dengan ekspresi agak kaget.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">“Iya, tapi kok rasanya agak tawar ya?” tanya gue polos. </span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">“Jamu itu bekas keujanan! Hahahahaha!!..” nyokap kemudian ketawa ngakak.</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">“Hah?!!..” gue melongo. “Beneran?!”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">“Iya, kemaren pas ujan lupa belum Mamak pindahin. Sebenernya jamunya udah abis sih.. Keujanan jadi penuh lagi.”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">Glek! </span></i></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Sial! Gue gak pernah nyangka kalau jamu yang ada di bawah itu korban dari genteng bocor di dapur. Jad</span><span lang="EN-GB">i, sebenernya jamu itu udah abis.. jadi, sebenernya gue minum air hujan rasa jamu..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="EN-GB">“Tapi gak apa-apa.. anggap aja obat.” tambah nyokap, masih memberi sugesti positif sambil berlalu pergi gitu aja. </span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="EN-GB">Wow, gue gak pernah nyangka sugesti postif dari nyokap sebesar itu. Mungkin, kalau suatu saat di Udik (adik gue paling kecil) gak sengaja ketuker antara ngemut susu kental manis sachet dengan Autan sachet, nyokap pasti tetep akan bilang, “udah, gak apa-apa.. </span><span lang="SV">anggap aja obat. Abis ini adik kamu pasti gak akan digigit nyamuk lagi.”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="IT">Sepertinya gue harus lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan di rumah gue sendiri..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">...</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV">Other side</span></i><span lang="SV">, gue masih sibuk berusaha ngelarin TA (Tugas Akhir) gue. TA gue masih jalan sekitar.. em.. mungkin 20%. Karena spek. komputer rumah yang gak mencukupi, maka satu-satunya harapan yang ada adalah gue mngerjakan TA di komputer lab. kampus. Awalnya lab. kampus masih bisa dipakai sampai malam dan juga sabtu minggu, tapi karena sekarang aturan dan sistem birokrasi lebih ketat, maka sekarang lab. cuma bisa dipakai selama hari dan jam kerja aja. Senin-Jum’at. Jam 08:00-16:00. Alhasil, karena gue juga kuliah, dan anak-anak lain juga memakai lab. untuk kuliah, maka cuma hari Kamis dan Jum’at aja anak-anak-yang-memanfaatkan-lab.-untuk-mengerjakan-TA bisa mengerjakan TA dengan maksimal. Sisanya, kita harus nyuri-nyuri waktu. Itupun kalau gak ada tugas, atau niat kita udah 200%. Sering banget juga gue ngalami, pas lagi gak bisa ngerjain TA (lagi gak bisa make lab.), lagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mood-mood</i>-nya ngerjain. Eh, giliran pas bisa ngerjain dan pinjem lab., gue kehilangan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mood</i> gue sama sekali dan gak tahu musti ngapain. </span><span lang="EN-GB">Mau gak mau, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">I do my TA without spirit N passion. Just do it. Until time is up</i>. Kalau udah gitu, biasanya gue berpedoman, “Bud, kerjakan saja.. Mau atau gak mau. </span><span lang="SV">Semangat atau gak semangat. Lakukan saja, pasti nanti ada perkembangan dan selesai dengan sendirinya.”</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Belum lagi mata kuliah e-Learning, yang dimana ada tugas projek untuk UTS dan UAS. </span><span lang="EN-GB">Jadi selama kuliah, kita diberi teori dan praktek, bagaimana membuat produk atau konten E-Learning, lalu dalam UTS dan UAS adalah hasil akhir produk jadinya. Sesuai dalam SOP ketika pertemuan awal mata kuliah ini, untuk UTS projek yang dilakukan dan produk yang dibuat adalah e-Learning dalam bentuk aplikasi (*.exe) dan dalam media CD atau DVD, untuk kemudian dijalankan di komputer. Untuk UAS (gue gak sabar cerita ini), produk yang dihasilkan adalah E-Learning berbasis web, pemirsa sekalian! Jadi kita disuruh buat e-Learning dengan media web online, dimana nanti dalam system belajarnya dapat diakses siapa saja secara online. Jangan pernah tanya gue, gimana cara buatnya..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="EN-GB">Pelajaran berharga, ternyata dosennya disiplin. Mulai dari kuliah awal hingga seminggu sebelum ujian UTS kemarin, sang dosen meminta progres projek tersebut tiap minggu! Jadi, di waktu kuliah praktikum kita mencicil membuat projeknya, di waktu kuliah teori, kita disuruh presentasi tentang progres projek kita dan apa aja kendalanya. </span><span lang="SV">Mengetahui fakta itu, kita sekelas serempak setuju bilang, ‘yang bener aja pak! TA kami aja belum ada kemajuan progres yang berarti, eh, projek kuliah ini menuntut sesuatu yang melebihi TA! Gimana dengan TA kami?! Kapan bisa mengerjakannya kalau gitu?!!’</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Ya, disadari ataupun tidak, projek mata kuliah ini udah menjadi TA kedua bagi kita semua. Projek e-Learning gue ama temen gue (1 kelompok berisi 2 orang, mengerjakan 1 projek) untuk UTS ini adalah: Tutorial Pembuatan Karakter Chibi dengan menggunakan Adobe Photoshop. </span><span lang="IT">Kenapa gue pilih itu? Lagi-lagi karena itu mudah bagi gue, dan tutorial itu sendiri adalah apa yang selama ini jadi hobi gue. Untuk medianya sendiri, akan berbentuk aplikasi, tapi di dalamnya sebenernya berisi video tutorial (seperti yang tutorial ada di Youtube). Gue sendiri lebih fokus ngerjain video turorialnya, sedangkan temen gue ngerjain di bagian voice over, pengaturan aplikasi, lay-out, tombol-tombol, dan lain sebagainya. Sewaktu UTS seminggu kemaren, gue udah kebut buat video tutorialnya dan langsung gue kasih ke temen gue, biar gue bisa kembali fokus lagi ke TA gue (ya, sebuah kesalahan besar ketika seorang mahasiswa sangat fokus dalam projek salah satu mata kuliahnya, tetai menelantarkan TA-nya sendiri). </span><span lang="SV">Sekarang dalam tahap finishing oleh temen gue dan semoga hari Selasa besok udah bisa dikumpulkan. Dan gue sangat tidak sabar menunggu kuliah setelah UTS ini buat mengerjakan e-Learning BERBASIS WEB! Lagi-lagi, jangan tanya gue nanti mata kuliahnya kayak gimana, atau bagaimana cara mengerjakan projeknya..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Oh, TA gue..</span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span class="fullpost"><span lang="SV">Tunggu post gue selanjutnya.. (^0^)/</span></span></div><span class="fullpost"><br />
<br />
</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-18248561652504989232011-04-07T14:05:00.001+07:002011-04-07T14:10:22.666+07:00-cangkang karang-<div style="text-align: center;">CANGKANG KARANG <br />
<br />
<br />
asa itu kugenggam</div><div style="text-align: center;">dengan keseluruhan penyerahan jiwaku</div><div style="text-align: center;">serta pengagungan</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">terkadang dengan setengah, kubuka pelan</div><div style="text-align: center;">berharap malaikat berbaik hati</div><div style="text-align: center;">membukakan cangkang karang itu untukku</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">tak ada yang terjadi</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ingin ku remas erat</div><div style="text-align: center;">berharap remuk dan terbuka</div><div style="text-align: center;">tapi ku sadar, takkan ada yang tersisa</div><div style="text-align: center;">hanya remuk</div><div style="text-align: center;"><br />
<span class="fullpost"><br />
</div><div style="text-align: center;">di kesempatan kuletakkan karena terlalu berat</div><div style="text-align: center;">untuk menghirup nafas,demi hidupku</div><div style="text-align: center;">meski sejenak</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">kutunggu suatu kilau</div><div style="text-align: center;">mungkin berlian</div><div style="text-align: center;">mungkin</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">lalu tersadarkan, tangan karangku hanya mampu menggesek karang</div><div style="text-align: center;">diriku yang juga bercangkang</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">berlian hanya mampu tergores oleh berlian lain<br />
<br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">jika memang tak terijinkan</div><div style="text-align: center;">mengenggam jiwamu di masa ini</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">kutunggu kau di kehidupan selanjutnya</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">jika memang tak sanggup mewujud</div><div style="text-align: center;">setidaknya dalam lautan imajinasiku, cangkang itu terbuka<br />
</div><div style="text-align: center;">kita bersama<br />
<br />
<br />
</div></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-91807738569063818702011-03-23T08:25:00.001+07:002011-03-23T08:28:58.610+07:00-TA-TA-an!!-<div style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Hai-hai.. I'm back!</span></div><div style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Di </span><span lang="sv-SE">semester 6 ini, sesuai kalender pendidikan dan kurikulum yang ada di fakultas jurusan gue, adalah saat dimana kita sekelas </span><span lang="sv-SE"><i>musti-harus-kudu</i></span><span lang="sv-SE"> ngerjain yang namanya TA (Tugas Akhir). Meskipun berdasarkan kalender </span><span lang="sv-SE"><i>kegiatan bermalas-malasan </i></span><span lang="sv-SE">gue, seharusnya gue lebih banyak tidur siang dan jalan-jalan sekarang.</span></div><div lang="sv-SE" style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"><b>Keterangan:</b></span></span><span style="font-size: x-small;"><span lang="sv-SE"> Kalau mahasiswa S1 diharuskan membuat skripsi agar mereka lulus, bagi mahasiswa D3 teknik kayak gue diwajibkan membuat TA agar dinyatakan lulus. Bedanya, kalau skripsi lebih ke riset, TA yang kita buat lebih ke sebuah karya. Jadi tugas akhir kita adalah membuat suatu karya (content) sesuai dengan apa yang kita dapat dari jurusan dan fakultas kita masing-masing.</span></span></div><div lang="sv-SE" style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Semester 6 ini merupakan saat-saat yang paling </span><strike><span lang="sv-SE">ditakutkan</span></strike><span lang="sv-SE"> diimpi-impikan mahasiswa D3 dari semua tahap-proses-waktu dalam perkuliahan mereka. Seperti siklus metamorfosis dari ulat, yang asalnya dari telur berubah menjadi ulat, lalu kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu dalam metamorfosis sempurna, kita sekarang juga mengalami proses dari larva menjadi kepompong. Kita sekarang sedang menunggu hingga 4 bulan ke depan untuk menjadi serangga yang sesungguhnya. Karena </span><span lang="sv-SE"><i>basic</i></span><span lang="sv-SE">, kemampuan dan asal kita berbeda-beda, kita tak pernah tahu pada akhirnya kita menjadi kumbang kayu dewasa, capung, ngengat, ataupun kupu-kupu gajah yang indah. (Gue sendiri sih, berharap berakhir menjadi kupu-kupu emas raksasa yang selalu berkilau jika terkena sinar matahari dan bertaburan serbuk-serbuk emas tiap kali gue mengepakkan sayap, tapi ternyata iu gak ada. </span><span lang="it-IT">Itu cuma ada di film Ultraman.)</span></div><div style="color: white; margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="it-IT">Seperti yang telah kita duga sebelumnya, beban dari TA sendiri ternyata gak mudah (setelah sebelumnya nanya-nanya ke kakak kelas tentang TA, dan makin </span><span lang="it-IT"><i>shock</i></span><span lang="it-IT"> setelah itu). Sejak masuk kuliah semester ini, kita sering dilanda </span><span lang="it-IT"><i>bedmut</i></span><span lang="it-IT"> (baca: </span><span lang="it-IT"><i>bad mood</i></span><span lang="it-IT">). </span><span lang="sv-SE">Tekanan TA yang </span><span lang="sv-SE"><i>super-duper-mega-giga</i></span><span lang="sv-SE"> besar itu selalu membuat kita merasa seperti ’terbebani’ (kita sebut sebagai: </span><span lang="sv-SE"><i>depresi</i></span><span lang="sv-SE">). Misal, lagi enak-enak ngobrol santai di kantin, eh tiba-tiba mata teman kita berubah menjadi kosong dan ngomong, </span><span lang="sv-SE">“Eh, TA-mu gimana?! </span><span lang="sv-SE"><i>Progress</i></span><span lang="sv-SE">-mu udah sampe mana??” belum sempet kita jawab, dia udah nambahin lagi “Aghh!!.. Aku belum ngerjain sama sekali, nih!..</span><span lang="sv-SE">” Lalu teman kita tersebut menunduk sedih hingga waktu yang lama dan tak bersuara. Kita segera sadar, efek dari tekanan TA mirip-mirip dengan kesurupan.</span></div><div style="color: white;"><span class="fullpost"><br />
<div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Agar tetap semangat, banyak dari kita yang mensugesti diri sendiri dengan cara mengucapkan mantra </span><span lang="sv-SE">“</span><span lang="sv-SE"><i>I love my TA! I love my TA! I love my TA!</i></span><span lang="sv-SE">” secara berulang-ulang dan khusuk. Meskipun terlihat seperti aliran kebatinan, ternyata banyak diantaranya kembali bersemangat dan fokus mengerjakan TA-nya. Cara ini berhasil. (</span><span lang="sv-SE"><i>Attention!</i></span><span lang="sv-SE"> </span>Ini sangat berbeda dengan sugesti macam “<i>Your girl wants me! Your girl wants me!</i>”)</div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Gue sendiri </span><span lang="sv-SE">lebih milih banyak-banyak menonton acara Mario Teguh Golden Ways dan banyak mengambil </span><span lang="sv-SE"><i>quote-quote</i></span><span lang="sv-SE"> penyema</span><span lang="it-IT">ngat yang membuat gue jadi kembali PD lagi. </span><span lang="sv-SE">Gak lupa, malam sebelum tidur, gue nyetel lagu </span><span lang="sv-SE"><i>Jangan Menyerah</i></span><span lang="sv-SE">-nya D’Masive. Ditambah dengan segelas susu hangat dan biskuit coklat setelah gue cuci kaki dan tangan, ini sempurna.</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;">Biasanya gue mudah tertidur abis gitu (???).</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><i>Other side</i>, ternyata judul TA yang kita ambil sangat menentukan seberapa depresi kita selama 4 bulan ke depan. Ini terbuktikan dari riset gue.</div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Kita sekelas mengambil macam-macam judul TA. Mulai dari pembuatan animasi 2D (2 Dimensi), pembuatan animasi 3D, pembuatan game flash, pembuatan E-Magazine (majalah elektronik), pembuatan Web, pembuatan portofolio fotografi, software simulasi fotografi, pemberian sound effect pada video, pemberian special effect pada video, hingga penggabungan video nyata dengan karakter animasi 3D. Bagi yang membaca judul-judul ini, pasti akan berkomentar </span><span lang="sv-SE">“Wow!! Kerenn!!..” tapi bagi yang melakukannya, pasti akan berpikir “</span><span lang="sv-SE"><i>Goddamnit!</i></span><span lang="sv-SE"> Sulit banget!!” atau “Sial! Gue kemaren kok bisa kepikiran ngambil judul ini?!!”</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Pelajaran penting dalam menentukan judul TA adalah: lihat kemampuan kita, tentukan apa yang pengen dan dapat kita kerjain, bandingkan, lalu hitung dengan sisa waktu 4 bulan untuk pengerjaan, lalu simulasikan apa yang akan kalian kerjakan dalam 4 bulan tersebut dalam pikiran kalian. Kalau dalam simulasi kalian selama 4 bulan tersebut ternyata kalian membayangkan mampu dan lancar, ambil judul tersebut. Kalau ternyata dalam simulasi bayangan kalian berakhir menjadi gembel dan depresi berkepanjangan karena terlalu banyak apa yang harus dipelajari dan dikerjakan, coba cari judul lain.</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Pelajaran lain yang penting juga adalah, jangan pernah tertipu oleh judul. Jangan pernah memilih judul karena banyak teman kita juga banyak yang mengambil judul tersebut ataupun ada dosen yang berbaik hati memberi judul yang beliau sediakan. Sekali lagi, lihat kembali kemampuan kita. Apakah kita mampu?</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Gue sendiri mengambil TA Pembuatan Animasi 2D. Jadi intinya, gue bikin kartun buat tugas akhir gue. Mengapa gue mengambil itu? Itu karena animasi adalah hal kesukaan gue yang udah gue pelajari di kampus. Meskipun bikin animasi itu gak gampang, tapi gue suka animasi. 'apa-yang-kita-sukai' adalah modal yang besar dalam pengerjaan tugas akhir. Karena dengan menyukainya, kita akan terus bersemangat menyelesaikannya hingga akhir.</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Gue sendiri baru menyadari bagaimana susahnya judul TA yang gue ambil. Sekarang udah masuk minggu ke-4, dan gue baru ngelarin storyboard untuk adegannya aja sodara-sodara! Dan gue baru belajar ngetek-ngutek Adobe Flash dikit, belum ngerjain sama sekali! (pas mengetik hingga bagian ini, gue jadi inget lagi progress TA gue dan kembali </span><span lang="sv-SE"><i>down</i></span><span lang="sv-SE"> -_-”)</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><span lang="sv-SE">Setelah ngelarin storyboard yang hingga 150 kotak panel untuk animasi 3-4 menit (setelah sebelumnya sempet stres nyari ide cerita dan gak nemu-nemu), shock dengan storyboard-yang-menurut-gue-ceritanya-cuma-bentar-tapi-adegannya-ternyata-seabrek, ternyata masih aja ada revisi dari dosen pembimbingnya pada storyboard tersebutdan ada beberapa hal yang harus diubah.Ya, doain minggu ini gue BENER-BENER bisa mulai mengerjakan TA gue tersebut. Oke, sekian dulu tentang TA-TA-an ini. Semoga gue lancar dalam menyelesaikan TA gue. Amin..</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;">“<span lang="sv-SE"><i>I love my TA! I love my TA! I love my TA!</i></span><span lang="sv-SE">” *berteriak dalam hati*</span></div><div style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><br />
</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><i>Last</i>, gue mungkin akan 'masih' jarang nge-post karena TA ini, <i>but I'll try to keep write something in this blog.</i> :)</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;">Bagi yang pengen mengunjugi gue di twitter, ini alamat gue: @budiharja</div><div lang="sv-SE" style="margin-bottom: 0cm; text-indent: 0.64cm;"><i>just mention me!</i> :D</div><br />
<br />
</span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-39596253873825107812011-03-04T15:32:00.005+07:002011-03-05T11:09:31.900+07:00-lecturer N love!!-<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV" style="font-size: small;"><span style="color: white;">Di semester 5 kemaren, gue dapet dosen bahasa Inggris yang unik. Kalau dulu pernah dapat dosen yang memiliki tingkat sastra bahasa inggris yang super tinggi, yang diduga kuat adalah lulusan Oxfort (atau yang paling masuk akal, Hogward), yang selalu menuntut keseriusan tingkat tinggi untuk mendengarkan dari mahasiswanya (entah kenapa, kita malah sering mengantuk. Kata-kata dari beliau mirip perintah sugesti dalam hipnotis) dan juga tulisan beliau yang lebih mirip ’simbol-simbol’ yang sulit dienskripsikan (ketika kamu lulus dari kuliah ini, kamu akan mendapat dua gelar sekaligus: ahli sastra bahasa inggris dan juga ahli kriptografi-pemecahan kode sandi), dan juga dosen yang suka ngasih tugas yang lebih seperti hasta karya dan kerajinan tangan (jadi berasa kembali ke TK), segala hal tentang </span><i><span style="color: white;">entertaining side and multimedia, </span></i><span style="color: white;">dan juga yang paling sering absen, kali ini beda. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV" style="font-size: small;"><span style="color: white;">Gak tahu kenapa, menurut gue, dosen bahasa Inggris selalu unik. Sebut saja dosen bahasa Inggris kali ini, Mr. F. Pria paruh baya asal Jombang ini orangnya suka humor dan ngerti banget tentang anak muda. Dalam mengajarpun orang ini lebih menekankan ke </span><i><span style="color: white;">conversation and speaking</span></i><span style="color: white;"> daripada menulis format-format kalimat </span><i><span style="color: white;">tense</span></i><span style="color: white;">. Hal itu dijelaskan pada pertemuan pertama di kelas.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Ya, saya menyadari, ada orang-orang yang terkadang hasil TOEFL-nya bagus, tapi sulit ngomong dengan bahasa Inggris. Ada juga yang tes tulisnya jelek, tapi dia memiliki kelebihan dalam mengobrol dengan bahasa Inggris. Di sini saya lebih menekankan bahasa Inggris digunakan untuk </span><i><span style="color: white;">speech</span></i><span style="color: white;">, karena bahasa memang untuk diucapkan. Saya lebih menyukai anak yang kurang pandai bahasa Inggris, tapi berani untuk ngomong.” kata dosen tersebut dengan nada yang khas.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV" style="font-size: small;"><span style="color: white;">Gue dalam hati, </span><i><span style="color: white;">ya, bener banget tuh pak! Bahasa memang untuk diucapkan dan digunakan untuk berkomunikasi verbal. Orang tuh memang harus belajar bahasa inggris lebih ke bagaimana mengucapkannya, bukan menuliskannya. Saya akan mendukung bapak di pemilihan gubernur selanjutnya! (??) </span></i><span style="color: white;">(salah satu contoh ciri anak yang lemah di </span><i><span style="color: white;">tense</span></i><span style="color: white;">, tapi ingin mendapat kesempatan)</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV" style="font-size: small;"><span style="color: white;">Orang ini juga bercerita telah beberapa kali ke luar negeri, karena memang itu adalah mimpinya sejak kecil. Pernah suatu ketika dia menanyai salah satu dari kita pas di tengah kuliah.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Kamu, setelah lulus dari sini rencana kamu ke mana?” kata dosen tersebut ketika berdiri, sambil menunjuk salah satu anak di tengah bangku.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Emm..” kata temen gue dengan agak ragu-ragu. Dia mikir sejenak. “Kerja, Pak.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Oke, pilihan bagus.” kata dosen tersebut langsung setuju. “Kerja di mana?”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Emm.. Belum tahu pak.” katanya. “Tapi orang tua sih, pengennya saya gak jauh-jauh dari orang tua.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Gak jauh dari orang tua?” kata dosen itu dengan ekspresi aneh. “Memang, kenapa dengan orang tua kamu?”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“Ya, orang tua gak pengen aja, saya jauh-jauh dari mereka.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">Oh, Com’on!</span></i><span style="color: white;"> Kau anak laki-laki kan?” dia lalu kemudian kembali ke bangkunya. “Seorang laki-laki seharusnya memiliki cita-cita yang besar! Ambisi yang besar! Bercita-citalah setinggi-tingginya! Pergilah sejauh-jauhnya! Kalau kau anak muda jaman dulu, maka kau seharusnya berpetualang untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, lalu kembali saat kau telah menjadi pendekar yang paling sakti. Seperti kata pepatah, ’carilah ilmu sampai ke negeri Cina’. Dunia ini luas. Apa kau ingin menghabiskannya dengan tak jauh dari orang tua?” katanya menjelaskan. “Memang, seharusnya kita menjaga orang tua kita, tapi tidak harus seperti itu. Ada banyak cara untuk berbakti kepada orang tua. Tak harus selalu bersama mereka.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="font-size: small;"><span style="color: white;">Semua anak-anak mendengarkannya dengan takjub. Pupil mata kita semua membesar dan berkaca-kaca. Mendapat pencerahan. Seolah ada sesuatu yang segar secara tiba-tiba mengalir dalam diri kita. Seperti saat meminum Sprite.</span></span></div><span class="fullpost" style="font-size: small;"><span style="color: white;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Gue langsung tahu, dosen ini beda.</span><i><span style="color: white;"> </span></i><span style="color: white;">Dan ternyata, dosen ini juga ahli dalam urusan cinta anak muda.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: center; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">***</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Ayo, lengkapi kalimat di atas!” kata dosen itu, dengan melirik ke papan tulis. Telah terdapat kalimat yang tidak sempurna di atas papan tulis yang baru saja selesai beliau tulis. Semua anak membaca sejenak, berusaha melengkapi kalimat itu di dalam kepala kita secepat mungkin, lalu berencana mengangkat tangan paling pertama. Semua anak-anak tahu, ini juga masuk dalam pengambilan nilai keaktifan. Kita semua ingin mendapat nilai tambahan untuk mata kuliah ini. Kalau saja setiap bangku memiliki bel, kita pasti segera sadar, kalau ini adalah kuis Apa Ini Apa Itu?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Gak lama, salah satu anak di dalam kelas mengangkat tangannya. “</span><i><span style="color: white;">Yes, please!</span></i><span style="color: white;">”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Anak itu lalu kembali melirik tulisan di papan tulis, lalu mengejanya perlahan. </span><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">When I with You.. with you,</span></i><span style="color: white;">” dia berhenti sejenak seperti hampir kehilangan kata-katanya, lalu kembali lancar. “</span><i><span style="color: white;">When I with You, time like stoping.</span></i><span style="color: white;">”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Huuuuhhh!!!!....” anak-anak riuh menyoraki seketika di kelas. Suasana menjadi heboh seketika. Bukan hanya karena arti kalimat tersebut yang ’khusus’, tetapi juga lebih bertujuan untuk menjatuhkan orang-yang-pertama-kali-angkat-tangan. Mungkin beberapa anak mengepalkan tangan, tanda perang.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">Good!</span></i><span style="color: white;">” dosen itu lalu diam sesaat, seperti memberi waktu agar anak-anak kembali tenang.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Dan kita semua tahu, dosen ini akan memberi ’kuliah cinta’ lagi karena kalimat ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Memang, jika kita bersama orang yang kita cintai, semuanya seakan berhenti. Waktu begitu cepat berlalu tanpa kita sadari.” dosen itu melirik ke semua anak di kelas. Semua anak mulai mendengarkan dengan serius. Mereka tahu, kalau ini topik favorit mereka. Keadaan sunyi seketika.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Kalau kata orang, ’dunia hanya milik kita berdua’. Seolah-olah orang lain gak ada selain mereka. Pikiran mereka hanya tentang mereka berdua. Ke mana-mana, berdua. Ditinggal dikit, udah nelpon. Atau, paling gak, SMS. Jaman sekarang enak ya, udah ada yang namanya </span><i><span style="color: white;">Short Message servis</span></i><span style="color: white;">. SMS. Kangen dikit, udah SMS ’Yang, lagi ngapain?’, ’Yang, udah makan?’, ’Yang, udah tidur?’. Tuh, tidur aja ampe ditanyain. Jadi dalam sehari itu, sejak bangun tidur dan sampai tidur lagi, ditanyain.” semua anak sekelas ketawa rame seketika. “Jadi pacaran sekarang komunikasi bisa cepet dan jadi lebih biasa. Kalau jaman dulu, enggak. Jaman dulu musimnya komunikasi pakai telepon rumah. Telepon jaman dulu itu mahal dan gak semua orang punya telpon. Telpon umum aja belum ada. Selain telepon, paling adanya juga </span><i><span style="color: white;">pager</span></i><span style="color: white;">, itupun jarang yang punya dan baru kemaren-kemaren aja muncul. Di jaman saya dulu, belum ada. Jadi dulu kita berkomunikasi itu pake surat.” </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Dan, menulis surat tuh gak gampang, apalagi surat cinta. Kita selalu mengalami deg-degan berusaha menyusun kalimat sebaik mungkin, setinggi-tingginya, pokoknya segala hal yang ’manis-manis’ dan romantis. Saat menulis, kita juga membayangkan, bagaimana ekspresi orang yang kita sukai itu ketika membaca kalimat ini. Kita berusaha untuk mencuri hati anak itu melalui tulisan kita. Kita juga berusaha memasukkan kalimat romantis dalam bahasa inggris. Salah dikit, kertas langsung dibuang dan membuat ulang surat itu. Kalau yang menulis cewek, biasanya suratnya lebih rapih dan memakai tinta warna-warni. Setelah menulis, kertas biasanya dimasukkan dalam amplop warna pink.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Dan mengirim surat itu sendiri merupakan masalah tersendiri. </span><span style="color: white;">Kita nungguin terus di kelas, nunggu anak yang kita taksir itu pergi keluar, dan begitu ada kesempatan baru kita masuk dan masukin surat ke tasnya. Jadi, udah kayak penculik aja.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Semua anak ketawa ramai mendengarkan cerita yang panjang lebar tersebut sambil bayangin gaya pacaran orang jaman dulu.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Wow.. teknologi komunikasi udah berkembang pesat sejak jaman dosen ini muda dulu. Setelah telepon memasyarakat, lalu berkembang </span><i><span style="color: white;">pager</span></i><span style="color: white;">. Lalu, kemudian setelah itu musimnya pakai </span><i><span style="color: white;">phone cell </span></i><span style="color: white;">(baca: </span><i><span style="color: white;">hand phone</span></i><span style="color: white;">) dan merabaklah komunikasi dengan memakai SMS. SMS berkembang menjadi MMS, lalu kemudian 3G. Gak ketinggalan juga media komunikasi dan sosial internet yang terus bekembang, yang dari </span><i><span style="color: white;">hanya</span></i><span style="color: white;"> e-mail, lalu berkembang chat </span><i><span style="color: white;">Mirc, Myspace,</span></i><span style="color: white;"> dan juga </span><i><span style="color: white;">Friendster</span></i><span style="color: white;">, lalu kemudian </span><i><span style="color: white;">Facebook.</span></i><span style="color: white;"> Gue juga bayangin, gimana sulitnya pacaran jaman dulu. Kalau sekarang enak, udah ada SMS. Kangen dikit, udah SMS, ’lagi ngapain?’ atau ’udah makan apa belum?’. Bayangin, kalau jaman dulu kita pacaran, dan kangen ama pacar kita. Misal kita pas kangen kita ngirim surat ke dia yang isinya ’</span><i><span style="color: white;">Dear, My lovely</span></i><span style="color: white;">. lagi ngapain? Udah makan apa belum? Besok keluar nonton layar tancep yuk!’, paling cepet kita dapet balasan suratnya sehari kemudian (kalau lagi sial, bisa 2 hari atau seminggu kemudian, atau lebih), dengan isi kira-kira seperti ’Sorry, gak tahu kalau ada surat kamu di tasku. Semingguan ini aku ke sekolah pake tas yang satunya. Ini kamu tanyanya pas kapan?? Oh ya, sisa tulisan kamu isinya apa? Gak jelas, luntur abis keujanan.’. Orang yang membalas surat kita tersebut tidak pernah tahu kalau setelah baca surat itu, kita bertekat bulat untuk bunuh diri.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Dan gue seketika ngerasa beruntung, dilahirkan di jaman serba modern seperti sekarang.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Hingga berpuluh-puluh menit berikutnya, dosen tersebut bercerita banyak hal mulai dari gaya bercinta anak muda jaman sekarang, perbandingan baik dan buruknya dibanding jaman dulu, dan banyak hal lainnya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Gue masih ingat beberapa waktu yang lalu, ketika beliau bertanya pada salah satu teman cewek di antara kita ketika di tengah kuliah.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">Yes? Is there someone?</span></i><span style="color: white;">”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">Emm.. maybe..</span></i><span style="color: white;">” katanya ragu-ragu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Kenapa, kok ragu-ragu? Masih belum jelas?” dosen tersebut tersenyum lebar. “Jadi belum ada kejelasan dari cowok tersebut?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Agak lama anak itu diam. </span><span style="color: white;">“</span><i><span style="color: white;">Something like that..</span></i><span style="color: white;">” cewek tersebut manggut-manggut dengan malu-malu kambing.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Begini,” kata dosen itu memulai. “Terkadang, bagi seorang cowok, mengatakan cinta itu adalah sesuatu yang sungguh berat. Apalagi kalau cowok tersebut belum pernah sekalipun mengatakan cinta atau punya pacar sebelumnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Gue langsung menyetujui pendapat dosen itu seketika. </span><i><span style="color: white;">Ya, bener banget, Pak</span></i><span style="color: white;">.</span><i><span style="color: white;"> Sulit sekali mengatakan cinta pada orang yang kita sukai.</span></i><span style="color: white;"> Terutama, bagi gue.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Dosen itu melanjutkan. </span><span style="color: white;">“Seorang cowok itu pasti berpikir seribu kali untuk kemudian memutuskan akan mengatakan cinta pada wanita yang dia cinta. Kenapa?”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Anak-anak diam. Beberapa terlihat mengetahui jawabannya, tapi juga memilih diam. “Karena cowok tersebut takut ditolak. Takut tersakiti hatinya ketika mendengar kata ’tidak’ dari cewek yang disukainya. Hanya cowok yang memiliki nyali besar, yang berani mengatakan perasaannya kepada seorang cewek.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Beliau lalu memberi berbagai contoh bagaimana cara kebanyakan yang dilakukan oleh cowok ketika menembak cewek. Mulai dari yang romantis, mengajak makan, memberi bunga mawar dan mengatakannya, terus yang agak lucu, bagaimana ingin mengatakan sesuatu (menembak), tapi gak jadi dan akhirnya memahas topik lainnya, dan berbagai macam cara menembak lainnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Di tengah-tengah dosen itu menjelaskan bermacam cara menembak cewek, pikiran gue mengembara jauh. </span><i><span style="color: white;">Gue belum pernah bisa mengatakan perasaan gue ke cewek yang gue sukai.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Ya, gue kembali mikir. </span><span lang="SV"><span style="color: white;">Tiap gue suka terhadap cewek, gue selalu merasa minder dan takut. Gue selalu merasa ’tidak pantas untuknya’ karena melihat berbagai kelebihan yang dimiliki cewek itu yang membuat gue menyukainya (yang sialnya, biasanya juga membuat beberapa cowok lain juga menyukainya). Hal lainnya, gue orangnya pemalu dan selalu kesulitan dalam mendekati orang yang gue sukai. Kalau dengan cewek lain dengan motivasi ’hanya teman’, gue begitu mudah dan gampang akrab. Tapi ini berbeda jauh, ketika gue memiliki ’perasaan’ ke cewek tersebut. Di depannya aja, gue udah salah tingkah duluan. Menyapa yang simpel, kayak </span><span style="color: white;">“</span><span style="color: white;">Hai!.. Lagi sibuk apa?” aja, gue harus berpikir keras puluhan kali dan juga menunggu detik-detik waktu yang tepat. Meskipun dalam waktu itu, gue habiskan dalam keheningan yang membeku. Tanpa sepatah kata, hingga gue merasa menemukan waktu yang tepat. Yang akhirnya harus gue alami tiap kali, cowok-cowok lainnya yang juga menyukai cewek tersebut mendapatkan kesempatan lebih karena lebih rajin pedekate dan berkomunikasi daripada gue, dan cewek tersebut jadian dengan salah satunya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Mungkin juga karena gue tipe orang yang paling takut disakiti dan dikecewakan, yang membuat gue takut mendengar kemungkinan jawaban ’tidak’, ketika gue mengatakannya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Saat-saat dimana gue selalu berfikir, </span><i><span style="color: white;">kenapa gue gak bisa seperti mereka, mengatakan suka ke orang lain semudah berkata ’hai!..’? Mungkin memang cara dan jalan gue memang gak bisa seperti mereka.</span></i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Pendapat yang sering gue pertanyakan sendiri sekali lagi, karena tidak pernah tahu jawabannya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: center; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">***</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Pacaran itu, boleh atau tidak?” kata dosen itu tiba-tiba, suatu ketika.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Semua anak diam. Terlihat, kebanyakan anak-anak ragu dengan jawaban yang ada di kepala mereka. </span><i><span style="color: white;">Apa jawaban yang benar seharusnya? Mengapa dosen ini menanyakan itu? Apa tujuan dari pertanyaan ini?</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Hampir semua anak, mungkin berpikir, jawaban seharusnya dan yang baik adalah: </span><i><span style="color: white;">tidak.</span></i><span style="color: white;"> Tapi jujur di kepala gue: </span><i><span style="color: white;">itu tergantung prinsip orangnya, Pak. Tujuan dari tiap orang yang pacaran itu berbeda-beda.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Dalam keheningan, mengetahui anak-anak kebingungan dan tak menjawab, beliau lalu mengganti pertanyaannya. “Pacaran itu, baiknya sebelum menikah, atau setelah menikah?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Dalam sekejab, anak-anak menjawab kompak dan penuh keyakinan. “Setelah menikah!!”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Ehm.” dosen itu berdehem sebentar. “Memang, di dalam Islam mengatakan, pacaran itu halal setelah menikah. Tapi jujur, bagi beberapa orang, terutama saya sendiri, tidak bisa menerima orang asing masuk dalam hidup kita. Kita gak bisa, kita yang awalnya hidup sendiri, lalu kemudian tiba-tiba hidup bersama seseorang yang belum kita kenal sebelumnya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Dosen yang mengaku dulu telah pacaran selama sembilan kali tersebut kemudian menjelaskan. “Memang, pacaran itu halal setelah menikah menurut Islam. Tapi asalkan mengetahui rambu-rambu dan batas-batas yang jelas, pacaran itu tidak apa-apa, dengan tujuan untuk saling mengenal dan mengetahui pasangan kita.” beliau menambahkan, “Melalui pacaran, kita dapat mengetahui kepribadian, watak, kelebihan, kekurangan, sifat buruk, dan banyak hal dari pasangan kita. Kita juga belajar, bagaimana cara bekerja sama, mengatasi masalah bersama, saling pengertian akan tiap kepentingan dan ego masing-masing, belajar ikhlas menerima kekurangan dan sifat buruk pasangan kita masing-masing, dan macam-macam. Dengan pacaran, kita belajar untuk hidup bekerja sama dengan seseorang dalam banyak hal, dan yang terpenting, mencari kecocokan. Kita harus cocok dengan pasangan hidup kita.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Seluruh anak-anak tanpa tekecuali, sekali lagi, merasa kagum dengan pendapat dosen yang satu ini. Semua yang dikatakannya adalah bagus dan indah, tapi tetap berdasarkan realita dari apa yang terjadi. Gue sendiri takjub dan sama sekali tidak menyangka, ketika kalimat itu meluncur keluar dari seorang dosen berumur lima puluhan. </span><i><span style="color: white;">Benar sekali, Pak, apa yang anda sampaikan!</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Hampir semua yang dikatakan dosen tersebut cocok dan sesuai dengan kenyataan dan dari apa yang selama ini gue pelajari dari dunia luar. Kalau dosen tersebut belajar dari pengalamannya sendiri, gue belajar dari hasil kumpulan analisa gue dari riset di masyarakat. Tiap dosen tersebut menyampaikan pendapat berdasar pengalamannya, gue selalu mencocokkan dengan riset gue sendiri, dan selalu kebanyakan hasilnya tepat. Gue hampir selalu setuju dengan pendapat beliau.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Seperti saya ini, sebelum akhirnya bertemu dan menikah dengan istri saya sekarang, saya udah pacaran selama delapan kali. Jadi, selama delapan tahun kuliah dan gak lulus-lulus itu, saya tiap tahun ganti pacar.” kita semua ketawa ramai mendengar cerita beliau. “Pacaran dengan ini, setahun ternyata gak cocok, putus. Pacaran dengan itu, setahun ternyata juga gak cocok, putus lagi. Hingga akhirnya ketemu istri saya, dan pacaran selama 2 tahun dan mengaku sama-sama cocok, lalu akhirnya menikah. Dan saat menikah itu, kita berdua udah gak kaget lagi dengan kebiasaan buruk dan watak masing-masing, karena saat pacaran udah ditunjukkan semua. Jadi, udah terbiasa dan menerima apa adanya.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Coba kalian tanya temen kalian yang pernah atau sedang pacaran, pasti tahu, bagaimana sulitnya saling menerima dan menghormati kekurangan pasangan kita.” banyak anak kemudian saling menoleh ke temannya masing-masing. Beberapa manggut-manggut tanda setuju. “Kadang, beda prinsip. Kadang juga, yang satu inginnya gini, satu lagi inginnya itu. Kalau tidak dewasa dan saling mengerti, hubungan itu pasti bisa putus di tengah jalan. Bahkan orang yang ahli agama, pinter ngaji, dan sewaktu lajang dan kesehariannya baikpun, tidak menjamin, ketika berhubungan dengan orang lain akan bisa saling kompak, saling pengertian, dan membunuh ego masing-masing. Itu gak hanya teori, tapi butuh praktek.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Semua anak terdiam. Merasa tercerahkan. Hingga beberapa detik dosen tersebut mengakhiri apa yang dibicarakannya, kita semua masih terdiam karena menyerap dan memikirkan penjelasan dari dosen ini. Hening. Hampir semua anak yang belum pernah pacaran, mungkin sepikiran ama gue. </span><i><span style="color: white;">Iya, yah.. jadi begitu.. baru tahu.. ternyata menjalin hubungan itu gak sesimpel yang dibayangkan. </span></i><span style="color: white;">Bagi yang pernah atau sedang pacaran, mungkin mikir, </span><i><span style="color: white;">iya, itu benar. Makanya saya ganti-ganti pacar terus..</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: center; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">***</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span lang="SV"><span style="color: white;">Suatu ketika, beliau menjelaskan bagaimana cara-cara cewek biasa menolak ketika ada cowok yang menembaknya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Bagaimana biasanya?” tanya dosen tersebut kepada anak-anak, bagaimana biasanya cewek menolak cowok. Seluruh isi kelas menjadi ramai seketika karena tiap anak saling mengatakan pendapatnya sendiri dalam waktu bersamaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Biasanya, gini, kan? Cewek itu biasanya bilang, ’Maaf, tapi saya sudah menyukai orang lain’, atau ’maaf, sudah ada seseorang’. Meskipun akhirnya nanti gak selalu dengan cowok yang dia suka tersebut. Sangat mungkin juga, dia pada saat itu sebenarnya tidak sedang suka cowok lain, dan karena dia tidak suka dengan cowok yang menembaknya tersebut, dia mengatakan begitu. Biasanya cowok tersebut langsung ngais tanah abis gitu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Atau, yang paling bagus gini, ini yang biasanya dipakai buat menolak dengan sangat halus. Biasanya cewek itu bilangnya gini, ’maaf, saya belum memiliki komitmen untuk pacaran. Masih fokus untuk sekolah atau kuliah dulu.’. Biasanya, harapannya dengan mengatakan itu, sang cowok lebih tidak tersakiti hatinya dengan penolakan tersebut. Tapi tetep aja, cowok tersebut ngais tanah. Hancur hatinya..” beliau menjelaskan dengan nada ceria dan khas. “Biasanya si cewek lalu bilang, ’bagaimana kalau kita temenan aja? Mau kan, kita temenan aja?’. Lalu cowoknya bilang apa? Biasanya dia bilang, ’ya udah, kita temenan aja..’ Tapi, setelah itu, apa mereka akhirnya bisa berteman?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Emm..” semua anak ragu-ragu menjawab. “Tidak?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Benar. Mungkin si cewek yang gak punya perasaan ke cowok tersebut bisa menganggap cowok tersebut sebagai teman. Tapi bagi cowok yang mencintai cewek itu? Takkan pernah bisa..”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">Semua anak terdiam.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-indent: 0.25in;"><span style="color: white;">“Karena cinta itu harus memiliki.”</span></div></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-31475011642315954082011-02-22T07:50:00.021+07:002011-02-24T08:05:21.415+07:00-taman pelangi-<span style="font-style: italic;">Kita berlari, menari, berhambur pergi..</span><br /><span style="font-style: italic;">Nyanyian para peri dan kicauan burung simphoni menyeruak penuh warna-warni mengiringi..</span><br /><span style="font-style: italic;">Harum menyeruak, menjerat, menyatukan dua hati..Terbenam dalam janji..</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Di taman pelangi.</span><br /><br /><div style="text-align: center;">***<br /></div><br /> Gelap. Dia sulit bernafas. Terasa hawa panas dari keluar dari sekujur tubuhnya. Dia mengerang lebih keras lagi.<br /> “AHHH!!” suara pekiknya seketika memenuhi atmosfir di kamar seluas dua kali tiga meter di lantai dua rumahnya itu. Matanya membelalak. Keringat mengucur deras dari seluruh permukaan tubuhnya yang seputih porselen tersebut. Bajunya basah. Tubuhnya gemetar hebat.<br /> Pintu kamarnya seketika terbuka. “Nona! Nona baik-baik saja?!” Pria paruh baya yang membawa handuk kecil di tangan kanannya itu seketika dengan langkah cepat dan tergopoh-gopoh mendatangi gadis kecil berambut pirang yang terduduk di atas tempat tidurnya tersebut. Gadis itu berusaha mengatur nafasnya yang masih memburu. Matanya menatap ke depan dengan tatapan kosong.<br /> “Mimpi yang sama lagi?” kata pria itu, lalu perlahan menyeka keringat di wajah gadis itu. Dia berhati-hati sekali menggosok kulit yang hampir seputih mayat itu dengan penuh kelembutan. Warna kulit yang perlahan memutih sejak seminggu yang lalu, yang pastinya akan terlihat wajar seandainya saja dia tidak bernafas ataupun hidup. “Lihat, keringat anda begitu banyak”<br /> Gadis itu mengangguk pelan setelah beberapa saat. Setelah keadaan menjadi benar-benar tenang, dia membuka mulutnya. “Sudah ke-tujuh kalinya.. Entah, apa artinya.”<br /> <span class="fullpost">“Mungkin ini karena obat yang anda minum belakangan ini. Mungkin efek samping dari obat itu, yang membuat nona muda jadi sulit tidur, dan menyebabkan mimpi buruk begitu nona tertidur.”<br /> “Bukan! Aku justru meminumnya agar aku tidak tertidur lagi dan bermimpi mimpi itu lagi! Aghh!..” kata gadis itu setengah berteriak, sesuatu yang pasti akan membuatnya memintakan maaf untuk beberapa menit ke depan. Pria itu tahu, nona kecil ini dalam kondisi yang buruk.<br /> “Sebaiknya saya membawa obat-obat ini turun,” kata pria itu, sambil mengambil sebuah botol kecil di meja kecil di samping tempat tidur. “Ah, apa anda ingin saya mengambilkan baju lagi ketika turun? Ah, baiklah, saya ambilkan.” dia menyimpulkan kalimatnya sendiri, lalu secepat kabut malam menghilang dari kamar itu.<br /> Masih di tempat yang sama, gadis kecil bermata coklat itu menatap jari telunjuknya. Sebuah goresan kecil membuatnya mengeluarkan darah. Pikirannya kembali menuju kabut-kabut sesak mimpi yang mengikat pikran dan jiwanya untuk waktu yang lama itu. Sebuah taman. Taman yang tenang dan damai, yang dipenuhi beribu macam bunga berwarna-warni. Tulip, mawar, Melati, menguncup warna-warni berderet-deret, berbaris, meluas di sebuah lahan kosong yang ditumbuhi rerumputan yang hijau merata. Di sekeliling dari taman bunga itu terdapat lorong dan bangunan panjang yang di dalamnya berderet-deret bangku seperti sebuah kelas. Di salah satu sudut menara terdapat lonceng hitam setengah berkarat berukuran agak besar yang seolah-olah telah lama dan merelakan dirinya selamanya di sana. Dia berjalan berkeliling tanpa arah mengitari taman itu. Di dalam mimpi itu langit memamerkan cahaya bulan yang penuh dengan sinar yang cemerlang sehingga dia dapat melihat beragam warna-warni dari ribuan bunga itu, lebih jelas daripada mimpi-mimpinya sebelumnya. Sama seperti bulan di langit yang mengintip melalui jendela kamar malam ini. Dia berjalan perlahan-lahan dengan perasaan seolah-olah ada yang memanggilnya, tapi dia tak tahu apa, atau siapa. Yang dia tahu, dia mengalir mengikuti emosi dan perasaannya saat itu. Ia terus berkeliling, tapi tak sekalipun meninggalkan taman itu. Jiwa dan keinginannya terjebak di tengah taman ini. Tidak, taman ini memang seolah hidup dan sengaja ingin mengurungnya di sini. Seperti ada yang memang belum terselesaikan.<br /> Suatu kali dia merunduk pada satu bunga tulip kecil berwarna putih dan berusaha mengambilnya, tapi tak ada yang terjadi. Dia berusaha mencabutnya, tapi tidak dapat. Bahkan dia tidak mampu menyentuh bunga tersebut dengan tangannya. Ketika dia berusaha keras untuk dapat menyentuh bunga-bunga lain, kali ini dia dikejutkan oleh suara seorang laki-laki, berbeda dengan mimpi-mimpi sebelumnya.<br /> “Bahkan setelah kepergianmu, kamu masih menepati janjimu.” dia menoleh, lalu samar-samar terlihat sosok anak laki-laki yang dengan gerakan perlahan mendekatinya.<br /> Dia menatap lekat wajah anak laki-laki itu, tapi sangat samar. Hanya nada suaranya yang terlihat berat yang mampu dia tangkap dengan indra pendengarnya. “Di mana ini?”<br /> “Kau ingat, pertama kali kita ke sini?” laki-laki itu semakin mendekati dirinya, tapi tetap saja sosoknya terlihat samar olah matanya. “Lututmu berdarah karena terlalu bersemangat berlari mengajakku kemari. Kau tidak menangis, tapi justru aku yang menangis karena ketakutan ketika itu.”<br /> “Siapa kau? Di mana ini?” tanyanya, tapi tak ada rasa penasaran sedikitpun di benaknya. Dia hanya secara refleks bertanya.<br /> “Mungkin karena hal itu.. wajar kau tak ingat. Kita sepakat menyubutnya Taman Pelangi. Kita selalu bertemu di sini.” laki-laki itu mengangkat telunjuknya ke depan, tepat di depan wajahnya. “Kau masih ingat janji kita?”<br /> Tiba-tiba tangannya secara tanpa sadar juga ikut maju ke depan dan menunjukkan jari telunjuknya mengikuti laki-laki itu. Tak butuh lama, akhirnya kedua jari telunjuk mereka bertemu dan bersentuhan satu sama lain.<br /> “Satu!” laki-laki itu berteriak. ”Selalu bersama, selalu sehati! Hingga akhir nanti!” tiba-tiba tubuhnya terasa teramat kaku dan mengejutkan seperti tersengat listrik. Dia tak dapat bergerak.<br /> “Dua! Di tengah bulan Mei kita bertemu di sini! Di Taman Pelangi!” tubuhnya bergetar hebat. Dia tak mampu menahan ataupun melepasnya. Sisi jari telunjuk yang bersentuhan dengan laki-laki itu mengeluarkan darah. Dia hampir tak sadarkan diri.<br /> “Tiga!” belum sempat laki-laki itu meneruskan kalimatnya, pandangannya gelap dan dia tersedot melayang.<br /> Dia terbangun dengan paksa.<br /><br /><div style="text-align: center;">***<br /></div><br /> Matahari tersenyum gembira di suatu pagi yang cerah. Ayam jago baru saja menyelesaikan nyanyian paginya bersamaan dengan orang-orang yang memulai aktifitasnya.<br /> “Sudah, berhentilah bersedih! Sudah seminggu kau begitu! Orang yang telah pergi, tidak mungkin kembali.” kata ibu itu ke anaknya yang sejak tadi diam, sambil mengambilkannya nasi ke dalam sebuah piring. Kedua orang tua dan anak laki-lakinya itu berada di ruang makan untuk mengawali hari itu. Si anak hanya terdiam murung sambil memainkan sendoknya.<br /> “Memang, ada apa, Bu?” tanya sang ayah heran, sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.<br /> “Sejak dia mengetahui kabar temannya meninggal karena kecelakaan, dia terus menerus bersedih dan mengurung diri di kamar.”<br /> “Dia itu sahabat, Bu! Sahabat!” katanya akhirnya bersuara dengan nada keras. “Sahabat itu berbeda dengan teman!”<br /> “Iya-iya.. Menurut Ibu, sama saja. Kau itu harus realistis! Dia sudah pergi dengan tenang, jangan kau membebaninya dengan perasaan kehilanganmu itu. Sekarang cepat habiskan makananmu dan cepat berangkat sana!” kata sang ibu menceramahi, sama seperti yang dilakukannya selama enam hari ini.<br /> “Benar kata Ibumu itu, seorang lelaki seharusnya kuat dan tidak menangis.” sang Ayah akhirnya berbicara tentang kejantanan dan keberanian seorang laki-laki seperti biasanya. ”Eh ngomong-ngomong, telunjukmu kenapa kamu plester gitu? Abis kena apa?”<br /> “Gak apa-apa, Pak.” katanya singkat, dengan nada datar. Seolah dia tak ingin membahas apapun lagi.<br /> Ayahnya hanya diam memandangi, yang lalu berusaha mengganti topik dialog. “Eh Bu, tahu cerita yang dibahas orang-orang itu Bu? Katanya di taman bunga di sekolah SD di depan itu beberapa hari terakhir ini tiap malam selalu muncul sosok bayangan perempuan gentayangan misterius. Penjaga sekolah yang mengetahuinya..” belum selesai menjelaskan, lutut sang ibu menyenggol kakinya sambil meletakkan telunjuk di depan mulutnya, tanda menyuruh diam.<br /> “Stt!” kata sang ibu sambil memainkan matanya ke arah anaknya.<br /> Anak itu segera berlari ke kamarnya dan membanting menutup pintunya. Belum terlepas sang Ayah dari rasa heran, sang Ibu segera menjelaskan, ”Itu adalah temannya yang kecelakaan.”<br /><br /><div style="text-align: center;">***<br /></div><br /> Bulan purnama masih terlihat utuh dan bersinar terang seperti malam sebelumnya. Ribuan bunga di Taman Pelangi bermekaran indah. Terlihat dua sosok saling mengaitkan telunjuk mereka berhadap-hadapan.<br /><br /> “Tiga! Ketika yang satu pergi, yang lain ikut menemani! Kita berjanji!..”<br /><br /> “Di Taman Pelangi!”<br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-81665895250567384342010-12-31T19:53:00.005+07:002011-01-02T09:01:25.395+07:00-good bye, Blues!-<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; mso-fareast-} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Wow, gak kerasa si Blues (vespa gue warna biru) udah nemenin gue kuliah selama lebih dari 2 tahunan ini. Kalau gue inget-nget banyak pengalaman suka duka yang gue alamin berdua dengan <i style="">scooter</i> <s>terkutuk</s> tercinta itu.<br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><br /> Gue masih inget betul, waktu awal-awal dulu, waktu pertemuan awal gue dengan si Blues. (<i style="">flashback</i>) Karena gue yang akan kuliah ini gak ada motor di rumah, maka gue (setelah berusaha jungkir balik ngerayu) karena baik hati, akhirnya dipinjemin vespa antik sebagai kendaraan gue untuk bisa kuliah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Kesan pertama gue waktu pertama kali dapet vespa ini, tentu, <i style="">apa gue bisa ngendarain kendaraan (hasil evolusi mesin pemotong rumput) ini?</i> Sebagai anak normal yang suka motor standar, gue selalu ngebayangin ngendarain vespa itu pasti sulit banget! Sesulit menyetir buldoser yang biasa buat ngeratain aspal, mungkin. Tapi setelah gue diajari tutorial caranya makenya ama kakek gue, ternyata gak sesulit bayangan gue. Cuma kayak nyetir buldoser versi mini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:78%;" lang="SV" ><span style="font-size:85%;">(Persamaannya cuma: Sama-sama berbobot sangat berat. Sama-sama butuh tenaga ekstra buat ngidupin mesinnya. Sama-sama gak boleh guling-guling dibawahnya kalau udah jalan)<br /><br /></span><o:p></o:p></span></p> <span class="fullpost" style="font-size:78%;"> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Dalam masa-masa <i style="">ta’aruf </i><span style=""> </span>(baca: pengenalan) juga gak lepas dari hal-hal seru. Pas pertama kali gue nyoba ngendarai si Blues, gue meng-kopling kekencengan dan vespa itu langsung meluncur ke depan tak terkendali. Gue berhasil nyungsep.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Di kesempatan lainnya, waktu gue bonceng nyokap dan saat kita lewat di jalan yang menanjak berat, pas gue ganti giginya gue malah jalan mundur waktu nge-gas. Nyokap langsung ngerasa horror dan terancam jiwanya seketika. Gue yakin ketika itu nyokap bersumpah pada dirinya gak akan mau naik vespa lagi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Tapi gue gak menyerah dengan segala kesulitan ini, karena gue tahu: Cuma kendaraan ini kesempatan gue untuk bisa kuliah.<br /><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Setelah cukup lihai dalam mengendarai vespa, guepun melanjutkan petualangan dengan membawa si Blues ke kampus tiap hari.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Ternyata hal seru gak berhenti di situ. Beberapa saat setelah gue bawa si Blues, gue berhasil dengan sukses nyerempet motor Mio seseorang pas waktu berangkat kuliah dan harus mengganti tutup mesinnya yang rusak gara-gara nyeruduk <i style="">kendaraan-lapis-baja</i> gue. <i style="">A bad day, I remember</i>. Gue masih inget, gue harus kehilangan uang tujuh puluh ribu dari dompet gue ketika itu. Setelah mengganti uang, stang gas gue bengkok dan gue gak berani bawa ke bengkel karena duit gue habis saat itu.<br /> Pernah juga pas jalanan masih banjir setelah hujan yang cukup deras gue nekat nerabas dan hasilnya si Blues mogok karena mesinnya kemasukan air. Gue terpaksa harus berhenti dan ganti oli di tengah jalan. Dan masih banyak lagi hal seru lainnya.<br /><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Mungkin kalau kata orang: kita gak jodoh. Gue pengennya naik motor yang bisa yang gak ribet, yang tinggal gas dan langsung jalan (kalau bisa naik Honda CBR sih), terus si Blues pengennya punya tuan yang pecinta vespa yang selalu nge-lapin dia dan benerin-hal-yang-gak-beres-pada-dirinya-sekecil-mungkin tiap harinya, yang gak suka-ngegas-sembarangan-nyungsep-nabrakin-dia.<br /> Ya, tapi mau bagaimana lagi, kita saling membutuhkan. Gue butuh si Blues buat bisa berangkat kuliah, dan si Blues butuh gue buat nganter gue kuliah (Oke, gue ngaku! Cuma gue yang butuh si Blues).<br /> Tapi kalau dipikir-pikir, gue gak buruk-buruk amat juga kok dalam merawat si Blues! Tiap mau berangkat kuliah, gue selalu ngisi bensin. Tiap hampir nabrak, gue juga selalu ngerem. Apanya yang kurang coba?!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Petir menyambar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >...<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Gue masih inget, baru kemaren gue mengalami kutukan ban bocor, yang kalau gue pikr-pikir lagi sekarang, hal itu sungguh gak masuk akal. Dalam seminggu gue bisa bocor 4 kali, pemirsa sekalian! Bahkan pernah gue, ban bocor dua kali sehari selama dua hari berturut-turut! (Ini ban bocor atau minum obat, dua kali sehari?!) Belum lagi masalah busi yang hingga terakhir kemaren masih aja gue alamin tanpa henti-hentinya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Sekarang, seolah semuanya itu menjadi kepingan-kepingan gambaran sketsa kejadian, dengan gue sebagai tokoh utamanya.<br /><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 18pt;" align="center"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >***<br /><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Gak kerasa, udah lebih dari dua tahun gue merasakan pengalaman suka duka bareng si Blues. Emm.. Oke, maksud gue pengalaman duka-duka. Dan ini adalah akhirnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Ada juga hal-hal baru yang gue alamin di jalan sejak naik si Blues, misalnya disapa pengendara vespa lainnya tiap ketemu di jalan, trus ada anak kecil ngasih posisi hormat tiap gue lewat, juga anak-anak TK yang teriak histeris ramai-ramai, ”VESPA! VESPA! VESPA! EH, ADA VESPA!” Yang membuat gue sering merasa bangga, mempunyai vespa sebagai kendaraan.<br /> (yang dimana, kebanggan itu langsung lenyap ketika gue tahu ternyata maksudnya, ”Vespa! Vespa! Ternyata jaman sekarang masih ada orang make vespa!”)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Ya, ini adalah akhirnya. Mungkin di perpisahan terakhir gue dengan si Blues kali ini gue pengen ngucapin kata-kata perpisahan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="font-size:85%;">...<br /><br /></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="font-size:85%;"><i style="">Blues, si vespa <s>pembawa sial</s> penolong gue, terima kasih ya udah nemenin gue selama ini. </i><i style=""><span style="" lang="SV">Gue gak bisa bayangin kalau gue gak pernah bertemu denganmu. Entah, apa yang akan terjadi.<o:p></o:p></span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="" lang="SV">Gue tahu belakangan ini adalah akhir dari sisa-sisa tenagamu, tapi kamu terus berusaha bertahan hingga aku siap kehilanganmu.<br /><br /><o:p></o:p></span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="" lang="SV">Terima kasih banyak untuk selama ini..<o:p></o:p></span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><br /><br /><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" >Oh ya, gue juga mau ngucapin selamat tahun baru untuk teman-teman semua. Semoga di tahun 2011 kita akan jadi lebih baik lagi.<br /><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style=";font-size:85%;" lang="SV" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="" lang="SV"><span style="font-size:85%;">Tunggu post gue selanjutnya.. ^^</span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> </span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-71740250704128336472010-10-06T18:45:00.001+07:002010-10-06T18:51:10.796+07:00-untold 4!!!-G : Gue <br /><br /><br /><br />Di kantin.<br />….<br />G: tumben kamu makan di sini?<br />Gl: haha.. biasa.<br />G: *ngeliatin gelas yang berisi air putih* eh, apa ini? air putih?<br />Gl: iya.<br />G: emang berapa kalo air putih?<br />Gl: gratis.<br />G: beneran?<br />Gl: iya. minta aja air putih pas pesen makanan, nanti pasti dikasih.<br />G: wah, enak dong..<br />Gl: iya, gratis.<br />G: tapi, kamu pas orangnya ngambilin air putih tahu ngambilnya dari mana?<br />Gl: hmm.. gak liat sih.. kenapa?<br />G: denger sesuatu pas ngambil?<br />Gl: enggak. kenapa?<br />G: ya pas kamu pesen air putih, pasti orangnya ke belakang ke tempat cuci piring dan akan kedengeran suara ‘JOOOSSS!!!..’ *niruin suara yang keluar dari kran* gitu..<br />Gl: hahahahaha.. ya enggak mungkin lah!<br />G: trus, kalo besok kelamaan, kamu pasti nanti protes ke mbaknya, “mbak, kenapa di air saya banyak busa sabun?!!”<br />Gl: hahahahahaha…<br /><br /><br /><br />Di kantin.<br />….<br />T: wih, air putih..<br />R: iya..<br />T: berapa kalo air putih?<br />G: kalo air putih, gratis..<br />T: beneran??<br />G: iya!…<br />T: wah, kebetulan! haus nih..<br />G: iya, minta aja air putih, nanti pasti dikasih..<br />T: tapi malu denk!..<br />G: kenapa malu?<br />T: ya gak pesen makanan, tapi minta air putih!!<br />G+Gl+W+R: hahahahahahaha!!..<br />G: haha.. ya gak apa-apa.. dicoba aja!<br />T: kamu gak pesen makan?<br /><span class="fullpost">G: lagi gak pengen. kenapa? mau minta minumnya, gitu? *berekspresi curiga*<br />T: enggak. kalo kamu pesen makan, sekalian minta air putihnya 2 gelas.<br />W: oohh! karena kebetulan semuanya ini haus, sekalian aja minta 4 gelas! jadi, pas nanti ditanyain, ‘minumnya apa?’ bilang aja, ‘air putih 4 gelas’.<br />G: …<br />W: gimana?<br />G: gak ah.. lebih baik aku bunuh diri duluan sebelum itu!..<br />W+Gl+R+T: hhhahahaha…<br /><br /><br /><br />Di kantin<br />…<br />G: kenapa airnya gak diminum?<br />Gl: tuh..<br />G: kenapa?<br />Gl: liat aja airnya..<br />G: *ngeliat airnya. tampak benda putih bening panjang melayang-layang di dalamnya*<br />G: hihh!! ada apanya tuh?!<br />Gl: ya gak tahu, tadi pas habis makan, aku mau minum, trus pa liat air putihnya, ternyata kayak gitu. gak jadi tak minum wes..<br />G: hahaha.. makanya, jangan nyari yang gratisan aja..<br />Gl: kapok wes, gak minta air putih lagi..<br />G: seharusnya kamu beruntung, minta air putih malah dikasih es kopyor!<br />Gl: es kopyor?<br />G: nah itu, *nunjuk isi air putih* itu kopyor kan?<br />Gl: hahahahahaha…<br /><br /><br /><br />Di tempat tukang bakso<br />…<br />R: *menikmati es cincau* eh, di esku kok ada blewah-nya ya?<br />G: masa?<br />R: iya, ini di gelasnya..<br />G: ohh.. itu berarti orangnya kemaren gak jual es cincau, tapi es blewah..<br />R: eh? maksudnya?<br />G: orangnya kalo nyuci gak bersih. jadi blewah itu sisa dari kemaren.<br />R: whoaat?!! hahahahahhha!..<br />G: selamat, tiap beli es cincau dapat bonus blewah, tiap beli es blewah dapat bonus cincau!<br />R: hahahahaha…<br /><br /><br /><br />Di Lab.<br />…<br />R: eh, kemaren aku beli es oyen di sidoarjo! enak lho! murah lagi!<br />Gl: oh ya? di mana?<br />R: deketnya jalan tol.<br />G: emang, murah berapa?<br />R: lima ribu! (5000)<br />G+Gl: hahahahahahaha..<br />R: eh?<br />G: hahaha.. lima ribu kok murah!<br />Gl: iya, hahaha..<br />R: kenapa?<br />G: di mana-mana, es oyen itu harganya tiga ribu lima ratus! (3500) hahahaha..<br />R: masa?!!<br />Gl: iya! hahaha.. gitu kok murah!..<br />R: beneran?! *nutup muka, lalu manyun kayak donal bebek*<br />G: pasti baru pertama kai beli es oyen ya?<br />R: iya..<br />G: haha.. kasian! kemana saja kamu selama ini?!<br />R: *manyun lagi*<br />Gl: gimana es oyennya?<br />R: hmm.. pokoknya enak deh!..<br />G: isi apa aja?<br />R: emm.. ada mutiaranya..<br />G: trus?<br />R: apa lagi ya.. ada alpukatnya..<br />G: trus? ada kelapanya?<br />R: iya! ada kelapanya!<br />G: trus? gak ada tape singkong-nya?<br />R: emm.. gak ada!<br />G: ya emang gak ada! kan emang bukan es campur! hahahahahahha….<br />R: *gondok. siap-siap ngelempar kursi*<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BONUS:<br /><br />M: Mamak (nyokap)<br />…<br />Di dapur.<br />…<br />M: gimana J-Rock-nya tadi malam?<br />G: seru! rame pokoknya!..<br />M: itu beneran J-Rocknya Achmad Albar? eh, apa itu.. Achmad Dhani?<br />G: heh? Achmad Dhani? *mikir*<br />M: iya? beneran itu?<br />G: *baru ngeh* eh, kalo itu mah The Rock!!<br /><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com21tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-32838554391523001202010-09-25T05:26:00.025+07:002010-10-24T17:49:54.803+07:00-lagi-lagi award!!!-Yip-yiph..<br /><br />Oh ya, beberapa waktu lalu gue dapet <span style="font-style: italic;">blog award</span> lagi pemirsa! Kali ini dari <a href="http://neeyangeblog.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">neeya</span></a> yang udah rela masih mau berbagi <i>award</i> ke blog ini. T.T *terharu, masih bisa dapet award*<br />Jadi pertama-tama, tentu aja, gue mau ngucapin banyak terima kasih kepada <a href="http://neeyangeblog.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">neeya</span></a> yang udah ngasih <i>blog award</i> ini.. Makasih banyak ya... ^^/<br /><br />Ini dia <i>blog award</i>-nya. <span style="font-style: italic;">Here we go..</span><br /><br /><div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUblirZnLzkP2nh8S_yZRsW2C5vZysNbmxkVqLrRphL7X1mMVqSM9cxSZUTqAPg4WkwrejOyTwcGg-lrbow_QcdREzoSSq41v8WE1HWYPchbYp5UloJWlmg_P8Z32ekizjk0Wd-tqqaY8/s1600/award+behind.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUblirZnLzkP2nh8S_yZRsW2C5vZysNbmxkVqLrRphL7X1mMVqSM9cxSZUTqAPg4WkwrejOyTwcGg-lrbow_QcdREzoSSq41v8WE1HWYPchbYp5UloJWlmg_P8Z32ekizjk0Wd-tqqaY8/s320/award+behind.png" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><div><form name="copy"><div align="center"><input onclick="javascript:this.form.txt.focus();this.form.txt.select();" value="Highlight All" type="button"> </div><div align="center"></div><br /><br /><div align="center"><textarea cols="20" name="txt" rows="6" style="height: 50px; width: 150px;" wrap="VIRTUAL"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUblirZnLzkP2nh8S_yZRsW2C5vZysNbmxkVqLrRphL7X1mMVqSM9cxSZUTqAPg4WkwrejOyTwcGg-lrbow_QcdREzoSSq41v8WE1HWYPchbYp5UloJWlmg_P8Z32ekizjk0Wd-tqqaY8/s1600/award+behind.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUblirZnLzkP2nh8S_yZRsW2C5vZysNbmxkVqLrRphL7X1mMVqSM9cxSZUTqAPg4WkwrejOyTwcGg-lrbow_QcdREzoSSq41v8WE1HWYPchbYp5UloJWlmg_P8Z32ekizjk0Wd-tqqaY8/s320/award+behind.png" /></a></textarea></div></form></div><br /><br /></div>Oh ya, di blognya itu ada <span style="font-style: italic;">rules</span>-nya. Bagi temen-temen yang dah dapet <i>award</i> ini wajib nyantumin nama-nama sumber <i>award</i> ini:<div style="font-family: arial;">1.</div><div style="font-family: arial;">2.</div><div style="font-family: arial;">3.<a href="http://www.bebcomputer.co.cc/">http://www.bebcomputer.co.cc/</a></div><div style="font-family: arial;">4.<a href="http://elearning-kom.blogspot.com/">http://elearning-kom.blogspot.com/</a></div><div style="font-family: arial;">5.<a href="http://wiwidkurniadi.blogspot.com/">http://wiwidkurniadi.blogspot.com/</a></div><div style="font-family: arial;">6.<a href="http://sely-biru.blogspot.com/">http://sely-biru.blogspot.com</a></div><div style="font-family: arial;">7.<a href="http://dunia-klue.blogspot.com/">http://dunia-klue.blogspot.com/</a></div><div style="font-family: arial;">8.<a href="http://www.tkjlover.web.id/">http://www.tkjlover.web.id/</a></div><div style="font-family: arial;">9. <a href="http://neeyangeblog.blogspot.com/">http://neeyangeblog.blogspot.com</a></div><div style="font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-family:arial;">10. </span><a style="font-family: arial;" href="http://boot-dh.blogspot.com/">http://boot-dh.blogspot.com/</a><br /><br />Aturannya adalah :</div><div style="font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;">1.) Letakkan link yang sebelumnya di nomer 10 ke nomer 9.. (naikin 1 level, begitu juga sama link atasnya).</div><div face="Arial,Helvetica,sans-serif">2. Letakkan link kamu di nomer 10.</div><div face="Arial,Helvetica,sans-serif">3. Jika semua nomer udah penuh (nomer 1-10 terisi semua). Hapus link nomer 1 naikkan link nomer 2 ke nomer 1 (begitu seterusnya) dan di nomer 10 isi link kamu.<br /><br />Dan,<span style="font-style: italic;"> blog award</span> ini akan gue bagikan ke 10 blogger berikut:<br /><br /></div><br />1. <a href="http://www.tiche2.blogspot.com/">tiche</a><br />2. <a href="http://kikylicious.blogspot.com/">kiky</a><span style="text-decoration: underline;"></span><br />3. <a href="http://ganjilunik.blogspot.com/">unik-unik</a><br />4. <a href="http://cupofyoghurt.blogspot.com/">wintahari</a><br />5. <a href="http://scrollmynote.blogspot.com/">windiarszeni</a><br />6. <a href="http://viandriani.blogspot.com/">vindhivie</a><br />7. <a href="http://biangyayaz.blogspot.com/">tyas</a><br />8. <a href="http://step-photographer.blogspot.com/">snapshot</a><br />9. <a href="http://www.celotehsibegeng.blogspot.com/">si begeng</a><br />10. <a href="http://resitarable.blogspot.com/">resita aozora r</a><br /><br /><br />Itulah tadi ke-10 blogger yang beruntung tersebut. Selamat ya.. ^^/ Silahkan diambil <span style="font-style: italic;">award</span>-nya.<br /><br /><br /><br />Post ini udah selesai? Eitts! Belum.<br /><span class="fullpost"><br />Masih ada <span style="font-style: italic;">blog award</span> satu lagi yang gue dapet. Kali ini dapet dari <a href="http://4k4n3-chu.blogspot.com/2010/09/sakit-dapet-award.html">AkaneD'SiLa</a>. Gue juga mau ngucapin terima kasih kepada <a href="http://4k4n3-chu.blogspot.com/2010/09/sakit-dapet-award.html">AkaneD'SiLa</a> yang udah rela ngasih <i>blog award</i> ke gue.. (T.T HIks, kok baik banget sih..)<br /><br />Seperti apa <i>blog award</i>nya??<br />Ini dia... <i>Taraaa!!!...</i><br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix8OFoqhalQ2zDO1HJMP08vG9SqExWLmCW_VFxVojKU3LTrYMkqQXRTZVWvsNfiGn4gN1imTaEPismzdrPAcFbTJ25lccfLd2QXnHCEyKYNSVYrxUsbhUF5MlvaEhjMTAxVevVvN3sXvU/s1600/award+gie.png"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 178px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix8OFoqhalQ2zDO1HJMP08vG9SqExWLmCW_VFxVojKU3LTrYMkqQXRTZVWvsNfiGn4gN1imTaEPismzdrPAcFbTJ25lccfLd2QXnHCEyKYNSVYrxUsbhUF5MlvaEhjMTAxVevVvN3sXvU/s320/award+gie.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513314516133040258" border="0" /></a><br /><br /><div><form name="copy"><div align="center"><input onclick="javascript:this.form.txt.focus();this.form.txt.select();" value="Highlight All" type="button"> </div><div align="center"></div><br /><br /><div align="center"><textarea cols="20" name="txt" rows="6" style="height: 50px; width: 150px;" wrap="VIRTUAL"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix8OFoqhalQ2zDO1HJMP08vG9SqExWLmCW_VFxVojKU3LTrYMkqQXRTZVWvsNfiGn4gN1imTaEPismzdrPAcFbTJ25lccfLd2QXnHCEyKYNSVYrxUsbhUF5MlvaEhjMTAxVevVvN3sXvU/s1600/award+gie.png"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 178px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix8OFoqhalQ2zDO1HJMP08vG9SqExWLmCW_VFxVojKU3LTrYMkqQXRTZVWvsNfiGn4gN1imTaEPismzdrPAcFbTJ25lccfLd2QXnHCEyKYNSVYrxUsbhUF5MlvaEhjMTAxVevVvN3sXvU/s320/award+gie.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513314516133040258" border="0" /></a></textarea></div></form></div><br /><br />Seperti <i>blog award</i> yang diatas, blog ini juga punya <i>rules</i> yang sama.<br /><br />1.<br />2. <a href="http://alam966.co.cc/">Alam966</a><br />3. <a href="http://tkjlover.wen.id/">Rumah Imajinasi</a><br />4. <a href="http://trulyshare.co.cc/">Fakta Lompat</a><br />5. <a href="http://budi2610.blogspot.com/">Kang Budi</a><br />6. <a href="http://gieterror.blogspot.com/">Gieterror</a><br />7. <a href="http://dunia-klue.blogspot.com/">Dunia Klue</a><br />8. <a href="http://mratodiblog.blogspot.com/">Todi-[licious]</a><br />9. <a href="http://4k4n3-chu.blogspot.com/">AkaneD'SiLa</a><br />10. <a href="http://boot-dh.blogspot.com/">-boot_d-</a><br /><br />Aturannya adalah :<br />1.) Letakkan link yang sebelumnya di nomer 10 ke nomer 9.. (naikin 1 level, begitu juga sama link atasnya).<br />2.) Letakkan link kamu di nomer 10.<br />3.) Jika semua nomer udah penuh (nomer 1-10 terisi semua). Hapus link nomer 1 naikkan link nomer 2 ke nomer 1 (begitu seterusnya) dan di nomer 10 isi link kamu.<br />Sama seperti <span style="font-style: italic;">award</span> yang di atas.<br /><br /><br />dan 10 blogger yang dapet adalah:<br /><br />1. <a href="http://satyainspirasi.blogspot.com/">satya</a><br />2. <a href="http://justqeeqee.blogspot.com/">my blog</a><br />3. <a href="http://neeyangeblog.blogspot.com/">neeya</a><br />4. <a href="http://kerereroppi.blogspot.com/">rere</a><br />5. <a href="http://blackettehere.blogspot.com/">reena</a><br />6. <a href="http://sayajauhdarirumah.blogspot.com/">raras</a><br />7. <a href="http://www.rnrania.blogspot.com/">ranichan</a><br />8. <a href="http://www.raisasyahreza.co.nr/">raisacious</a><br />9. <a href="http://www.chierita.com/">quchie</a><br />10. <a href="http://idontknowhat.co.nr/">qent</a><br /><br />Itu tadi 10 blogger yang gue pilih buat dapet <span style="font-style: italic;">blog award</span> ini. Selamat ya.. ^^/<br /><br />Yip-yiph..<br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-17288123464150976812010-09-14T17:07:00.009+07:002010-09-14T17:59:14.345+07:00-idul fitri's effect!!-<style type="text/css"> <!-- @page { margin: 2cm } P { margin-bottom: 0.21cm } --> </style> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Hai-hai.. gimana lebaran kalian? ^^</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Idul Fitri (baca: Lebaran), sebuah <i>event </i>di mana setelah kita sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan, yang dirayakan dengan saling memakai baju baru, makan ketupat, saling bermaaf-maafan kepada keluarga, tetangga, teman dan semua orang yang ada di sekitar kita (dan pertanyaan yang selalu muncul dari adik gue: Orang yang selama bulan Ramadhan gak puasa, apa boleh ikut lebaran? Jawabnya: <span style="font-size:85%;"><i>tenang, gak bakalan ada yang tau!</i></span>).</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Dan, makna lebaran itu sendiri juga berbeda-beda bagi sebagian orangBagi banyak orang yang tinggal di perkotaan, lebaran adalah momen dimana mereka mudik untuk bisa berkumpul dengan keluarga mereka yang berada di kampung. Momen dimana selalu terjadi arus mudik dan arus balik yang selalu membuat macet karena padatnya jumlah kendaraan di jalan raya. Momen di mana juga rawan terjadinya kecelakaan di jalanan. Sebaliknya, bagi orang yang kampung, itu adalah momen keluarga mereka yang tinggal di kota kembali ke kampung mereka (oke! ini sama aja).</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Bagi anak kecil, lebaran adalah momen dimana mereka bisa jadi jutawan seketika (baca: dapet angpao dari keluarga di sana-sini) dan juga menikmati makanan yang enak-enak dengan bebas dan gratis. Bagi remaja yang masih kayak anak kecil yang ngarep angpao, juga sama. Mereka dapet angpao, meskipun kemungkinannya lebih kecil. (Sorry, jadi curhat)</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Bagi penjual petasan, lebaran adalah momen lakunya petasan yang mereka jual (meskipun sejak waktu puasa, petasan laku mereka jual).</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Bagi penjual pulsa, lebaran adalah momen dimana banyak permintaan pulsa di sana-sini karena banyak orang saling mengirim ucapan selamat Idul Fitri. Juga merupakan momen-momen dimana lagi banyak-banyaknya terjadi <i>trouble</i> karena <i>over</i>-nya jumlah orang menggunakan ponsel untuk berkomunikasi pada hari itu.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Bagi pembeli pulsa (kalo penjualnya adalah temen kita sendiri, kita ralat menjadi: penghutang pulsa), ini adalah momen untuk saling memaafkan dan kembali nol-nol. Momen untuk melupakan semua yang sudah terjadi dan kembali ke ‘fitri’.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">Seperti tiap keluarga yang juga mengalami dan merasakan ‘efek’ dari Idul Fitri, keluarga gue juga gak luput dari hal ini. Keluarga gue juga ngalamin yang namanya <i>Ied’s effect</i>. Inilah fenomena yang (selalu) terjadi di keluarga gue tiap lebaran:</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0cm;"><b>Bersih-bersih rumah</b></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Rumah gue adalah nama lain dari kapal pecah. Siapapun yang pernah mampir ke rumah gue, pasti langsung ngerti maksudnya. Banyak benda-benda berserakan dan gak teratur di sana-sini. Ditambah bentuk rumah gue yang gak jelas, tiap orang yang pertama kali mampir ke rumah gue pasti komen, ‘Tempat ini namanya candi apa?’.</p><p style="margin-left: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;">(dan mungkin, waktu gue muncul dan nanya ‘Ya? Cari siapa?’, orang tersebut bakal lari sambil tereak kenceng, ‘AGHH!! ARCA ITU HIDUP!! AGHHH!!!.. ALLAHUAKBAR!!...’)</p> <span class="fullpost"><p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gak cuma tampilan luarnya yang aneh, tapi banyak hal-hal di dalamnya juga bekerja dengan ‘aneh’. Kalo di rumah orang normal, kalo kita pengen nyalain lampu kita tinggal nekan tombol buat nyalain, dan <i>voila!</i> Lampu langsung nyala. Di rumah gue, gak akan pernah ditemukan tombol seperti itu. Yang ada adalah, sepasang kabel berarus listrik bermuatan + dan – yang harus disatukan agar listrik dapat mengalir dan membuat lampu menyala. Kalo kamu beruntung, maka lampu akan langsung menyala dengan sempurna. Kalo kamu lagi sial, maka kamu masih perlu memanjat ke atas layaknya seorang pemanjat tebing hanya untuk memutar-mutar lampu <i>neon</i> yang panjang itu hingga <i>starter</i> lampunya berkedip dan membuat lampu dapat menyala.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Dan, kamupun telah behasil menyalakan lampu di rumah gue. (Tapi, kalo lebih sial lagi, yang ada adalah: lampu gak nyala, kamu kesetrum, jatuh dari atas, dan kamu kena gegar otak.)</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Bisa bayangkan, kegiatan simpel kaya menyalakan lampu di sore hari, yang tinggal tekan tombol kalo di rumah orang lain, bisa berubah jadi kegiatan yang mempertaruhkan nyawa kalo di rumah gue.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Di bawah letak televisi juga tergeletak bermacam-macam kabel, mulai dari kabel televisi, terminal, kabel kipas angin, <i>charge</i> HP, <i>DVD Player</i>, <i>Sound system</i>, yang kesemua kabelnya acak-adut semrawut gak karuan. Karena semua kabelnya warna hitam, maka kita harus pinter-pinter milih kabel mana yang ‘asli’. Kita bakal kesulitan kalo gak pinter-pinter milih. Pengen nyetel tipi, nyolokin kabel, eh, kipas angin yang muter. Pengen nyalain kipas angin, nyolokin kabel, eh, <i>DVD Player</i> yang nyala. Pengen nge-<i>charge</i> HP, eh, kulkas yang nyala (??).</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Demi Idul Fitri, maka rumah guepun selama setahun sekali dibersihkan (baca: dibongkar ulang). Sejak sehari sebelum Idul fitri rumah gue dari yang sebelumnya dalam kondisi‘Waspada’ berubah menjadi kondisi ‘Siaga 1’ untuk bersih-bersih rumah.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Seluruh penghuni rumah dikerahkan untuk membantu bersih-bersih. Pembersihan itu sendiri lebih berfokus pada teras rumah, ruang tamu dan ruang tengah. Sisanya dibiarkan ‘apa adanya’. (kata nyokap, jarang ada tamu yang mampir-mampir masuk ke dalam sampai ke dapur. Kecuali keluarga gue yang lain, yang kalo mampir tiba-tiba langsung masuk sampai ruangan belakang dan langsung buka kulkas).</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Di teras rumah, semua benda yang mengganggu dan gak enak diliat disingkirkan untuk sementara biar rapih. Mulai dari tumpukan pasir, tumpukan kayu, si Udik dan lain-lain. (Ket: si Udik juga masuk kategori ‘yang mengganggu dan gak enak diliat’). Kelambu di ruang tengah juga dicuci bersih ama nyokap biar putih bersih. Sarang laba-laba di atap dibersihkan, kursi-kursi dan meja di ruang tamu juga ditata rapih. Tumpukan koran, buku-buku dan mainan yang berserakan juga diberesin. Meja-meja, kaca dan semua perabot yang berdebu dilap. Semuanya dirombak sedimikian rupa, biar sewaktu tamu dateng, isi rumah terkesan rapi.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ini bakal lebih mudah, kalo kegiatan ini dilakukan sejak jauh-jauh hari. Gue masih inget 2 tahun yang lalu, waktu kita serumah baru bersih-bersih rumah pagi ‘tepat’ di hari lebaran! Jam 5 pagi, sewaktu orang lain mandi dan bersiap-siap buat sholat Ied, kita sekeluarga kalang kabut buat bersih-bersih rumah. Membersihkan rumah dengan ditambah <i>pressing</i> waktu adalah hal yang sangat menyiksa. Kita sekeluarga udah kaya tim modifikasi mobil di acara <i>Pimp My Ride</i>, yang harus menyelesaikan modifikasi mobil hingga pemiliknya dateng buat mengambil mobil mereka. Seperti itu, kita sekeluarga dituntut untuk menyelesaikan tugas hingga <i>deadline</i> waktu yang ditentukan, yaitu: jam 8 pagi, saat para tetangga mulai saling berkunjung buat maaf-maafan. Rumah kita harus selesai dan siap hingga sebelum waktu itu. Gue masih inget, waktu jam 6 pagi para tetangga udah pada rapih pake baju koko dan busana muslim putih-putih berangkat ke masjid, gue di teras rumah masih kaya gembel yang belum mandi sambil nyapu-nyapu dan ngelap-ngelap. (adegan ini sama persis kaya adegan cerita Cinderella, dimana waktu malam pesta dansa semua sodara-sodaranya dan ibunya pergi berpesta ria, dia harus kotor-kotoran bersihin rumah sambil nyuci baju)</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ngalamin ini, hati gue teriris, mulut gue terisak. Lalu karena gak tahan, gue tereak sambil nangis-nangis keceng-kenceng, “Aku gak punya bapak!!..”. Lalu tiba-tiba muncul seorang kakek tua dari semak-semak yang bergerak lincah, yang lalu tiba-tiba bilang, “Perbanyak amal ibadah di bulan ramadhan..” Gue <i>shock</i>. Mata gue melotot. Mulut gue menganga. Lalu kakek tua itu melanjutkan, “..pake <span style="font-style: italic;">Axis</span>!”.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gue jatoh pingsan sambil mulut menganga penuh busa.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Oke, ngaco. Gue memandang orang-orang yang lewat dengan busana putih-rapih itu dengan tatapan iri, “Mereka bener-bener lebaran..”. Guepun lalu ngomong ke bokap kalo gue pengen sholat Ied juga kaya mereka. Tapi apa jawab bokap gue,</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Bantu keluarga bersih-bersih rumah juga ibadah.”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gak dibolehin pergi sholat Ied, dan merasa senasip dengan Cinderella, dalam hati gue berusaha manggil ibu peri layaknya Marshanda ketika sedang dianiaya si Bombom. ‘Ibu peri, datanglah..’</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Tapi gak ada yang terjadi.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gue akhirnya kembali ke realita. Gue mikir lagi. Merenungkan kata-kata bokap gue. ‘Bantu keluarga bersih-bersih rumah juga ibadah’. Ya, bener. Ini juga ibadah. Bahkan mungkin lebih banyak pahalanya daripada sholat Ied, karena gue menolong keluarga gue. Membantu orang tua gue. Ada masalah yang harus gue selesaikan. Pekerjaan juga ibadah. Gue harus mendahulukan membantu keluarga gue. Gue juga bayangin, begitu terkutuklah gue, kalo gue enak-enakan pergi sholat Ied dengan pakaian rapih bersih, gak peduli dengan apa yang terjadi dan pergi ke sana dengan senyum gembira seolah-olah gak terjadi apa-apa, padahal sekarang keluarga gue lagi kotor-kotoran bersihin rumah dan butuh bantuan gue. Ya, betapa hinanya gue sebagai anak, kalo ampe itu terjadi.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gak perlu sampai bokap gue ngomong dua kali, guepun langsung balik melakukan tugas gue. Dengan lebih ikhlas. Dengan lebih cepat.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Dan, begitu tamu-tamu berdatangan, kita sekeluarga udah siap menyambut mereka dengan tenang.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Pesan: Kalo mampir ke rumah gue, jangan masuk-masuk ke dalem sampai dapur!</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> </p><p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0cm;"><b>Makanan dan kue-kue di rumah</b></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Seperti di hampir semua rumah kalo lagi lebaran, pasti ada banyak kue-kue di atas meja ruang tamu rumah kita sewaktu lebaran tiba. Mulai dari biskuit, wafer, hingga roll wafer stick. Mulai dari TOP, Beng-beng, permen, jeli, makanan perpaduan permen dangan jeli, hingga coklat pekat (heran, kenapa coklat pekat buat suguhan?!). Mulai dari pilus, kacang mete, kacang tanah, kacang (bukan) tanah, kacang atom, kacang (bukan) atom, hingga makanan yang asin-asin lainnya kayak kacang sembunyi (jangan tanya, kenapa namanya kayak gitu!), pastel mini, krupuk rambak, renginang, lidah kucing (lagi-lagi, jangan tanya!), ampe yang namanya kripik mlinjo. Mulai dari kue-kue kering dari yang jenis nastar, hingga.. yang bukan jenis nastar (terlihat kalo kurang tau jenis-jenis kue kering).</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Dari mana asal semua itu? Tentu aja beli!</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Tapi beberapa diantaranya, kadang, buat sendiri. Kayak di keluarga gue, udah menjadi kebiasaan umum kalo nenek ama nyokap gue selalu buat kue nastar kalo bulan Ramadhan. Macem-macem kue nastar yang dibuat, tapi yang paling sering dibuat adalah kue mawar, kue nanas, kue kacang, dan terkadang, kalo uang banyak, kue keju.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Karena gak cuma buat untuk sendiri, melainkan juga menerima pesanan, hampir tiap hari di bulan Ramadhan biasanya kita selalu disibukkan kegiatan bantu-bantu membuat kue. Dan gue juga gak luput dalam aksi bantu-bantu ini. Bikin kue mawar, gue ikutan bantuin nyetak kuenya hingga jadi bentuk mawar. Bikin kue kacang, gue bantuin ngasih <i>topping</i> kacang di atasnya sambil terus nyicipin kacangnya. Bikin kue nanas, gue bantuin ngasih isi selai nanas di dalamnya sambil terus nyicipin selai nanasnya. Bikin kue keju, gue bantuin ngasih <i>topping</i> keju sambil terus nyicipin kejunya. Sepuluh tahun ke depan, gue yakin usaha ini bangkrut.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ada suatu kejadian seru waktu sodara gue mampir ke rumah gue dan nyicipin yang namanya kue nanas. Kue nanas yang dibuat nyokap gue dibentuk mirip bentuk buah apel. Bulet, ada isi selai nanas di dalamnya. Sebagai pemanis, dan juga biar mirip bentuk buah apel sungguhan, sebelum dioven ditancepin cengkeh diatasnya di tiap kuenya yang berguna sebagai ‘tangkai’ dari buah apelnya. (bentuknya jadi mirip bentuk apel sungguhan!)</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Entah emang gak pernah tahu kue nanas yang model kayak gitu, ato emang dia kelamaan tinggal di gua, waktu makan kue nanas itu, eh, dia makan beserta cengkehnya, sodara-sodara!!</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Weeekk!!!..” kata sodara gue, sambil melet-melet setelah makan kue nanas yang ada di atas meja.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Eh, kenapa?” kata nyokap gue heran.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Ini, paiiitt!!...” dia nyengir sambil mengeluarkan cengkeh dari mulutnya (yang tentu aja masih utuh) itu.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Heh? Oalah, cengkehnya ikut kamu makan toh!!.. Haha.. Cengkehnya gak usah ikut dimakan!!... Itu cuma hiasan..” kata nyokap, sambil masih nahan buat ketawa.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Waktu nyokap cerita itu ke gue, gue seketika langsung ngakak abis. Entah, mungkin sejak saat itu dia bersumpah buat gak makan yang namanya kue nanas lagi. Terutama yang ada di rumah gue.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Di keluarga gue sendiri sebenernya gak cuma kue nastar yang dibuat, tapi juga kadang buat pastel, kacang telor, kripik mlinjo (kalo yang ini tinggal goreng), <i>kuping</i> gajah, dan lain-lain.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Udik sendiri (adik paling kecil gue), paling gak sabaran dengan kegiatan mari-buka-semua-toples-kue. Di malam takbiran, dia udah gak sabaran dengan stok jajan dan kue-kue manis yang ada di lemari.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Karena besok udah lebaran, semua <i>jajan</i>-nya aku tata di meja sekarang aja!” kata Udik beralibi. Dia lalu dengan semangat 45 membawa keluar semua toples kue-kue dan biskuit dan ditata rapih di meja. Mulai dari Astor wafer stick, Gery biscuit, Richeese roll, kue-kue nastar, kacang telor, kripik mlinjo, dan lain-lain. Semua makanan seketika dikeluarkan semua.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ngerasa belum waktunya, Galuh, adik gue yang satu lagi yang punya jiwa taat hukum, tak ayal memprotes tindakan si Udik tersebut. “Udik!! Kenapa dikeluarkan semua?! Belum waktunya dikeluarkan kan?! Ayo, balikin semua!” </p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Huhh!! Kenapa sih?! Besok kan udah lebaran!” Udik langsung sewot aksinya dilarang.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Udahlah!.. Besok aja!..” kata Galuh, masih ngotot.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “<i>Wes tah</i> mbak, gak apa-apa..” kata nyokap gue menenangkan situasi. “<i>Wong</i> besok udah lebaran aja lho..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Setelah nyokap ngomong gitu, akhirnya Udik-pun dibolehkan buat membuka toples-toples yang masih tersegel tersebut dan mencicipinya untuk pertama kali.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Waktu lebaran adalah waktu dimana rumah gue penuh dengan makanan. Waktu dimana makanan berkadar kalori HI-GI (berkadar gula tinggi).</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Juga waktu dimana kita dalam sehari akhirnya akan merasa enek dan kapok untuk makan-makanan manis lagi karena kebanyakan makan.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> <i>Everything is about food.</i></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0cm;"><b>Berkumpulnya semua keluarga</b></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Gue adalah tipe anak yang jarang dan sulit berinteraksi dengan orang sekitar dan lebih banyak menyendiri. Kebalikan dari kondisi ini, keluarga gue dari keluarga bokap dan nyokap sangat banyak. Sangat-sangatlah banyak. Maka di <i>event</i> lebaran ini lah waktu dimana semua bagian keluarga itu berkumpul dan saling bertemu. Sebuah <i>event</i> dimana bagian keluarga yang asalnya belum pernah bertemu dipertemukan dan yang belum saling mengenal diperkenalkan. Dan kadang gue tersiksa dengan dengan kondisi acara kumpul keluarga ini.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Hhahaha.. masih kaya dulu ya.. Orang itu gak pernah berubah!.. Hahahaha.. Lalu, ini siapa?” kata orang yang kata nenek adalah masih 'tante gue’, waktu gue nganterin nenek berkunjung ke salah rumah sodara.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Ini Hari, anaknya Titik (nama nyokap gue) yang paling besar” kata nenek gue, bersemangat menjelaskan. Gue senyum-senyum (baca: nyegir gak jelas) sambil menatap ‘tante gue’ itu.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Anaknya Titik?! Yang dulu kueciil itu?! ” kata ‘tante gue’ sambil berkespresi <i>shock</i>. <i>Maksud lo? </i> “Sekarang udah besar ya..” dia lalu manggut-manggut sambil berekspresi kagum, seolah-eolah baru tahu kalo manusia bisa tumbuh membesar kalo dikasih makan. Gue kembali senyum-senyum gak jelas.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya.. Dulu padahal suka lari-lari ke sana ke mari kalo maen ke sini.. ”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya, Udah besar ya.. Dulu masih kecciilll!.. Masih suka ngompol kalo kemari.”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Hahaha.. iya ya..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Kalo udah sampai pada tahap ini, biasanya gue cuma bisa ketawa garing sambil memaksakan senyum, “Ha-ha..”. Dalam ati, <i>Ya, bongkar aja terus aib gue! Terus..!!</i></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Karena di tiap lebaran selalu mengulang-ulang kejadian kaya gini, kadang gue <i>boring</i> banget dengan pertemuan keluarga kaya gini. Tak ada hal yang menarik sama sekali, ketika dua orang seangkatan yang sama, yang angkatannya sangat berbeda jauh dengan kita, bertemu untuk mengobrol untuk membicarakan hal yang menarik menurut mereka (yang sama sekali gak nyambung dengan kita) dan kita terjebak dalam obrolan mereka dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk berinteraksi. Dan yang bisa kita lakukan, hanyalah ‘mendengarkan’.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Karena udah berkali-kali ngalamin hal kaya gini, gue bahkan hapal dengan alur topik yang diperbincangkan dan apa aja yang bakal terjadi di dalam dialognya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Yang langsung kita tahu, pertanyaan berikutnya adalah tentang kita sudah bekerja apa belum.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Ini, sekarang kerja?”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Belum, dia masih kuliah. Kuliah… Kuliah dimana, kamu?..” Setelah gue ngasih tahu nenek dimana gue kuliah, dan nenek mengulang kalimat gue, kalo orang itu punya anak yang udah lulus tapi gak mau kuliah, dia bakalan cerita hal itu.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Ohh.. Mau Budhe juga gitu, Si Arif lulus sekolah langsung kusuruh kuliah. Eh, tapi dia-nya gak mau. Padahal bapaknya dulu kuliah. Dia bilang, ‘Buat apa kuliah, Buk. Cuma buang-buang uang!’. Jadi dia pengennya langsung kerja gitu. Sekarang dia kerja rotan ikut pamannya. Dia pulangnya ke sini sebulan sekali, jadi jarang ketemu. Temen-temen mainnya sering nyariin dia ke sini, tapi selalu Budhe bilangin kalo si Arif ikut pamannya kerja. Ini, gak tahu, kenapa hari ini belum pulang juga. Biasanya tiap lebaran dia pulang.” kata ‘tante gue’ cerita panjang lebar tentang anaknya, seolah-olah kita bener-bener <i>excited</i> pengen tahu kondisi anaknya dan tujuan kita kemari adalah hanyalah untuk ketemu dan bersalaman ama anaknya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya ini, gak tahu, anak ini pengen kuliah..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Sekarang udah sampe semester berapa?”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Se-semester 5!” jawab gue singkat.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Kuliah yang serius Nak.. Sekarang nyari kerja itu susah..” kata ‘tante gue’ itu kemudian, ngasih wejangan-wejangan ke gue, yang biasanya disertai dengan gue yang ikut manggut-manggut sambil memasang ekspresi prihatin.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Setelah puas nanyain gue, biasanya mereka kembali ke topik asal mereka. Mereka kembali membicarakan kenangan-kenangan tak terlupakan waktu mereka bersama dulu, kejadian-kejadian yang sering membuat mereka tertawa terpingkal-terpingkal dan satu dua kali membuat mereka terharu. Tak lupa mereka juga menanyakan keberadaan orang-orang yang dulu juga selalu bersama mereka waktu mereka masih bersama-sama. Di manakah mereka sekarang berada? Jadi menikah dengan siapa mereka? Atau, masih ada atau apakah sudah tiada mereka? Mereka juga tak lupa bertanya kesibukan masing-masing saat ini di rumah, sudah punya anak berapa, keluhan-keluhan apa aja mereka terhadap kehidupan yang mereka hadapi, dan hal-hal seperti itu.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Kalo udah gini, yang bener-bener cuma bisa gue lakukan adalah mendengarkan. Karena cerita yang mereka bicarakan adalah semuanya tentang mereka dan teman-teman mereka, mereka yang ngalamin ini, dan semua hal ini adalah tentang ‘masa’ mereka, gue sama sekali gak bisa ikut berinteraksi. Gak mungkin juga gue tiba-tiba ikut masuk ke obrolan mereka sambil sok tau ngomong, “Ahh! Gue inget si Pardi! Anak yang suka makan tebu sambil ditelen itu kan? Anak yang kalo di kelas selalu ketiduran sambil ngupil?! Dia sekarang udah gak ada. Mati kesamber petir waktu ujan-ujan di lapangan tahun lalu sama anaknya.”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Yang bisa gue lakuin hanyalah mendengarkan cerita mereka, makan camilan-camilan dan kue yang disuguhkan, dan <i>sms</i>-an. Dan mendengarkan cerita mereka selama 3 jam selalu membuat gue merasa ikut terlibat dengan cerita petualangan mereka waktu muda dan membuat gue merasa seperti udah kenal mereka sejak duluu sekali, bertahun-tahun lamanya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Dan diantara <i>break</i> saat-saat mereka berhenti ngobrol karena kehabisan bahan obrolan dan mulai mencari topik baru, sang pemilik rumah selalu masih nawarin kue-kue yang ada di meja buat gue makan. Padahal udah tahu, gue terus memakan kue-kue itu buat ngusir bosan sewaktu mereka asik cerita.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Eh, kok diem aja.. Ini loh kuenya di makan. Ini semuanya Budhe yang buat sendiri..” ‘tante gue’ nawarin sambil buka semua tutup toples yang ada di meja. “Ayo dimakan..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya.. Ini dimakan kok..” kata gue. Gue lalu mengambil satu kue, sebagai syarat biar berhenti ditawarin kue saat itu juga.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> 5 menit kemudian..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Itu, sirupnya diminum..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya..” gue lalu meminum sirupnya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> 10 menit kemudian..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Eh, kuenya ambil lagi.. jangan sungkan-sungkan.. masih banyak kok..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya..” gue lalu mengambil lagi kuenya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> 15 menit kemudian..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Eh, sirupnya dihabisin.. Kalo kurang, nanti Budhe buatin lagi..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya..” gue lalu menghabiskan sirupnya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> 20 menit kemudian..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Eh, kuenya dihabisin.. masih banyak lho.. Ini, sirupnya yang baru dibuatin juga diminum..”</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> “Iya..” gue lalu menghabiskan semuanya.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Beberapa saat setelah itu, ketika orangnya berusaha nawarin gue lagi, gue udah menggelepar-gelepar sekarat di lantai kaya sapi abis digelonggong.</p><br /><p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ya, saat bertemu keluarga terkadang saat yang berat bagi gue. Apalagi kalo jumlah keluarga kita banyak tersebar di mana-mana, bisa-bisa kita berhari-hari berkeliling cuma buat berkunjung ke semua rumah sodara kita. Dan waktu sodara-sodara dari kakek (ayah dari nyokap) gue kemaren berkunjung ke rumah kakek gue, gue baru bener-bener sadar kalo ternyata ‘jumlah’ mereka bener-bener banyak! Mereka semua berdatangan hingga 20 orang-an lebih secara bersamaan dan langsung masuk rumah! Biasa dibayangin, mulai dari anak-anak kecil, remaja, hingga bapak-ibu yang udah punya anak langsung masuk rumah dan bersalam-salaman di ruang tamu, dan langsung keadaan jadi kalang kabut seketika!</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Karena kursi sofa di ruang tamu udah gak muat, kita akhirnya menggelar tiker di lantai buat mereka duduk. <i>And, You know what?</i> Masih ada beberapa orang yang berdiri ketika tiker itu udah dipenuhi orang duduk! Kita akhirnya membuka tiker satu lagi biar mereka semua bisa duduk.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Dan seperti yang bisa kamu bayangin, keadaan di ruangan itupun langsung jadi super panas dan gerah seketika. Kandungan oksigen di ruangan itupun langsung menurun drastic, saking banyak jumlah makhluk hidup yang mengkonsumsi oksigen di ruangan sesempit itu.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Ya, saat lebaran adalah saat untuk bersilahturahmi dengan semua keluarga gue.</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> </p><p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Oh ya, gak lupa. Minal aidzin walfaidzin.. Mohon maaf lahir dan batin.. ^/\^</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Karena gue juga termasuk manusia yang tak lepas dari salah, maafin khilaf dan salah gue yang secara sadar ataupun gak sadar gue lakuin..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> </p><p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"> Tunggu post gue selanjutnya..</p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-left: 0.32cm; margin-bottom: 0cm;"><br /></p></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-39301929969001441512010-09-04T18:34:00.001+07:002010-09-04T18:47:57.072+07:00-udik N puasa!!!-<p style="text-indent: 0.34cm; margin-bottom: 0cm">Yip-yiph!..</p> <p style="margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="text-indent: 0.34cm; margin-bottom: 0cm">*ambil kemoceng, bersihin debu-debu di blog ini*</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Wah, gak kerasa udah sebulan lebih gue gak posting di blog ini ya?! Blog ini jadi penuh debu di sana sini. (mungkin sesekali bakal muncul kelelawar terbang ato laba-laba kalo kamu sembarangan meng-klik di blog ini) <i>I’m sorry guys</i>, selama KP (Kerja Praktek), gue emang sama sekali gak nulis karena berbagai alasan. Banyak hal yang musti gue pikirin N lakuin.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><i>But, here I am now!</i> KP gue akhirnya (secara resmi) kelar juga!<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Setelah sebulan penuh berkomitmen buat gak nulis, gue akhirnya sadar lagi satu hal penting; gue mulai jadi gila kalo gak nulis di blog ini. Diri gue mulai menunjukkan gejala-gejala aneh kalo gak nulis. Gue sekarang kalo lagi diem gak ngapa-ngapain mulai sering ngomong gak jelas sendirian, gue kalo dari pagi ampe malem gak makan, malamnya jadi lemes dan gak bisa tidur (ternyata, ini namanya: kelaparan), gue kalo ngeliatin sesuatu jadi sering dengan tatapan kosong dan mendramatisir dalam mikirin sesuatu, kaya misalnya waktu gue lagi ngeliatin kaki gue: “Hmmm… kenapa jempol kaki lebih besar daripada jari kaki lainnya ya? Hmm.. apa jempol punya fungsi istimewa? Lalu, kenapa mereka gak sepanjang jari-jari tangan, padahal sama-sama berjumlah 5? Tunggu, kenapa jari kaki dan tangan kok diciptain Tuhan berjumlah 5 biji? Apa yang spesial dari 5? Apakah 5 angka istimewa? Lalu kenapa tangan bisa mengenggam, tapi kaki enggak?! Monyet kok bisa? Lalu kenapa warna telapak kaki dan tangan warnanya selalu lebih putih?!! Kenapa??!!!”. <i>Freak</i> abis.<br /><p style="text-indent: 0.34cm; margin-bottom: 0cm">Intinya, gue jadi <i>junkies</i> kalo berhenti nulis!<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><i>Here we go.</i><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Gimana puasa kalian? Lancar-lancar aja kan? Di awal bulan puasa kali ini, Udik (adik paling kecil gue) udah ber-<i>statement</i> ke orang serumah, “Puasa kali ini aku mau puasa <i>full</i>!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Beneran? Gak nyoba puasa setengah hari dulu?” gue agak-agak gak percaya ama adik gue satu ini, yang tiba-tiba semangat 45 buat puasa sehari penuh. (berdasarkan sejarah, tahun kemaren dia puasa setengah hari aja masih banyak bolongnya!)</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Iya donk!..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Beneran?”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Ya!” Udik menjawab dengan tegas.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Gue cuma senyum aja.<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Ternyata si Udik kayanya beneran bersungguh-sungguh mau puasa <i>full</i> kali ini. Di malam pertama Ramadhan Udik bilang ke nyokap, “Aku nanti pagi bangunin sahur ya!..” kata Udik, dengan nada penuh semangat. “Aku mau ikut puasa!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Dan nyokap pun langsung menyanggupi.<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Tapi seperti kebanyakan orang, di hari awal puasa Udik sulit banget dibangunin. Dan Udik yang sedang tidur adalah monster tidur yang hampir mustahil untuk bangun.<br /></p><p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><b>pukul 03:00 pagi</b></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Udik!! Udik!! Bangun!! Katanya mau puasa!.. Ayo sahur!!” gue berusaha bangunin Udik sambil goncang-goncangin tubuh si Udik. Udik gak gerak sama sekali.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Gak mendapat respon, gue goncangin tubuh si Udik lebih keras lagi. “Udiikk!!.. Katanya puasa!! Ayo bangun!!.. Udikk!!..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Tapi gak ngefek. Hingga dua menitan gue berusaha bangunin hingga gempa 5,6 skala rikter, gak ada yang terjadi. Dia masih aja terlelap. Ternyata tidur dan pingsan bedanya sangat tipis.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Udah, gak apa-apa! Masih jam 3 juga..” kata nyokap, mencegah anak-paling-kecil-nya mendapatkan siksaan fisik lebih dari ini. Akhirnya gue milih nonton tipi.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><span class="fullpost"><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><b>pukul 03:30 pagi</b></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Udik, ayo bangun!!!” gue balik nyoba bangunin Udik. Gue goncangin lebih keras lagi. “Udik!! Udik!!.. Ayo sahur!!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Tapi percuma. Udik masih tetep kaya ayam tiren. Boro-boro ngomong, dia bahkan gak gerak sama sekali! Mungkin kalo dia jatuh dari kasurnya pun, dia masih tetep dalam kondisi tertidur.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Ngerasa gak mendapat reaksi, gue bertindak lebih keras. Gue angkat kepalanya hingga dalam posisi duduk, gue pegang kedua pundaknya, terus bangunin dia sambil goyang-goyangin dan tereak lebih keras lagi (mirip adegan preman yang ngompasin duit sambil ngancem ‘serahin semua duit lo!’ ). “Udik!! Bangun!!.. Ayo, Udik bangun!!..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Hasil dari usaha ini adalah: cuma kepalanya Udik yang oleng ke belakang, kiri, kanan, dan ke depan. Matanya sama sekali gak kebuka. Gue takut aja, kalo mungkin lebih dari ini lehernya bakal putus.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Udik, ayo bangun!!.. Sahur!!.. Udik?!!” gue goyang-goyangin lagi lebih keras, berharap keluar uang ribuan. (??) Tapi tetep gak ngefek, Udik masih aja kaya orang mati.<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Ya wes, nanti mamak aja yang bangunin. Sekarang sahur dulu sana..” kata nyokap berusaha nenangin gue, padahal gue baru aja punya ide bangunin dengan cara injek-injek pake kaki.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Akhirnya gue menyerah buat bangunin Udik. Gue lebih milih makan sahur sambil nonton tipi.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Sekitar 10 menitan sebelum imsak shubuh, nyokap berusaha bangunin Udik lagi berkali kali. Tapi masih tetep aja gagal. Udik sama sekali gak gerak.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><em>But, You know what?</em> Kelebihan dari orang yang susah dibangunin adalah: akan bangun sendiri, jika waktunya tiba. Baru sekitar jam 4-an lebih (setelah imsak, ketika kita udah nyerah buat bangunin dia) Udik langsung bangun sendiri tanpa dibangunin sambil nangis.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Huaahh!!!.. Aku sahur tadi gak dibangunin!!..” Udik nangis sambil ngamuk-ngamuk setelah ngeliat kita yang udah dalam kondisi santai sambil nonton tipi dan jam yang ternyata udah pukul 04:10 “Kenapa aku gak dibangunin?!! Padahal aku mau puasa!! Huuuhh!!!..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Udah mas bangunin tadi!! Coba tanya mamak!! Kamu aja yang gak bisa bangun!” kata gue membela diri, ngerasa usaha gue bangunin dia mati-matian gak dianggep sama sekali.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Bo’ong!!” kata Udik, langsung gak percaya.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Yee!!.. Beneran!! Dibilangin kok!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Iya, Dik! Tadi Udik berkali-kali dibangunin gak gerak sama sekali! Mamak tadi juga ikut bangunin!” kata nyokap, membela kesaksian gue.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Bo’ong! Bo’ong!! Aku gak ngerasa dibangunin!” kata Udik, kembali menolak mentah-mentah.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Dibilangin gak percaya anak ini!! Tadi Udik udah dibangunin! Cuma Udik aja yang gak bisa bangun!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Bo’ong! Bo’ong!!..” gue langsung pengen nyekek leher anak ini.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Terserah!!..” gue langsung sewot. Gue mikir, berdebat tentang ‘apa yang terjadi ketika kamu tidur’ gak akan membuahkan hasil.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Ya udah, sekarang Udik masih mau tetep puasa gak?” kata nyokap, berusaha mendinginkan situasi. “Kalo mau, Udik masih bisa sahur sekarang..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Huuhh, percuma! Udah telat!”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Lho, gak papa.. Anak kecil gak papa sahur telat.. Namanya juga masih belajar.”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Gak mau! Gak mau! Udah imsak! Udah telat!! Percuma puasa..” Udik masih aja ngeyel.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Ya wes, maunya gimana?” kata gue.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Aku gak puasa hari ini! Besok aja!”<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Akhirnya Udik masih gak percaya kalo kita tadi udah berusaha buat bangunin dia. Udik mutusin buat gak puasa hari itu karena telat sahur. Dia pengen puasa yang ‘beneran’<i> </i>besok harinya.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Waktu gue santai sambil nonton acara OVJ (Opera Van Java), dia yang masih sewot langsung ngerebut <i>remote</i> tipi dari tangan gue.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Seh, mana! Mau liat PPT (Para Pencari Tuhan)!” dia langsung ganti <i>channel</i>-nya saat itu juga. Gue cuma diem sambil geleng-geleng pasrah, ‘adik gue sepertinya masih belum mengerti arti puasa’.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Ya, menurut gue wajar sih anak yang masih kelas 5 SD masih belum tahu arti dan makna dari puasa yang sebenernya. Menurut mereka, puasa adalah tidak makan dan minum dari waktu shubuh hingga maghrib. <i>Just it</i>. Marah dan tidak menahan emosi selama puasa, gak perlu. Menangis dapat membatalkan puasa, dia tahu. Tapi waktu gue tanya kenapa ‘menangis dapat membatalkan puasa?’ dia cuma bisa jawab, ‘Ya.. batal aja. Kata bu guru dan temen-temen gitu.’. Waktu antar ashar hingga menjelang maghrib, topik yang dibahas adalah tentang makanan dan paling enak buka puasa di mana, dan di berbagai tempat makanannya mecem-macemnya apa aja. Dan yang gue masih gak percaya, banyak temen-temen sebaya gue yang masih berpikiran kaya gitu.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Beberapa menit kemudian, Udik tiba-tiba nyuruh nyokap buat ngambilin dia makan.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Lha? Katanya gak puasa?” kata gue heran.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Emang.”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Lah terus? Ini mau sahur?”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Gak, mau sarapan. Lapar.”<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">GUBRAAKK!!</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p align="CENTER" style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">***</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Hingga beberapa hari ke depannya, Udik masih aja sulit buat dibangunin sahur. Sekeras apapun kita berusaha bangunin, dia tetep aja gak bisa membuka matanya. Dia adalah tipe-tipe anak yang bangun sendiri dan susah banget kalo dipaksa bangun. Alhasil, dalam seminggu paling mentok 1-2 hari aja Udik berhasil buat kita ajak sahur. Lainnya adalah sama; dia gak bisa diajak bangun, dan bakal bangun dengan marah-marah waktu dia bangun sendiri setelah waktu imsak. Sesekali dia bisa bangun sendiri gak telat, eh, itu waktu jam setengah 3 pagi, dimana belum ada seorangpun yang sahur waktu itu.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Yee!!.. Aku bisa bangun sendiri!..” Udik tiba-tiba bangun sambil bersuara nyaring dari kondisi tertidur pulas sebelumnya.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Nyokap yang kebangun dan masih ngantuk cuma bisa nanggepin sambil mata masih tertutup, “Nanti mamak bangunin jam 3 ya..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Waktu gue bangun jam 3, gue cuma mendapati tipi yang menyala dan seisi rumah yang masih tertidur sambil mikir, ‘Perasaan, Udik tadi udah bangun kan ya?’</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Abis gitu, sama. Udik masih tetep gak bisa dibangunin setelahnya.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Ada juga waktu dia bangun telat, tapi gak marah.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Mas, aku hari ini puasa!” kata Udik ke gue, waktu gue lagi asik komputeran di kamar pagi-pagi.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Beneran? Belum sahur kan? Kuat gak?”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Yang penting aku puasa!”<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Waktu jam 8 pagi, waktu gue mau berangkat KP (Kerja Praktek) gue ngeliat Udik yang lagi asik sarapan di ruang tamu.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Leh, katanya puasa?.. Kok sekarang makan?” gue mengerutkan dahi.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Ini sahur.” jawab Udik santai.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">GUBRAKK!!<br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">AGHH!!.. Entah kita yang salah karena gak menjelaskan secara gamblang tentang puasa ato emang si Udik yang emang gak suka puasa, Udik sering salah pengertian tentang hal-hal mengenai puasa. Gue masih inget tahun kemaren waktu dia bertekat buat puasa <i>full</i>, tapi waktu tengah hari di hari awal puasa dia udah gak kuat dan akhirnya dia cuma puasa setengah hari. Waktu itu gue sempet jelasin tentang mengganti puasa di lain hari di luar bulan puasa.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Jadi, menggantinya itu di luar bulan Ramadhan. Tapi gak boleh juga di hari lebaran..”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Trus, kalo puasanya batal waktu siang hari gitu, apa menggantinya juga setengah hari?” tanya Udik polos.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Eh, maksudnya? Puasanya menggantinya <i>full</i> sehari donk..” gue jalasin dengan yakin.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“Lho, seharusnya kan enggak! Kan batalnya waktu siang hari.. Jadi menggantinya kan sisa waktunya hingga maghrib! Misal, batalnya jam 1 siang gitu, karena sisa puasanya tinggal 4 jam, berarti menggantinya cuma 4 jam kan?”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">“YA ENGGAK LAH!! Apaan, mengganti puasa cuma 4 jam?! Sama aja gak puasa kan?!!”<br /><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Ada juga waktu tahun kemaren dia kurang mengerti tentang konsep puasa setengah hari dan terus makan setelah buka waktu jam 1 siang, waktu itu nyokap juga jelasin kalo setelah buka waktu dhuhur itu harus kembali puasa, bukannya puasanya selesai. Dia langsung mengerti saat itu. Tapi beberapa hari terakhir gue agak ragu dengan hal itu setelah dikasih tahu orang rumah kalo waktu dia puasa dia sering pulang sekolah langsung buka kulkas sambil bilang, “Bentar, mau batalin puasa dulu. Abis ini mau puasa lagi”</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm">Dia lalu meminum air es di kulkas tanpa rasa bersalah.</p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><i>I think, he really don’t know about time concept on this one.</i></p> <p style="text-indent: 0.32cm; margin-bottom: 0cm"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm"><br /></p></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-34081706124627276152010-07-22T09:38:00.015+07:002010-07-25T08:59:06.497+07:00-holiday post!!-<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">….<br />….<br />Hai-hai..<br />Gimana kabar kalian? Baik-baik aja <st1:place st="on"><st1:state st="on">kan</st1:state></st1:place>?<br />Kabar gue baik di sini.</p> <p class="MsoNormal" align="center"><o:p><br />Oh ya, beberapa waktu lalu gue dapet award dari <strong><a href="http://aul-home.blogspot.com/2010/05/100-posts-100-followers.html">aul-home</a></strong></o:p>. Sebelumnya gue ngucapin makasih banyak kepada <strong><a href="http://aul-home.blogspot.com/2010/05/100-posts-100-followers.html">aul-home</a></strong> yang udah rela ngasih <em>award</em> ke gue.. TT hikz.. *terharu, ternyata masih ada yang mau ngasih <em>award</em> ke gue*<br /><br />Oke, sebelum kelamaan dan terlanjur kadaluarsa, ini dia award-nya!! Langsung gue pasang!!<br />(sorry baru gue pasang.. hehehe..)<br /><br /><br /><a href="http://aul-home.blogspot.com/" target="_blank"><img src="http://i408.photobucket.com/albums/pp164/mypb4ul/Award4.gif" border="0" alt="Photobucket" /></a><br />(Karena bingung dikasih award yang mana karena banyak, akhirnya gue milih masang award ini)<br />Karena katanya <em>award</em> blog ini khusus dan gak boleh di-tag ke siapa-siapa, jadi gak bisa gue bagi ke siapa-siapa. Thanks a lot buat award-nya.. ^^<br /><br /></p> <p class="MsoNormal">…<br />Balik,<br />Bagi temen-temen yang lagi liburan, gimana liburan kalian?<br />Baitewei (baca: <i style="mso-bidi-font-style:normal">by the way</i>), gue udah sekitar 2 mingguan liburan di rumah.<br />Agak <i style="mso-bidi-font-style:normal">boring</i> juga karena gue tipe anak yang pasif, yang kegiatannya jarang diluar ruangan (<i style="mso-bidi-font-style:normal">outdoor</i>).<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Oke, biar ngerti maksudnya, ini adalah sedikit bocoran singkat informasi tentang gue.</p> <p class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style:normal">Check it out!!<br /></i>…<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight:normal">Interesting Fact!</b> (jadi mirip <i style="mso-bidi-font-style:normal">Encyclopedia</i>)<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span><b style="mso-bidi-font-weight:normal"> </b>Termasuk salah satu jenis mamalia berkantung yang tak berkantung. Masih berkerabat dekat dengan <i style="mso-bidi-font-style:normal">platypus</i>, tapi tidak bertelur. (??)<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span> Adalah tipe yang lebih milih maen <i style="mso-bidi-font-style:normal">game</i> di dalam kamar daripada maen sepak bola di lapangan. Lebih milih berkutat dengan komputer seharian daripada <i style="mso-bidi-font-style:normal">jogging</i> di pagi hari. Tipe yang lebih milih diem-diem dikasih duit banyak daripada nyari recehan dengan ngamen panas-panas di jalan raya. (ya iyalah!)<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span> Habitatnya di kawasan beriklim sejuk dan kering, terutama tempat ber-AC. Banyak ditemukan di daerah yang ber-<i style="mso-bidi-font-style:normal">snack</i> tinggi (baca: di tempat-tempat yang banyak makanannya). Tipe-tipe yang suka sekali kalo dikasih orang lain. Termasuk jenis omnivora yang memakan apapun, asalkan enak dan gratis. (gak nyindir kamu kok!) Karena memiliki pendengaran dan pengelihatan yang sangat tajam, dia dapat mengetahui orang yang sedang membuka bungkus makanan dari jarak hingga 20 meter!<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span> Jenis yang aktif di siang hari dan tidur di malam hari. Kegiatan yang paling disukainya adalah memandangi hujan turun di waktu siang melalui jendela sambil merasakan hawa sejuknya lalu perlahan-lahan tertidur. Kegiatan yang paling dibencinya adalah kehujanan di tengah jalan karena gak bawa jas hujan dan harus menunggu hujan reda sambil menggigil kedinginan.<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span> Ketika tidur di musim dingin, untuk mempertahankan panas tubuhnya, dia akan menggulung tubuhnya dengan selimut hingga berbentuk mirip pocong! (serem!) Tapi langsung dibuka ketika mulai kegerahan! Sanggup tidur hingga 13 jam!<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight:normal">tambahan:<br /></b>-Termasuk spesies yang sangat langka dan dilindungi!<br />-Dilarang memberi makan!<br />…<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Itulah tadi sedikit info tentang gue. semoga banyak membantu!</p> <p class="MsoNormal"><o:p><br /></o:p></p> <p class="MsoNormal">Balik lagi.<br />Seperti yang telah kita ketahui di atas, gue adalah tipe anak yang pasif.<br />Kalo bokap mengisi waktu luang dengan merawat tumbuh-tumbuhan, gue enggak. Kegiatan gue liburan ini tiap harinya, kalo gak nonton iklan panci di tipi, nonton <i style="mso-bidi-font-style:normal">infotainment</i>, nonton kartun, <i style="mso-bidi-font-style:normal">browsing</i> dan <i style="mso-bidi-font-style:normal">online</i> di internet biar tetep eksis dan terkenal di dunia maya (huekk! byoorr..), nonton film, edit-edit gambar dan desain di photoshop, trus balik lagi nonton iklan panci di tipi.<br /><i style="mso-bidi-font-style:normal"><br />Full with soft activity</i>! Gak ada aktifitas <i style="mso-bidi-font-style:normal">macho</i> yang kecowok-cowok-an yang gue lakuin kaya ngelakuin <i style="mso-bidi-font-style: normal">bungee jumping</i> lah, panjat tebing lah, ato <i style="mso-bidi-font-style: normal">flying fox</i> minimal. Atau mungkin kegiatan gabungan dari keduanya, yaitu: <i style="mso-bidi-font-style:normal">tebing jumping</i>. Kegiatan dimana kita memanjat tebing seperti biasanya, lalu setelah sampai di puncak kita langsung loncat ke bawah tanpa tali pengaman, sambil tereak kenceng-kenceng!.<br />Bener-bener kegiatan yang sangat ‘cowok’!!<br />(*masih mencari-cari ide agar bisa melakukan bungee jumping di belakang rumah*)<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Kegiatan gue 50%-nya adalah nonton tipi, 10% <i style="mso-bidi-font-style:normal">online</i>, 20% komputeran, 20% lain-lain.<br />Boring, monoton.. Tiap hari kegiatannya diulang-ulang gitu terus.<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style:normal">And did You know the BIGGEST problem of this all?? The television!</i><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Televisi dan semua acara menariknya adalah hal yang paling mengganggu <i style="mso-bidi-font-style:normal">mood</i> gue dalam berkegiatan di rumah, selain makanan.<br />Contoh kasus, kaya misalnya gue lagi ngetik di komputer yang berada di kamar.<br />Biasanya, kalo misalnya di kulkas di saat itu ada makanan ato cemilan enak gitu, pikiran gue pasti keganggu buat ngemil makanan itu hingga habis dulu, baru gue bisa ngelanjutin ngetik dengan lancar.<br />Biasanya, baru ngetik berapa baris, pikiran gue biasanya ngomong,</p> <p class="MsoNormal">“eh, kacang kulitnya enak ternyata.. ambil lagi segenggam ah.. terus ngetik lagi sambil makan.”<br />(Dari sini aja pikiran gue udah salah. Mana mungkin bisa ngetik sambil makan?!)<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Biasanya abis gitu gue beranjak dari kursi, ngambil kacang di kulkas segenggam, trus balik duduk lagi, taruh kacang di atas meja, lalu mengupasi makan kacang satu persatu sambil baca-baca apa yang udah gue tulis tadi. Gak nulis.</p> <p class="MsoNormal">*Pesan Moral 1: kamu gak bakalan bisa nulis kalo ada kacang tergeletak di atas meja!</p> <p class="MsoNormal">Lalu kemudian, biasanya, setelah kacang di meja itu habis, biasanya gue langsung ngibas-ngibasin bersihin tangan gue dan bersiap nulis lagi.<br />Baruuuu… aja nulis beberapa beberapa huruf, bekas rasa kacang yang masih tertinggal di mulut itu menggoda pikiran gue lagi,</p> <p class="MsoNormal">“rasa kacang kulitnya enak ternyata.. ambil lagi segenggam ah.. terus ngetik lagi sambil makan.”<br />(Mengulang lagi dari atas.. -_-“ <i style="mso-bidi-font-style: normal">Great!!</i>..)<br />…<br />*Pesan Moral 2: ketika kacang di atas meja habis, jangan ambil lagi!! langsung minum air putih!!<br />…<br />*Pesan Moral 3: saat gagal belajar dari Pesan Moral 2, kamu akan terus melakukannya hingga kacang di kulkas itu habis!!<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Seperti itulah, adegan itu terus berulang hingga kacang dikulkas itu habis. Baru gue bisa kembali nulis tanpa keganggu.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">TAPI, meskipun gak ada apa-apa, meskipun gak ada godaan dengan makanan, <i style="mso-bidi-font-style:normal">mood</i> gue bakal diganggu oleh televisi.<br />Oleh suara televisi yang lagi ditonton oleh seseorang di rumah gue sama suara komentar mereka waktu nonton.<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Contoh kasus;<br />Di pagi hari. Lagi ngetik di kamar. Terdengar jelas suara gangguan film kartun yang ditonton Udik.<br />Suara si Udik juga ikut serta ganggu gue.<br />“Mas! ini lho skipper, kabur dari kurungan!..” si Udik bujuk gue buat ngajak ikut nonton Penguin of Madagaskar. ”seru lho..”</p> <p class="MsoNormal">“iya.. tonton aja..” biasanya gue berusaha keras buat gak kebujuk rayuannya dan fokus mengetik. Gue berusaha keras kembali konsentrasi dengan apa yang baru gue tulis.<br /><br />Tapi mau gak mau, perlahan tapi pasti, suara acara yang ditontonnya terus kedengeran ama gue. Pasti akan terdengar jelas efek-efek suara dari film itu, entah itu jeritan, ledakan, ataupun dialog antar karakter-nya yang lucu. Lalu guepun mulai gak fokus.<br />(entah kenapa acara anak-anak selalu seru! bahkan hanya dari mendengar dari suaranya!!)<br /><br />Satu menit kemudian, biasanya, gue akan langsung noleh intip-intip dari pintu kamar apa yang ditonton si Udik karena kegoda efek suara dari film itu yang keliatannya seru banget.</p> <p class="MsoNormal">Setelah keliatan gambar dan adegannya(yang biasanya emang seru), biasanya gue bakal beranjak dari kursi gue dan ikut nonton biar lebih jelas.<br />…<br />Pesan Moral 4: waspadai suara televisi!!<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Biasanya setelah itu, waktu acaranya lagi <i style="mso-bidi-font-style:normal">break</i> dan iklan, gue langsung kembali tersadar dari efek <i style="mso-bidi-font-style:normal">genjutsu</i> (ilusi) dari acara tersebut dan kembali fokus buat nulis. Biasanya gue kembali membaca lagi hal apa yang terakhir gue tulis dan inget-inget lagi apa yang pengen gue tulis. Terus balik lagi nulis.<br />Tapi tetep aja, kaya kasus makanan di atas, begitu iklannya selesai, suara gangguan itu muncul lagi,<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">“mas, ini filmnya udah main lho!..”</p> <p class="MsoNormal">“iya…” biasanya gue langsung ikutan gabung lagi tanpa pikir panjang.<br />Alhasil, dalam setengah jam gue cuma bisa menulis dalam 2 kali kesempatan.</p> <p class="MsoNormal">Bener-bener godaan berat!</p> <p class="MsoNormal">Hal ini gak cuma terjadi waktu pagi. Beda waktu, beda godaan.<br />Kalo agak siangan, gue bakal kegoda ama acara <i style="mso-bidi-font-style:normal">infotainment</i> yang ditonton nyokap gue. Kalo agak sorean, gue bakal kegoda ama acara berita yang ditonton bokap. Setelah itu, agak malaman gue bakal keganggu ama acara OVJ (Opera van Java) yang ditonton Udik ama nyokap, atau kalo akhir pekan ada acara IMB (Indonesia Mencari Bakat). Jam 9 keatas, gue kegoda buat nonton film-film <i style="mso-bidi-font-style:normal">box office</i>.<br />Benar-benar sulit..<br />…<br />Pesan Moral 5: belilah Headset bila tidak dapat mengatasi gangguan!!<br />…<br />Pesan Moral 6: Headset hanya bekerja pada gangguan suara! Tidak pada gangguan makanan!!<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Ya, kayaknya liburan ini menjadi ajang bagi gue buat menghapal acara di televisi setiap harinya dalam 1 minggu, dan tiap jamnya dalam 1 hari.<br />Mungkin kalo kemampuan gue menghapal acara ini berkembang, kelak gue bakal bisa menebak, berapa jumlah dan urutan iklan apa aja yang bakal muncul dalam 1 sesi iklan.<br />(ya, gue tahu. gak guna!)<br />*note: btw, ada yang sering nonton animasi Penguin Madagaskar di Global TV kalo pagi? <i style="mso-bidi-font-style:normal">It’s entertaining me after Spongebob Squarepants and Crayon Shinchan.</i> ^^ <i style="mso-bidi-font-style: normal">watch this one! It’s Funny!!<br /></i><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Next, liburan juga memunculkan masalah perubahan <i style="mso-bidi-font-style:normal">habit</i>.<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span>Kalo biasanya waktu masuk kuliah jam tidur malam gue adalah sekitar jam 9 malam, waktu liburan gue tidur bisa molor dari jam 12 malam ampe jam 1 pagi.<br />Jadwal gue jadi kacau. Gue sekarang kalo malam hobi nonton film-film <i style="mso-bidi-font-style:normal">box office</i> yang ada di tipi dan sama sekali gak ngantuk! Coba, hebat gak?!! (gue gak tahu, kenapa jadi bangga.) Kalo biasanya gue agak ngantuk kalo maksa nonton film jam 9 keatas, sekarang gak! Hingga jam 12 malam gue nonton wajah gue masih cerah-cerah aja.<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span>Trus kebalikannya, gue sekarang jadi hobi banget tidur siang! Entah karena kebiasaan tidur larut malam itu atau entah apa yang terjadi dengan tubuh gue, gue sekarang kalo siang mudah sekali mengantuk. Biasanya, jam 12 siang gitu mata gue langsung udah berat banget! Kaya dikasih beban 5 kilo. Hampir sulit buat menahan mata buat gak nutup dan tidur. Kalo udah gitu, biasanya untuk mencegah ngantuk gue bakal baca buku di kamar sambil tiduran. Tapi biasanya itu cuma bertahan hingga setengah jam, karena habis gitu biasanya gue bakal naruh bukunya di bawah bantal dan menutup mata.<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Pesan Moral 7: Kalo mengantuk, jangan malah melakukan kegiatan sambil tiduran di kamar! Pasti tertidur!!<o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style:normal">And, You know what?</i> Kebiasaan mengantuk di siang hari ini selalu terjadi kalo gue liburan! aneh gak tuh!<br />*mengingat-ingat kembali, ‘apakah hal itu benar?’*<br /><span style="font-size:15.0pt;mso-bidi-font-size:12.0pt;">-</span>Kalo biasanya waktu kuliah gue mandi 2 kali sehari, waktu liburan ini gue lebih banyak mandi 1 kali. (eh, jangan salah! ini demi alasan kemanusiaan: menghemat air! *ngeles mode: ON!)<br />Sisanya adalah tayamum (bersuci pake debu)<br />Gak tahu kenapa. Ngerasa berat aja buang air sia-sia 2 kali sehari.. hehehe..<br /><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Bagi yang juga lagi liburan sekarang, apa juga mengalami hal yang sama??</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Oh ya, gue liburannya agak lumayan lama. Tapi mulai bulan depan (Agustus), gue udah musti KP (Kerja Praktek) selama sebulan. Tempat KP yang bernasip buruk terpilih oleh gue dan ketiga temen gue lainnya adalah di Stasiun TV Arek TV yang ber-markas di daerah Mayjen Sungkono. Arek TV tuh salah satu televisi daerah ada di <st1:place st="on"><st1:city st="on">Surabaya</st1:city></st1:place>. (apa Jawa Timur ya? Oke, entar gue cek lagi.. ^^v)</p> <p class="MsoNormal">Masalahnya, katanya bulan Agustus markas mereka bakal pindah ke Sidoarjo.<br />SIDOARJO SODARA-SODARA!!<br /><br />Itu berarti, tempatnya bakal jauh banget dari rumah gue.. hiks.. TT<br />Padahal tempat mereka yang sekarang tuh deket rumah gue. Ya.. Sekitar separuh perjalananlah, kalo gue pergi dari rumah ke kampus. Kalo beneran pindah, jaraknya bakal lebih jauh dari jarak rumah gue ke kampus, yang berjarak sekitar 40 km!!<br />Gue sekarang masih mikir, apa gue akan memakai cara PP (Pulang Pergi) lagi seperti kaya biasanya gue tiap hari pergi ke kampus?<br />Apakah gue bakal tahan kalo PP tiap hari dengan jarak yang lebih jauh dari biasanya? Padahal bulan depan tuh udah musimnya puasa <st1:place st="on"><st1:state st="on">kan</st1:state></st1:place>?!!<br /><br />Apa gue gak puasa aja ya? hm… *mulai mikir yang aneh-aneh*<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Hmm… masih bingung. Semoga gue cepet nemuin solusinya. Kalo gak, kayanya gue bakal jadi dendeng kering selama sebulan..<br />(Blues, semoga kamu tahan ya nak!!..)<br /><o:p> </o:p><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Other side,<br />Gue sekarang berusaha fokus buat ngerjain X Project. Apa itu? Tentu aja rahasia dong! Kalo enggak, ngapain gue kasih nama pake ‘X’ segala?!<br />Cluenya: masih berhubungan dengan blog ini! cari aja.. semuanya petunjuknya tersirat di blog ini!<br />Gue berharap bisa cepet nyeleseinnya segera. Doain gue bisa cepet ngerampunginnya.<br />Amin…<o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Last,<br />Gue juga sekarang lagi ngerombak lagi layout dan tampilan blog ini lagi biar lebih ringkas, gak berat, lebih enak diliat, dan jadi lebih baik lagi tentunya.<br />Kalo ada saran dan kritik tentang isi, tampilan atau apa aja tentang blog ini, bisa komen di post ini atau di <i style="mso-bidi-font-style: normal">shout box</i> gue di <i style="mso-bidi-font-style:normal">sidebar</i> kanan.<br />Ditunggu..</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Oke, udah dulu ya.. Semoga kalian dapat mengambil manfaat dan hikmah dari Pesan Moral-Pesan Moral yang terkandung dari cerita di atas!<br />Tunggu post gue selanjutnya..<br />Makanlah yang teratur!..<br />…</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">NB: <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:city> yang aneh dengan tulisan gue di post ini? Kalo ada, sangat mungkin karena <i style="mso-bidi-font-style:normal">mood</i> gue yang kacau karena <i style="mso-bidi-font-style:normal">television problem</i> yang mengganggu gelombang otak itu!!</span></p><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com17tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-16379954728326017812010-07-11T20:47:00.012+07:002010-07-11T21:43:35.380+07:00-toruble of 'busi'ness!!! (bag:2!)-<style type="text/css"> <!-- @page { margin: 2cm } P { margin-bottom: 0.21cm } --> </style> <p style="margin-bottom: 0cm;">lanjutan..<br />…<br />….<br />Akhirnya, meskipun dengan agak ragu-ragu, gue kembali ke tempat asal buat ngambil vespa gue. Mita udah nungguin di sana.<br />“gimana?” tanya Mita penasaran.<br />“disuruh bawa ke sana..” jawab gue seadanya, sambil ngambil tas ama helm gue.<br />“ada??”<br />“emm.. gak tahu. tapi disuruh bawa vespanya ke sana..”<br />“tapi businya ada kan??!” tanya Mita ngeyel.<br />“gak tahu!.. makanya ini mau ke sana..”<br />Sayangnya Mita gak nanya lagi abis itu, padahal busi yang gue bawa udah siap-siap melesat ke kepalanya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;">Sementara gue dorong si Blues ke tempat Pak tua misterius itu, Mita ngikutin gue dari belakang.</p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Malam makin membeku.<br />Nyampe di depan tempat Pak tua misterius, si Blues langsung gue taroh di depannya. Gak lama, Mita langsung ikut bergabung ama gue.<br />Dia gak ngomong apa-apa, cuma ngeliatin gue. Gue gak tahu apa yang ada di kepalanya sekarang, tapi yang jelas ada di pikiran gue, ‘moga dia gak nangis tereak kenceng-kenceng minta dicariin ojek sekarang!’<br />Wajar kalo gue khawatir! Gimana kalo dia tiba-tiba panik gitu, trus lari-lari lincah gak karuan?! Bukannya masalah busi ini beres, yang ada malah gue musti ngamanin satu anak biar gak bakar rumah penduduk sekitar situ!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Pak tua yang tahu kedatangan gue ama Mita langsung ngeliatin gue dengan tatapan ‘anak ini lagi!!..’. Dia langsung tereak manggil nama seseorang di dalam tempat itu.<br />Beberapa saat kemudian, langsung muncul seorang anak laki-laki yang berkulit item, yang berumur sekitar 13 tahunan dari dalam tempat itu.<br />Anaknya berkulit item. Rambutnya agak panjang nutupin wajahnya. Kuku tangannya panjang menjuntai, banyak luka di sekujur tubuhnya, lalu kalo jalan agak nyeret kaki kanannya. Oke! Gue becanda.</p> <span class="fullpost"> <p style="margin-bottom: 0cm;">Anak itu langsung mendatangi Pak tua misterius itu. Entah dia cucu atau anaknya, yang jelas mereka terlihat saling mengenal. (ya iyalah!!..)<br />Menurut dari pengamatan gue, anak ini adalah tipe-tipe anak yang biasa bantuin bapaknya nambal ban semampu yang dia bisa, kalo bapaknya lagi sibuk nambal ban yang lain.<br />Tipe-tipe anak ‘suka menolong’ yang berpedoman “seenggaknya aku bisa bantuin bongkar bannya!”. Tipe-tipe anak yang mungkin masih bingung mana yang duluan, antara nyelupin bannya ke air dulu, apa ngisi ban dengan angin dalam teori menambal ban.<br />Ya moga-moga aja kalo udah besar dan membuka sendiri bisnis tambal bannya, pedomannya gak ganti jadi “seenggaknya aku bisa bongkar motornya”.<br />“ya?”<br />“ambilkan itu!” kata Pak tua itu singkat.<br />“apa??”anak itu agak kebingungan.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“ambilkan kotak yang biasanya itu!” kata Pak tua itu melengkapi kalimatnya.<br />Begitu mengerti maksudnya, anak itu ngelirik ke gue bentar dan langsung masuk lagi ke dalam.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /><br />Gue cuma diem, sama sekali gak tahu apa itu kotak yang dimaksud. Gue yang emang gak ngerti apa yang sebenernya terjadi, cuma bisa bayangin ini mirip adegan dalam film-film <i>action</i> waktu kelompok mafia bertransaksi obat terlarang antar kelompok mafia lainnya. Tahu kan? Adegan di mana kedua pihak bertemu di suatu tempat untuk saling <i>barter</i>. Setelah pihak pembeli udah menunjukkan setumpuk penuh uang dalam kopernya dan memastikan tidak terjadi kesalahan, pihak yang lain menyuruh anak buahnya menunjukkan barangnya, sambil ngomong “ambilkan barangnya!”.<br />Lalu koper yang berisi berkantong-kantong serbuk berwarna putih itu pun dibuka. Salah satu <i>tester</i> membuka 1 kantong dengan pisau, mengambil dengan kelingkingnya dan mencicipiya dengan lidahnya. Setelah tahu barang itu asli, dia menoleh ke temannya sambil mengangguk. Koper ditutup, langsung diberikan ke pihak satunya, dan transaksi pun terjadi.<br />Keren.<br />Yang dimana unsur kerennya dapat berubah dastis (baca: udah jadi gak keren lagi) saat <i>tester</i> mencicipi barang tersebut tapi sambil bilang, “hmm.. ber-yodium!!.. barang ini asli.” Dia menoleh ke Bos-nya sambil mengangguk.</p><p style="margin-bottom: 0cm;">Penonton tak pernah tahu, garam yang ber-yodium dosis tinggi dapat menjadi obat terlarang.</p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Untuk beberapa saat, sambil gue menunggu anak itu muncul dan memperhatikan apa yang sedang dikerjakan Pak tua ini, gue ngeliatin tempat ini.<br />Ternyata rumahnya kecil, langsung berdempetan ama rumah tetangganya. Di bagian halamannya masih tanah, belum disemen. Atap halamannya ditutupi oleh seng, yang disangga dua buah kayu ukuran sedang. Ada sebuah compressor kecil khas tukang tambal ban berwarna oranye di samping kanan halamannya, serta beberapa potongan ban sepeda di sebuah sudut. Beberapa kunci mur berserakan, terlihat sedang dipakai Pak tua tersebut.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />Gak lama, sekitar 1 menit kemudian anak itu muncul lagi sambil bawa kotak peralatan yang terbuat dari kayu (yang biasanya dibuat sendiri) khas tukang tambal ban. (emang ada gitu?)<br />Anak itu terlihat pontang-panting agak keberatan bawa kotak itu.<br />“ini..”<br />“kasihkan ke mas-nya itu!” Pak tua itu ngasih isyarat dengan kepalanya. Kedua tangannya masih sibuk dengan ban sepeda.<i><br />eh? dikasihkan ke gue?</i> Gue agak heran.<br />Kotak yang terlihat berat itu langsung dibanting ke depan gue.<br />PRANG!!<br />“ini mas, dipilih sendiri..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Belum lepas dari rasa heran, gue yang penasaran langsung ngeliat isi kotak itu.<i><br />Guess what..</i> tahu apa isinya?! Bukan! Bukan potongan tangan-tangan manusia. Kotak itu penuh berisi busi para pemirsa!!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue ulangin,</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">PENUH BERISI BANYAK BUSI-BUSI MOTOR PEMIRSA SEKALIAN!!<br /><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">WOW!! Gue yang ngeliat itu langsung takjub. Ternyata ini bukan mitos!! Ini nyata! Gue gak pernah ngeliat pemandangan kaya gini. Sekotak busi yang entah berapa jumlahnya berserakan banyak di dalam kotak. Busi-busi itu berkilauan layaknya koin-koin emas di dalam kotak harta karun di mata gue.<br />Gue menatap busi-busi itu penuh haru dengan tatapan ‘akhirnya gue bisa pulang juga!!’.<br />Perasaan gue campur aduk seketika, antara seneng, heran, penasaran ama takut.<br />-<b>Seneng</b>: karena akhirnya bisa pulang juga.<br />Ya, ini udah larut malam. dan gue udah kecapean banget. wajar kalo gue pengen banget langsung pulang dan beristirahat dengan tenang.<br />-<b>Heran</b>: mengapa ada busi sebanyak ini di sini.<br />Gue heran, apakah orang ini sebenernya penjual busi? ato.. apa?<br />-<b>Penasaran</b>: bagaimana caranya bisa ada banyak busi di sini.<br />Kalo emang bukan penjual busi, lalu bagaimana bisa ya, ada banyak busi di sini? Apa emang udah banyak korban di sekitar sini yang bermasalah dengan businya, lalu orang ini mengumpulkan busi-busi tersebut dari korban-korban itu?<br />-<b>Takut</b>: jangan-jangan busi ini gak dijual, tapi harus di-<i>barter</i> ama si Mita.<br />Takut aja, waktu gue milih busi-busi ini tiba-tiba Mita langsung disekap sambil ngancem dengan pisau di lehernya, sambil orangnya bilang “jangan mendekat! ambil busi sebanyak yang kamu mau! anak ini ikut kami di sini!”<br />Ya, gue takut ini adalah modus penculikan baru. Sekarang kan musimnya gitu, nyulik anak buat tebusan. <i>We never know.</i><br />Tapi kalaupun gitu, paling mentok gue ngomong ke orangnya, “udah Pak, ambil aja anak itu, biar gak ngerepotin lagi!.. lagian bisa ngurangin jatah beras di rumahnya..” kalo orangnya masih ragu, bakal gue tambahin, “tenang aja Pak, dia pinter nyuci piring kok!”<br />Harapan besar, Mita langsung beneran diculik abis itu.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue langsung milih-milih busi yang cocok ama vespa gue.<br />Ternyata ada berbagai jenis dan kondisi busi di sana. Ada yang besar, kecil, ada pula yang keliatan masih baru, yang terlihat udah gak bisa terpakai juga ada. Tapi secara keseluruhan, sepertinya hampir semuanya masih dalam keadaan bagus dan bisa terpakai. Ini sangat bertolak belakang dengan keadaan gue sebelumnya, kesulitan setengah mati nyari-nyari busi!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gak pake lama, gue pilih satu busi dari puluhan busi di sana, lalu langsung gue coba.<br />Setelah gue <i>starter</i> berkali-kali, ternyata gak bisa. Gak tahu kenapa.<br />Padahal waktu gue periksa, busi ini terlihat bagus.<br />Gue nyoba milih lagi.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“masnya itu dipilihin lho..” kata Pak tua nyuruh anak itu bantuin gue biar gak salah pilih lagi.<br />Anak itupun dengan semangat tukang tambal ban (??) langsung bantuin nyari busi yang bagus dan cocok ama vespa gue.<br />Setelah nemuin satu lagi, langsung gue pasang dan nyoba lagi.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">BRRUUUMMM!!!<br />Si Blues kembali hidup!<br />Yeeyy!!.. Akhirnya gue bisa kembali pulang!!..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Seperti di hepi ending-nya sebuah film <i>roman</i>, gue langsung meluk si Blues dengan penuh haru.<br />“oh si blues, sukurlah!! kirain kamu gak bakal hidup lagi!!..” Si Blues lalu membalasnya dengan meluk gue.<br />backsong: my heart will go on *diiringi alunan suara biola yang dramatis*<br />Pak tua yang sirik langsung ngelempar busi ke arah gue dan mengacaukan suasana bahagia ini.<br />Oke, becanda.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />“berapa Pak?” tanya gue menanyakan harganya.<br />“udah, terserah..”<br />“eh? berapa Pak?”<br />“terserah ngasihnya berapa..” kata Pak tua itu sambil tersenyum. Entah kenapa, Pak tua itu gak se-misterius sebelumnya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue lalu ngasih Pak tua itu uang lima ribu rupiah, yang lalu disambutnya dengan senyumnya.<br />“makasih pak”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Guepun langsung kembali ngelanjutin perjalanan ama Mita dengan riang gembira.<br />….<br />…</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Karena ngerasa ada yang ngeganjel, gue langsung ngajak ngomong Mita waktu awal kita ngelanjutin perjalanan pulang.<br />“maaf ya, kamu ampe ikutan ngalamin gini..” kata gue ke Mita, ngerasa bersalah ke dia.<br />“ah, gak papa kok.. biasa aja!” jawab Mita sambil senyum.<br />“aku selalu takut ada anak nebeng, karena takut kalo sampe kejadian hal-hal kaya gini.. makanya aku biasanya selalu sendirian.”<br />“dibilangin gak papa kok..”<br />“haha.. iya. aku ngerasa gak enak banget..”<br />“hehehe.. biasanya juga sering gini tah?”<br />“hahahaha…” gue cuma bisa ketawa garing, gak bisa ngelanjutin kalimat gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Sisa perjalanan pulang itupun kembali diisi dengan saling cerita.</p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gak tahu kenapa, gue udah gak ngerasa se-bersalah seperti perasaan gue sebelumnya.<br />Gue udah mulai bisa menerima, mungkin tidak apa-apa hal-hal seperti ini dibagi dengan orang lain. Membagi hal-hal yang mungkin sebelum terasa jauh lebih berat kalo dirasakan sendiri.<br />Mungkin dengan membaginya dengan orang lain, kita bisa menertawakan hal-hal berat seperti kali ini. Menertawakannya bersama-sama, ketika hal itu sudah berhasil kita lewati bersama-sama.<br />Yang mungkin hanya akan kita tangisi kalo kita rasakan sendirian..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Iya, benar…</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“bagaimana mungkin kita bisa tertawa bersama-sama, kalau tidak saling mengerti dan merasakan penderitaan yang sama..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />…..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue masih aja mikir abis kejadian itu.<br />Mengapa ya selalu aja ada kesialan yang terjadi kaya gini? Apa beneran emang semuanya karena gue? Semuanya memang berfokus ke gue? Salah apa gue? Apa bener ini kutukan?!! *beberapa orang pembaca langsung menggunjing di belakang*<br />Kalaupun gue harus menuntut, gue mesti menuntut ke siapa? Gak ada kayanya..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Berkali-kali gue ngalamin kejadian kaya gini, entah itu waktu sendirian, ataupun waktu ama temen-temen gue. Sering gue ngalamin kesialan-kesialan kaya mogok di tengah jalan lah, ato ban bocor lah, vespa meledak lah, macem-macem. (yang terakhir fiktif!)<br />Bahkan pernah, gue dalam sehari bisa ngalamin ban bocor ampe 2 kali!<br />Sekali lagi, DUA KALI SEHARI SODARA-SODARA!!<br />Coba kita pikirkan sama-sama! Ini ban bocor apa minum obat, kok ampe 2 kali sehari!<br />Masih menjadi misteri hingga saat ini.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Pernah juga, gue waktu itu dibonceng ama Tomi waktu pulang dari acara <i>ice cream party</i> di salah satu kampus. Di perjalanan pulang waktu mau nyampe ke kampus kita, tiba-tiba aja suara mesin motor Tomi jadi besar seketika. Nge-gas dikit, suaranya langsung membesar.<br />“waduh, baut knalpotnya belum kukencengin lagi! gak bawa kunci lagi! ” kata Tomi langsung ngasih tau ke gue.<br />“oh.. emang gini tah?” kata gue memaklumi.<br />“iya, belum ke bengkel lagi.”<br /><br />Waktu ngelanjutin perjalanan, suara knalpot itu semakin menjadi-jadi. Nge-gas dikit aja, suaranya udah kaya 5 motor lagi pawai. Keras banget! Tinggal tambahin bendera salah satu parpol, kita udah resmi konvoi kampanye dengan-tanpa-disengaja.<br />Karena selain gak tahan dengan suaranya, juga penasaran apa yang sebenarnya terjadi, akhirnya di pinggir jalan kita berhenti buat ngecek knalpotnya.<br />…<br />“baut yang ini lho, yang biasanya longgar!” kata Tomi nunjukin baut yang bermasalah.<br />Gue ngeliatin knalpotnya bentar, lalu langsung ngeliat apa yang sebenarnya salah.<br />“AH!!.. ini lho Tom! Patah gini!!...” gue langsung nunjukin sambungan knalpot yang patah yang terlihat jelas itu ke Tomi.<br />“eh? Anjrit! Ampe patah gini!..” Tomi langsung terkejut setelah ngeliat apa yang terjadi.<br />Ternyata sama sekali bukan karena baut knalpot yang kendur, tapi sambungan knalpotnya PATAH JADI DUA!! Pantesan aja suaranya berisik banget ampe bisa bangunin orang meninggal.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Karena ada kuliah siang itu, akhirnya kita gak bisa langsung ke bengkel, tapi harus balik ke kampus dulu.<br />Di sepanjang sisa perjalanan Tomi menjalankan motornya pelan, tidak meng-gas sama sekali. Mungkin takut gak dibolehin masuk kampus karena disangkain salah satu anggota konvoi parpol ama satpam kampus.<br />Gue dalam hati, cuma bisa bilang,<br />‘maaf Tom, kamu ikut terkena kutukan ini..’</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">...</p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Dua hari berikutnya setelah kejadian <i>trouble of ‘busi’ness</i> tersebut, gue berangkat pukul 06:30 dari rumah. 15 menit lebih awal dari biasanya.<br />Gue berangkat pagi karena gue hari itu lagi bawa kunci Lab.AVE, karena malam sebelumnya gue make ruangan itu ampe jam 9-an dan dosennya udah pulang duluan waktu kuncinya mau gue balikin.<br />Alhasil, (sebagai konsekuensi atas terbawanya kunci ruangan praktikum itu ama gue) gue disuruh buat datang lebih pagi ama dosen itu.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Lagi-lagi, seperti yang sudah diduga (Oh God! Just Kill Me!) pagi itu vespa gue mogok lagi di tengah jalan. Sungguh sesuatu yang terjadi di saat yang tidak diharapkan.<br />Belum belajar dari pengalaman sebelumnya, gue waktu itu gak bawa busi cadangan. Gue pengen benget nangis guling-guling di tengah jalan waktu itu, tapi batal setelah sadar jalanan ternyata rame banget.<br />Gak buang-buang waktu, guepun berhenti dan langsung muter-muter nyari bengkel-motor yang-rela-buka-di-pagi-buta.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Setelah muter-muter beberapa saat buat nyari busi dan tahu bahwa bakalan telat, gue sms dosen yang ngajar kelas gue pagi itu buat minta ijin telat. Dosen itu langsung bales sms gue yang isinya ngijinin gue telat.<br />Gue balik muter nyari bengkel lagi.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Sekitar jam 8, Ani, temen gue malah sms.<br />…..<i><br />Bud, kmu dmn?<br />ditungguin ank2 ma dosenx lho!</i><br />…..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Agh!! <i>Damn!</i> Gue yang panik nyari busi malah makin panik waktu di-sms kaya gini. Percuma juga gue sms dosennya kalo temen gue sendiri malah neror gini. Gue langsung bayangin sekarang semua anak-anak beserta dosennya lagi nungguin gue di depan ruangan lab.nya.<br />Great!<br />……<i><br />iya! ni lg mogok d jln..<br />td dah sms dosennya.</i><br />…….</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Berusaha buat gak memperdulikan sms tadi, gue dorong vespa gue buat nyari busi di tempat lain di depan. Gak lama, tiba-tiba ada anak laki-laki yang gak beda jauh seumuran gue naik motor ama ceweknya yang bantuin dorong vespa gue dari belakang ampe nyampe bengkel motor terdekat.<br />Nyampe di bengkelnya, ternyata masih tutup. Orang yang disamping tempat itu nyuruh nunggu bentar, karena katanya biasanya udah buka jam segitu. Guepun nungguin bentar disana.<br />Gak sadar, udah ada 1 pesan di hape gue. Ani ternyata udah sms lagi.<br />………<i><br />Bud, kmu klo gk yakin bs dtg pagi knpa bwa kunci?</i><br />………</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Iya, bener.. Kalo gue bisa milih gak bawa kunci, pasti gue gak bakalan mau bawa kunci karena resiko ini. Gue selalu tahu resiko ini.<br />Beberapa menit kemudian bengkel tersebut buka dan gue langsung melanjutkan perjalanan setelah mendapat busi.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Jam 9 kurang, gue nyampe di kampus. Beberapa temen sekelas gue terlihat turun dari tangga.<br />Ternyata kuliah dibatalkan waktu itu karena gue telat. Gue langsung ngasihkan kunci itu ke dosennya sambil minta maaf. Beberapa teman terlihat kecewa, karena gak jadi kuliah.<br />Sisanya, mengucapkan terima kasih ke gue karena kuliah batal. Gue ngerasa nyesel dan bangga di saat bersamaan waktu itu.<br />….</p><br /><p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;">Gue masih aja mikir, <i>what the hell is wrong with this one!</i></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Kenapa kejadian ini terulang lagi?! Kenapa selalu terjadi kesialan kaya gini?</p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;">Mungkin bener kata temen gue. Semuanya berfokus ke… Gue.</p><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-18085861432580508932010-06-30T04:14:00.007+07:002010-06-30T06:53:05.264+07:00-trouble of 'busi'ness!!!-....<br />......<br />Di suatu waktu, gue pernah ngobrol-ngobrol ama temen gue waktu di kantin.<p></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“kenapa ya, di setiap ada kesialan selalu aja ada gue?” gue penasaran terhadap fenomena ‘ajaib’ yang hampir selalu aja terjadi pada gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“hmm..” dia agak mikir bentar. “kayanya kamu yang emang membawa kesialan deh! karena tiap ada kamu, kecenderungan untuk terjadi kecelakaan meningkat!!” ternyata setelah sering melalui banyak masa-masa suram ama gue membuat dia dapat menyimpulkan dengan cermat. “jadi kuncinya di kamu!”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“hahaha!!.. masa?!!..” gue ketawa garing. “jadi gitu ya… hahahaha!!..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“iya…”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Beberapa menit kemudian gue langsung nangis dipojokan. menghabiskan 2 botol frestea sekalian ama botol-botolnya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gak lama gue mikir lagi abis itu, <i>apa bener gue?</i><br />Gue merenung kembali, memikirkan segala kesialan-kesialan yang terjadi selama ini.<br />Jadi, semua kesialan yang terjadi ama gue dan ‘korban-korban’ disekitar gue penyebabnya adalah GUE??</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Masih inget tentang Si Blues dan kutukan ban bocor?<br />Sejak beberapa saat yang lalu si blues, vespa gue setelah diganti bannya dengan ban baru di bagian depan belakang luar dalam, benda hasil evolusi dari mesin pemotong rumput itu sudah tidak menunjukkan adanya tanda-tanda dia minta sesajen lagi(sudah tidak mengalami kutukan ban bocor.red). untuk beberapa saat, gue merasa aman, tentram, sejahtera dan bersahaja.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Baru aja setelah gue ngeliat si blues gue pake berbulan-bulan dan tidak menunjukkan adanya gangguan, gue langsung komen,<br />”yak! dengan ini gak akan ada lagi yang namanya kutukan! apa itu kutukan! gue gak percaya yang namanya kutukan!!”. gue ngomong pede seolah-olah semua kutukan yang gue alamin hanyalah mimpi aja. Hanya fatamorgana. Seolah-olah semua ini hanyalah imajinasi abnormal gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ternyata gak lama, (seolah-olah ingin mengetes kesetiaan gue)Si Blues langsung ngambek lagi! Ternyata kutukan vespa itu masih aja belum berhenti.<br />Kalo dulu yang bermasalah adalah bannya, maka kali ini gantian businya!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ya, kali ini busi Si Blues yang selalu ngadat!</p><p style="margin-bottom: 0cm;">Great!!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Si Blues kembali mengutuk gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />…..<br />……</p> <span class="fullpost"><br />Malam berkabut.<br />Karena ada urusan di kampus dan juga hujan yang terus mengguyur sejak sore, waktu itu gue pulang sekitar jam 9 malam dari kampus. (bagi yang berjiwa detektif, pasti mulai mempertanyakan, bagaimana kabut bisa datang setelah hujan turun)<br />Malam waktu itu begitu membeku.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Waktu itu gue pulangnya bareng Mita, adek kelas gue yang juga pulang malem waktu itu. Dia ngikut karena angkot udah gak ada kalo malem dan rumahnya sejalan dengan jalan gue pulang.<br />Waktu awal gue denger dia mau bareng gue ikut pulang, gue agak ragu.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“beneran?? beneran.. pulang bareng?!” tanya gue, hampir gak percaya ada orang sebegitu ingin mengakhiri hidupnya dengan cara nebeng pulang ama gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“iya!!...”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“yakin?”<br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Wajar gue ngomong gini! Bukannya apa-apa, gue ngomong gini karena sejarah menulis, gue memiki kecenderungan untuk mengalami kesialan lebih besar daripada seluruh orang lain di dunia. Dan selalu ada-ada aja cara gue bisa mengalami kesialan. Contoh kecil, misalnya aja waktu gue jalan kaki.<br />Misal gue jalan kaki. Bisa aja waktu jalan (tanpa alasan yang jelas)tiba-tiba gue kepeleset kulit pisang, lalu terjatuh, lalu kaki berdarah-darah, masuk rumah sakit, lalu akhirnya kaki gue harus diamputasi.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Tuh kan?<br />Kalo gak gitu, bisa aja waktu gue jalan, tiba-tiba ada orang jalan disamping yang nyenggol gue, lalu gue terjatuh, lengan gue berdarah-darah, masuk rumah sakit, lalu tangan gue diamputasi.<br />Atau mungkin aja, waktu gue jalan kaki, gak sengaja kejeduk ranting pohon yang melambai, lalu gue terjatuh, kepala berdarah-darah, masuk rumah sakit, lalu kepala gue diamputasi.<br />(note: tanpa alasan yang jelas dokternya suka sekali mengamputasi)<br />Selalu ada1001 alasan gue bisa mengalami kecelakaan.<br />Dan gue gak pengen satupun anak ikut ngerasain kesialan dengan ikut ama gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;">“iya, beneran!” kata dia polos. Matanya berkaca-kaca.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“em…gimana ya??...” gue mikir bentar.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“ya??” matanya semakin berkaca-kaca disertai dengan wajahnya memelas. Sepertinya dia serius. Gue hampir sulit ngebedain antara memelas pengen ikut nebeng pulang ama memelas udah gak makan tiga hari.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“em... oke!!” jawab gue, yang emang gak tegaan kalo sama cewek. Wajah Mita langsung terlihat riang gembira.<br />Dia gak tahu, kata ‘iya beneran’ yang dia katakan barusan adalah kata sepakat untuk perjanjian berdarah dengan iblis kegelapan.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Pintu neraka telah terbuka.<br />Semoga dia tidak menyesal dengan pilihan yang sudah diambilnya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />..…<br />“eh, tapi..” gue gak ngelanjutin kalimat gue.<br />“apa??” wajah Mita kembali memelas.<br />“gak gak jadi wes.. ” wajah mita langsung kembali lagi bersemangat.<br />Sebenernya gue pengen bilang, ‘eh, tapi kalo kamu dibonceng duduk ya.. jangan berdiri!’, tapi kayanya dia udah tahu.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />….<br />“eh? masa sih??.. hahaha…” jawab gue heran, waktu dia cerita tentang bagaimana dirinya yang ‘harus’ naik perahu untuk pergi mencapai sekolahnya waktu sekolah SMK. Dia harus naik perahu karena jalan tersingkat dari tempat dia turun dari angkot ama SMK-nya dipisahkan ama sungai.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Kita terus ngobrol di sepanjang perjalanan. Ternyata dia anak yang lumayan asik kalo diajak ngobrol. Ya, seenggaknya masih lebih baik daripada gue pulang sambil ngelamun sendirian, ngantuk, terus gak sadar nerobos lampu merah, lalu nabrak tukang becak yang tidur dipinggir jalan, trus nyungsep di got, dan berakhir ditilang ama petugas-petugas ber-helm yang doyan duit dan harus mendekam di kantor polisi semaleman karena gak ada yang mau nebus gue. Ya, masih mending gini.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“lho, biasanya emang gitu?? kok lama banget??”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“iya, jadi aku kalo berangkat dari rumah tuh jam 6!” kata dia, sambil terus cerita kalo emang perjalanan di pulang pergi tiap harinya menempuh waktu 2 jam.<br />Dia cerita banyak hal tentang dia ama keluarganya. Termasuk tentang dirinya yang ampe sekarang gak bisa naik motor karena takut, ampe kakaknya yang sekarang kerjanya men-<span style="font-style: italic;">supply</span> barang ke toko-toko dan harus janjian dulu ama dia kalo emang minta dijemput.<br />Dia cerita banyak hal. Dia tipe anak yang langsung mudah akrab ama orang yang baru ditemuinya.</p><p style="margin-bottom: 0cm;">Sementara gue? Gue lebih sedikit cerita dan lebih banyak dengerin aja. Gue lebih fokus pada bagaimana agar-gue-gak-nabrak-mobil-di-depan-gue-karena-telat-ngerem dan mikir, berapa persen kemungkinan anak ini sampai dirumah dalam keadaan masih bernapas.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ya, gue musti membuat image kakak kelas yang baik, santun, berwibawa, patut dicontoh dan rajin membuang sampah pada tempatnya (eh??). Gue gak mau dia ampe dapat kesan yang jelek ke gue. Gue harus terlihat seperti kakak kelas teladan. Alhasil, ketika dia ngajak gue ngobrol gue berusaha ngikutin alur ceritanya sambil terus bersikap <span style="font-style: italic;">cool</span>.<br />…<br />….<br />Mita: ..iya, aku pernah juga ampe jam 2 malam masih di jalan!!<br />Gue: wah, beneran?!! emang ngapain aja? jalan-jalan?<br />*fakta: lagi mikir, ‘<span style="font-style: italic;">ah.. ini bannya kayanya gak apa-apa.. tapi yang belakang kok agak gak beres?.. </span>’<br />…<br />…..<br />Mita: …nenekku aja ampe tanya, kamu itu butuh uang? kok ikut lomba?<br />Gue: haha.. ya tapi hebat! udah bisa juara 1 gitu..<br />*fakta: lagi mikir, ‘<span style="font-style: italic;">kok gasnya agak gak stabil sih?? ini kenapa lagi?! oh c’mon! please, not now! </span>’<br />…<br />….<br />Mita: … iya, dikelasku jarang ngumpul-ngumpul gitu.lebih sering ngelompok ke gang-nya masing-masing. jadi kalo keluar jarang sama-sama 1 kelas gitu..<br />Gue: tapi mereka kreatif-kreatif ya, ada yang jago gambar, desain, ada yang pinter programming..<br />*fakta: lagi mikir, ‘<span style="font-style: italic;">ah, jangan-jangan bensinnya abis, makanya kerasa agak gak beres!!</span>’<br />…<br />Gue berusaha sebisa mungkin buat membuat perjalanan kali ini berjalan dan berakhir senormal mungkin, layaknya perjalanan pulang kaya yang biasa dialaminya sehari-hari. Gue pengen dia gak merasakan perjalanan dan tanpa terasa udah nyampe tempatnya pulang sambil bilang, “wah! gak kerasa ya, udah nyampe rumah..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Pikir gue, itu yang terbaik baginya. Itu yang terbaik bagi orang-orang di sekitar gue. Merasakan perjalanan bersama gue senyaman mungkin dan tiba tempat yang mereka tuju tanpa gangguan apapun.<br />Yang tanpa gue sadari, sejak dulu memang itulah sifat gue. Kelebihan gue. dan, pada saat yang sama, kelemahan gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue berusaha sebisa mungkin membuat orang-orang di sekitar gue selalu merasa bahagia dan tersenyum waktu bersama gue. Gue pengen membuat mereka merasakan ‘sesuatu’ dengan sama gue. Sama-sama melihat dunia dari sudut pandang gue. Menunjukkan padanya bahwa ada hal yang ‘seperti ini’ di dunia, yang sesungguhnya sangat indah. Berusaha membuatnya mengerti tentang sudut pandang gue terhadap dunia hingga mereka mengerti.<br />Mengerti tentang dunia dan gue.<br />Gue gak pengen mengecewakan orang lain. Apalagi menyakiti.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Berusaha menyimpan semua masalahnya sendiri dan hanya menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan tampil dengan <span style="font-style: italic;">performance</span> sesempurna mungkin, selayaknya berada di panggung pertunjukkan.<br />‘penonton tak pernah ingin tahu bagaimana latihan-berdarah-mu ataupun masalahmu dibelakang panggung. mereka hanya ingin melihatmu tampil secara sempurna di atas panggung.<br />Karena mereka tidak sempurna. Mereka telah putus asa menjadi sempurna.’</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Tak satupun dari mereka akan peduli dan pergi ke balakang panggung untuk menanyakan, “bagaimana keadaanmu?..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ya. Pada akhirnya gue mikir, itu adalah kekurangan gue. <span style="font-style: italic;">I’m so introvert person</span>.<br /><span style="font-style: italic;">“I’m (always) fine” person</span>.<br />Terkadang kita selalu mengatakan “aku baik-baik saja..” karena kita tidak ingin mengecewakan orang lain. Kita selalu berusaha menunjukkan sosok yang selalu kuat dan dapat mengatasi semua masalah kita.<br />Itu juga yang gue alamin. Yang pada akhirnya menggiring ke satu hal: gue egois.<br />Gue egois karena tidak rela berbagi perasaan kepada siapapun. Berbagi segala hal pada apapun.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Kita terlalu takut melihat orang lain kecewa. Kita takut menghadapi wajah tidak gembira mereka. Yang merupakan cerminan dari keadaan kita sebenarnya;<br /></p><p style="margin-bottom: 0cm;">Kita takut melihat diri kita sendiri.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p><p style="margin-bottom: 0cm;">Akhirnya gue sadar, gue selama ini menjalani hidup yang diberikan Tuhan ke gue tidak secara sepenuhnya, yang pada akhirnya membuat gue memutuskan untuk keluar dari 'cangkang’ gue dan berusaha terbuka pada siapapun sekarang…</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Manusia tidak sempurna karena mereka adalah makhluk paling sempurna.<br />Jangan pernah menyembunyikan apapun lagi..</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">….<br />……<br />JEGREKGREKGREEKKK!!...tiba-tiba aja tanpa sebab Si Blues mogok waktu di daerah jalan H.R. Muhammad, di depan stasiun TVRI.<i> aghhh! ini kenapa lagi?!! kenapa harus sekarang?!!... oh, God!!... great!! </i>pikiran gue langsung kacau seketika.<br />“waduh mas!!.. ini kenapa?!..” Mita langsung heran dengan apa yang terjadi.<br />“eng? wah! gak tahu juga!..” jawab gue sekenanya, yang emang gak tahu secara pasti penyebab mogoknya kali ini.<br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Vespa yang awalnya berjalan lancar itupun melambat dan pada akhirnya berhenti. Akhrnya mau gak mau kita berdua berhenti melanjutkan perjalanan. Mita turun, lalu gue minggirin Si Blues ke tepi jalan.<br />Satu hal yang langsung ada di pikiran gue: berakhir sudah akting gue sebagai kakak kelas yang <span style="font-style: italic;">cool!</span> sudah tidak akan ada lagi kenangan mas budi si kakak kelas yang keren!</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"></p><p style="margin-bottom: 0cm;" align="CENTER">***</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">…<br />…..<br />Di pinggir jalan, gue berusaha men-<span style="font-style: italic;">starter</span> lagi vespa gue itu. Berkali-kali gue nyoba, tapi gak berhasil. Gak ada tanda-tanda kehidupan sedikitpun.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gak apa-apa tah?” tanya Mita yang ngeliatin gue men-<span style="font-style: italic;">starter</span> dari belakang. Wajahnya terlihat tenang, menutupi bahwa mungkin saja dia sebenarnya dalam keadaan sangat panik sekarang.<br />Ya, menutupi kemungkinan bahwa dia sekarang sebenernya udah siap-siap ngelempar helmnya ke gue, lalu kemudian lari kenceng sambil nangis tereak-tereak, “EMAAKKK!!!!... TOLONG ANAKMU INI!!!!... AGHH!!! MANA OJEK?!!.MANA OJEEKK??!!!!.... TIDAAKKK!!!.... TOLOOONGGG!!!....”<br />Sangat mungkin dia sekarang sedang panik, tapi fakta dibalik itu semua: sebenernya gue yang sekarang sedang sangat panik.<br />Gue sekarang sedang panik, karena gue mengikut-sertakan anak orang, terlebih lagi cewek, ke dalam keadaan (tidak nyaman)ini. Ini bakal lebih mudah kalo gue ngalamin hal ini sendirian.<br />Kalo gue sendirian, kalo misalnya gue tetep gak bisa ngelanjutin perjalanan, gue punya dua kemungkinan, nelpon bokap buat dijemput pulang terus gondok, gak mau kuliah selama seminggu, ato tidur dijalanan lalu jadi gembel sebulan.<br />Masalah beres.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Tapi ini enggak! Gue gak sendiri. Pilihan gue menjadi:<br />Nyariin ojek buat anak ini buat pulang, ngasih uang ganti rugi ke anaknya, lalu nelpon bokap buat dijemput terus gondok gak mau berangkat kuliah selama seminggu atau tidur dijalanan lalu jadi gembel sebulan. (tetep)<br />Gue selalu mikir, ini bakal lebih mudah kalo gue tanggung sendiri.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gak papa.. udah biasa kaya gini kok!”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Berhenti berusaha matahin kaki kanan gue(baca: men-<span style="font-style: italic;">starter</span> vespa), gue berinisiatif buat ngecek bensinnya.<br />Gue buka tutup tanki bensinnya, ternyata gak keliatan apa-apa karena gelap. Waktu gue ngeliat ke atas, gue baru sadar kalo gue berhenti di samping pohon-entah-apa-namanya, yang ngalangin cahaya lampu kota di atas kita hingga turun ke jalan.<br />Gak kehabisan akal, gue ngambil hape gue buat membantu pencahayaan biar isi tanki keliatan.<br />Agak kurang jelas karena gelap. Cuma keliatan samar-samar. Gue goyang-goyangin biar keliatan jelas.<br />Merasa 1 hape kurang, Mita yang ngeliat itu juga ikut-ikutan bantuin dengan hape-nya. Dia langsung ikut-ikutan nerangin pake cahaya yang muncul dari layar hape-nya.<br />Untuk sesaat ini terlihat kaya saling adu pamer, hape siapa yang nyalanya paling terang.<br />Untung aja si Mita gak ampe ngomong, ‘sinyoku hapeku!!’</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gimana? mungkin bensinnya habis paling..” Mita masih terus nyorotin pake hapenya, tapi lebih mengarah ke tangan gue (yang sebenernya sama sekali gak membantu).<br />Gue ngeliatin sambil goyang-goyangin, biar pantulan dari cahaya hape keliatan.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ternyata bensinnya masih ada.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gak juga.. bensinnya masih banyak kok!..” jawab gue yakin, seolah-olah bensinnya emang masih banyak.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gak lama, seorang Satpam yang sedang bertugas menjaga depan kantor di pinggir jalan tempat kita mogok nyuruh kita buat membawa Si Blues ke tepi sisi luar tempat parkir kantor itu, tempat yang lebih baik daripada di pinggir jalan, agar gue bisa lebih leluasa ngebenerin. Guepun nurut.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">….<br />…..<br />“kayanya businya ini yang bermasalah!..” kata gue ke Mita, setelah ngecek businya yang warnanya jadi item hangus.<br />Gue berusaha ngebersihin businya, lalu gue coba pasang lagi. Gak ngaruh.<br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ngerasa yang gak beres adalah businya, gue nyari busi cadangan gue.<br />Beberapa saat kemudian gue nemuin dua busi yang gue cari. Tapi percuma, karena keadaan keduanya ternyata sama parahnya. Sangat kotor. Berkali-kali gue coba keduanya tapi gak ngaruh!!<br />Gue pasang busi cadangan 1, trus kembali berusaha matahin kaki kanan gue. Gak berhasil, gue lepas busi cadangan1 trus gue pasang busi cadangan 2. Gue kembali berusaha matahin kaki kanan gue lagi berkali-kali. Masih tidak menampakkan hasil, gue lepas busi cadangan 2 dan ganti busi asalnya lagi. Gue ulangin.<br />Ternyata emang percuma.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“istirahat dulu mas!!.. mungkin aja vespanya kepanasan. butuh istirahat sebentar.. ” kata Mita sok yakin waktu ngeliat gue, yang malah menyamakan kasus ini dengan kasus laptop mati karena kepanasan.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Wajar sih dia mikir gitu, dia kan cewek. Jadi pantes menurut gue, kalo dia gak tahu menahu tentang motor dan trouble of ‘busi’ness (masalah perbusian) ini. Gue aja baru tahu akhir-akhir ini kok.. Jadi wajar kalo dia gak bisa bedain, antara bedanya motor mogok karena bensin abis, kepanasan, atau karena masalah busi atau mesin.<br />Ya seenggaknya kalo dia mengalami kejadian motor mogok lagi, dia gak ampe jawab,<br />“emm.. mungkin dijemur bentar dulu!!.. baru mungkin bisa lagi..”</p><br /><p style="margin-bottom: 0cm;">“Pak, di sekitar sini bengkel paling deket di mana ya?” tanya gue ke Pak Satpam yang dari tadi ngeliatin gue berusaha ngehidupin Si Blues. Gue pikir, cara paling cepet adalah beli busi baru.<br /></p><p style="margin-bottom: 0cm;">“waduh!!.. kalo dari sini agak jauh! lagian, udah jam segini!! gak ada bengkel yang buka!..” Satpam itu menjelaskan. Gue ngeliat jam di hape gue, pukul 10:30-an. Iya juga, mana ada bengkel yang buka jam segini.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“coba tanya ke dealer samping sini.. sapa tahu ada..” Satpam itu nunjuk tempat <span style="font-style: italic;">dealer</span> motor yang ada di samping tempat kita mogok. Tempat itu udah tutup. Tapi mau gak mau, gue musti nyoba.<br />Setelah gue tanya orang yang jaga di depan tempat tersebut, ternyata orangnya bilang kalo cuma ada busi 4 tak.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“coba ke sana aja” kata orangnya sambil nunjuk ke arah <span style="font-style: italic;">traffic light</span>. “ kamu ke lampu merah itu, belok kanan. mungkin masih ada di sana..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“jauh pak?”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gak sih!!.. coba aja!”<br />Gue ngangguk.<br />Gue sebenernya tahu arti lain dari kalimat itu. Yaitu: “coba cari di tempat lain aja, pokoknya gak di sini! terserah sih, ada apa gak! itu derita lo!”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Guepun langsung menuju jalan sesuai petunjuk. Gue terus jalan sambil ngeliat kanan kiri, sapa tahu ada tempat-yang-kemungkinan-terdapat-busi-di-sana yang masih buka.<br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Ternyata banyak bengkel yang udah tutup. Cuma ada beberapa warung kopi, yang lampunya masih menyala.<br />Setelah jalan sekitar 100 meteran lebih, gue lalu nemuin seorang bapak tua di depan rumahnya yang lagi nambal ban sepeda dan sepasang suami-istri di sana beserta motornya. Ngerasa mungkin ada harapan, guepun langsung mencari keajaiban ke tempat tukang tambal ban ini.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“Pak,,.. uh… em.. jualan busi?” tanya gue, agak ragu-ragu. sadar, emang kecil kemungkinan ada busi di tempat ini.<br />Pak tua yang sedang berasik-masyuk dengan ban sepeda itu langsung noleh ke gue, terus ngeliatin gue bentar. Gak tahu kenapa, secara insting gue langsung was-was.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“emang busi apa?”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“kaya gini!..” gue merogoh saku celana buat ngambil busi yang gue bawa, terus nunjukin ke Pak tua itu. “kaya gini.. ada Pak?”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“bawa aja motornya ke sini!..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><i>eh? maksudnya?? </i>gue agak heran dengan maksud kalimat Pak tua misterius yang ambigu ini. maksudnya apa nyuruh motor ke sini?<br />“eh.. businya ada Pak?”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“bawa aja motornya ke sini!!..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Gue mikir bentar, sebenernya apa maksudnya ini?? bukannya lebih mudah kalo gue bawa businya ke motornya? bukan motornya yang dibawa ke sini!! gue mikir lagi, apa maksud dari ini semua? apa maksud dari kata ‘bawa aja motornya ke sini’ tersebut?! apa itu sejenis teka-teki? apa itu sejenis kalimat sandi rahasia atau anagram yang tersembunyi di dalamnya??<br />Atau yang terburuk, apa jangan-jangan gue mau diculik?!!<br />Ah, mana mungkin...<br />“eh, uh.. ya Pak..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Akhirnya, meskipun dengan agak ragu-ragu, gue kembali ke tempat asal buat ngambil vespa gue. Mita udah nungguin di sana.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gimana?” tanya Mita penasaran.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“disuruh bawa ke sana..” jawab gue seadanya, sambil ngambil tas ama helm gue.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“ada??”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“emm.. gak tahu. tapi disuruh bawa vespanya ke sana..” jawab gue seadanya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“tapi businya ada kan??!” tanya Mita ngeyel.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">“gak tahu!.. makanya ini mau ke sana..”</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Sayangnya Mita gak nanya lagi abis itu, padahal busi yang gue bawa udah siap-siap melesat ke kepalanya.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">Sementara gue dorong si blues ke tempat Pak tua misterius itu, Mita ngikutin gue dari belakang.</p> <p style="margin-bottom: 0cm;">....<br />.......<br />bersambung….</p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-5577910619012342302010-05-24T05:36:00.002+07:002010-05-24T05:39:37.949+07:00-untold 3: thirsty N ice tea!!!-Lokasi di kampus. Pukul 3 sore. Kuliah selesai. Suasana masih panas.<br />Gue (G), Wisnu (W), Reza (R) ngerasa haus.<br />…<br /><br />*berjalan menuju tempat parkir*<br />…<br />G: ada 100, Rez?<br />R: gak ada.. Uang 5000 terakhirku udah diminta Rosyid!!..<br />W: haus…<br />G: huh.. iya.. panas lagi.<br /><br />*terus berjalan. Nyampe di tempat parkir. Berhenti di depan pintu masuk*<br />W: jadi kemana nih?<br />G: kalo langsung pulang sekarang gak enak.<br />R: tapi haus…<br />W: pengen ke Hi-Tech..<br />G: heh? Nyari apa?<br />R: ngapain ke sana?<br />W: ya gak papa..liat-liat aja..<br />R: panas-panas gini.. mending nyari minum aja.<br />G: *insting bangkit* yee.. Reza baik! Makasih ya Rez..<br />W: wah, iya.. gak nyangka lho.. makasih ya Rez..<br />R: tapi bayar sendiri-sendiri dol!<br />…<br /><br />G: nyari minum dimana?<br />R: eh, di sini kan ada! Es kejujuran. Harganya 500 kan? *ngelirik tempat parkir*<br />NB: *Es Kejujuran: es yang di jual di tempat parkir. Es dibungkus plastik kecil-kecil dan dijual seharga Rp.500,- Gak ada yang ngawasin. Kalo kita beli es, cukup ambil es, lalu taruh uangnya di toples yang tersedia di sana. Kejujuran kita dites di sana. Makanya dinamakan es kejujuran.<br />W: iya..<br />G: makanya itu, uangku kurang 100! Cuma ada 400!!<br />R: gak ada!<br />W: eh, ada tah? *ngelirik tempat parkir*<br />G + R: *ngamatin. Ternyata tempat es-nya gak ada*<br />G: ya.. gak ada.. sepertinya hari ini gak jualan.<br />R: iya.. huh, wes alah!!… padahal kan murah! Cuma 500!!<br />G: haha.. mungkin karena kamu gak jujur Rez!<br />W: iya Rez! Mungkin yang jualan tahu, kalo kamu gak jujur!!<br />W + G: hahahahaha!!..<br />R: gateli!!..<br />…<br /><span class="fullpost">W: jadinya gimana nih?<br />G: beli Es Cao di tukang bakso!<br />*Tukang Bakso: penjual bakso yang (tentu aja) jual bakso di kampus gue. juga menjual es cincao seharga Rp.1000,-<br />R: mahal pek! Seribu! Beli aqua aja lho, 500!<br />G: di mana? Beli di kantin tah?<br />R: di TC aja!<br />G: iya, di kantin kejauhan.<br />W: gak enak aqua! Gak berasa…<br />G: terus kamu maunya minum apa?? Es Cao lho murah.. berasa juga!<br />W: tapi mahal.. seribu!..<br />G: lha terus??<br />W: aku maunya yang banyak, berasa, enak, menyegarkan dan murah!<br />G: wis... *pandangan serius* KAMU MATI AJA SANA!!..<br />R: wahahahaha...<br />G: mana ada kaya gitu! Itu sama artinya kaya kamu minta sesuatu yang dingin, tapi juga panas di saat yang sama!! Mana ada minuman yang enak, banyak, tapi murah!!<br />R: wes beli aqua aja lho di TC!<br />G: ya wes lah..<br />W: emang, ada tah? Aqua di TC??<br />R: ada!! Wes, ayo budhal!!<br />…<br /><br />*berjalan menuju arah ke TC*<br />W: jadi beli aqua nih?<br />R: iyalah!!..<br />G: beneran tah, harganya 500?<br />W: iya! Biasanya yang aqua gelas 500..<br />G: mereknya Aqua?<br />W: ya enggaklah!..<br />G: pantes.. sudah kuduga.<br />G: ah! Rez, mending beli yang botolan! Dua ribu kan? Bisa buat ber-tiga!!<br />R: *menghentikan langkah. melirik tajam ke gue*<br />W+G: wakakaka…<br />…<br /><br />*nyampe di depan TC. Melihat isi kulkas dari kejauhan*<br />G: eh, sepertinya gak ada aqua.<br />W: iya.. adanya cuma minuman mahal-mahal!!<br />G: iya..<br />R: wes, gak jadi!…<br />G: mangkanya, dibilangin beli es cao aja gak mau!!..<br />R: …<br />W: iya wes, beli es cao aja..<br />*kembali lagi berjalan ke arah sebaliknya, ke tukang bakso di samping pintu gerbang kampus*<br />…<br />G: huh..balik lagi..<br />W: pengen minum..<br />G: iya.. haus..<br />…<br /><br />*nyampe di tempat tukang bakso*<br />G: *mengamati tempat cincao buat es. ternyata tempatnya kosong*<br />G: yah.. udah habis..<br />W: yah…<br />R: …<br />Penjual Bakso (PB): es-nya udah habis, Bud!!<br />G: udah habis Pak?<br />PB: iya.. sejak dari tadi..<br />G: yah.. gimana nih? kembali ke TC aja deh..<br />W: huuhh!! balik lagi?!<br />R: jambret! bolak-balik aja!!<br />G: ya mau gimana lagi.. es-nya lho habis..<br />W: mau minum aja ampe gini..<br />…<br />*(sekali lagi) balik ke arah TC*<br />R: ini kita belum minum aja udah kecapean..<br />G: hahaha.. iya, mau beli minum aja bolak balik gini..<br />W: pengorbanan kita sungguh besar..<br />G: kita mondar-mandir bertiga gini kaya ‘3 idiots’ aja..<br />R+W: bertiga apanya?! kamu!!<br />G: hahaha..<br />…<br /><br />*nyampe dan langsung masuk di TC. Berdiri tepat di depan kulkas. akhirnya memutuskan membeli apapun yang ada di dalam kulkas.*<br />G: *buka kulkas* yang apa?<br />R: emm.. frestea!<br />W: iya wes.. frestea.<br />G: eh, berapaan?<br />R: gak tahu..<br />W: dua ribu.<br />G: beneran?<br />W: iya..<br />G: *ngambil 2 botol frestea, lalu gue kasih ke Reza dan Wisnu*<br />W: yang agak gelap itu aja..<br />G: *ngambil frestea 1 lagi buat gue* halah.. rasanya sama aja Wis..<br />…<br />…<br /><br /><br />….<br />……..<br />*duduk di tempat duduk TC yang empuk. Menikmati minuman sambil menonton tipi yang dinyalain di sana. Untuk beberapa saat, kita gak berbicara sepatah katapun. Menikmati sepenuhnya minuman yang ada di tangan masing-masing.*<br />…<br />G: … *menikmati sebotol minuman dingin dengan khusyuk dan penuh rasa syukur*<br />R: … *menikmati sebotol minuman dingin dengan khusyuk dan penuh rasa syukur*<br />W: … *menikmati sebotol minuman dingin dengan khusyuk dan penuh rasa syukur*<br />G: *masih menikmati minuman* hah!... segarnya…<br />R: *masih menikmati minuman* akhirnya…<br />G: nikmatnya.. surga..<br />W: akhirnya terbayar sudah!!<br />G: apanya?! kita belum bayar!!<br />R+G+W: hahahahaha….<br />…<br />G: ternyata bener ya, minum akan bener-bener terasa nikmat kalo pada saat kita haus..<br />W: iya! dan kita udah muter bolak-balik 2 kali!<br />G: iya! udah gak haus lagi, tapi haus + kepanasan + kecapekan!<br />R+G+W: hahahahaha….<br />….<br /><br />G: seh Rez, nyicipin punyamu seh.. rasanya sama apa gak?!<br />R: rasanya sama aja dol!<br />G: ya, siapa tahu beda..<br />R: *ngelirik ke gue* trik bodoh!<br />G: wahahaha..<br />…<br /><br /><br />*dua menit kemudian, frestea kita bertiga habis.*<br />G: hmm… enak ya..<br />R: pengen lagi..<br />W: iya.. pengen lagi..<br />G: …<br />R: …<br />W: …<br />G: *beranjak dari kursi* wah, aku buru-buru! musti balik nih..<br />R: iya, tapi bayar dulu!!<br />W+G: hahahahaha… *balik duduk*<br />…<br />G: masih haus..<br />W: iya pek! masih haus..<br />G: iya, rasanya dingin-dingin gimanaa gitu..<br />W: iya.. nagih!.. masih kurang..<br />R: hm... sepertinya ada suatu zat di dalamnya yang membuat kita ketagihan..<br />G: eh, emang berapaan sih harganya?<br />W: dua ribu.<br />G: beneran? kok tahu?<br />W: ya tahu.harganya sama ama yang di kantin.<br />G: kalo yang botolan plastik itu, berapaan?<br />W: kalo itu lima ribu.<br />G: kenapa tadi gak beli yang itu aja?<br />R: mahal dol!<br />W: iya pak!<br />…<br /><br />G: ayo wis, beli 1 lagi!!<br />W: lho? kok aku?? *bernada agak ketakutan*<br />G: wes tah.. eh, gini aja! kita patungan beli 1 lagi, terus diminum bertiga! gimana?<br />W: emm…<br />G: ayo Rez! kita kan totalnya 6 ribu, kita beli satu lagi. jadi totalnya pas 8 ribu!<br />R: uangku habis..<br />W: iya, bahkan kita belum memastikan kalo harganya memang 8 ribu!<br />G: iya juga.. hufh..<br />…<br /><br /><br />*bertiga diem sambil ngeliatin tipi dengan pandangan kosong. kita bertiga masih haus*<br />G: … masih haus..<br />W: … iya..<br />R: eh, ini jam udah jam berapa?<br />W: iya, belum sholat..<br />G: iya juga, udah jam berapa nih! duluan ya.. *beranjak dari kursi*<br />R: iya, tapi bayar dulu!!<br />W+G: hahahaha..<br />…<br />G: eh, ayo beli lagi..<br />W: *ngeluarin uang 2000. ditaruh di atas pegangan kursi*<br />G: seribu lagi Wis! biar bisa buat beli 1 lagi!<br />W: *ngeluarin 1000 lagi dengan wajah gak enak*<br />G: *ngeluarin uang 5000, nukar dengan uang wisnu yang 3000*<br />R: *ngeluarin uang 2000*<br />G: Rez, seribu lagi Rez! biar bisa beli 1 lagi! ini lho udah lima ribu!<br />R: hadooh!!.. uangku habis!<br />G: wes tah!.. ayo..<br />R: *nyari-nyari uang di tasnya. akhirnya mengeluarkan uang 1000 lagi*<br />G: lengkap! delapan ribu! bisa nambah sebotol lagi!!.. ini, amankan wis!<br />W: *megang uang 8000*<br />G: ayo, ambil 1 lagi..<br />R: beneran ini?<br />G: iya! ini udah ngumpul delapan ribu..<br />R: *beranjak dari kursi. menuju kulkas.*<br />….<br /><br />R: *kembali dengan es teh sebotol dan sedotan 3 biji, kemudian membagi sedotannya.* ini barengan, apa gantian?<br />G: gantian aja.<br />R: kamu dulu tah Wis?<br />W: gak, aku belakangan aja..<br />R: *mulai menyedot es teh. setelah hampir berkurang sepertiga bagian, dia berhenti*<br />G: aku! aku!..<br />R: *nyerahin botol ke gue*<br />G: *nyedot sebentar. lalu gue kasihkan ke Wisnu* ini Wis!..<br />W: *mulai nyedot*<br />R: wih, mash banyak..<br />G: huh.. masih tetep haus..<br />R: aku lagi Wis!<br />W: emm!! *menyedot serius sambil berwajah menolak*<br />R: kamu banyak cak!<br />G: haha.. iya!<br />W: emm!!!.. *berhenti nyedot* ..biarkan aku menikmatinya dengan tenang!..<br />R: aku juga patungan! kamu dapat buanyak gitu!..<br />W: oke! oke!.. sedikit lagi..<br />R: oke!<br />…<br />….<br />W: *kembali akan menyedot*<br />R: jangan banyak-banyak!!<br />W: iya!.. *mulai menyedot*<br />R: WIS!!..<br />W: belum!<br />R: oh iya seh.. oke!<br />W: *mulai menyedot*<br />…<br />G: udah Wis!<br />R: WIS!! UDAH!!!! KEBANYAKAN!!!..<br />G: WIISS!!..<br />W: *berhenti* engg!!.. sedikit lagi!<br />R: UDAH!!..<br />W: sedikit lagi! *nyedot lagi*<br />R: AGHHH!!!.. TIDAKKK!!..UDAH!!<br />W: *berhenti* huuhh!!.. gak bisa tenang.. *ngasih botol ke Reza*<br />R: kamu udah banyak!! *ngeliatin sisa yang tingginya tinggal 3 centimeter*<br />G: aku Rez!..<br />R: Bentar.. aku dulu!.. *mulai menyedot*<br />G: udah Rez!!.. *megangin botol*<br />R: *berhenti* iya bentar! dikiiiittt lagi!<br />G: huah! udah! mau habis lho!!..<br />R: dikkiiiiitttt lagi! *mulai lagi*<br />G: hahhh!!!.. udah! *menarik botol*<br />R: *terpaksa berhenti*<br />G: tinggal segini.. *melihat es teh tinggal 1 centimeter. langsung menghabiskan es teh itu*<br />….<br />……<br />……….<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />*(lagi-lagi) diem-dieman bengong*<br />G: kau tahu?<br />R: apa?<br />G: aku bener-bener masih haus..<br />R: aku juga..<br />W: iya.. ternyata es teh itu tidak menghilangkan haus..<br />R: iya..<br />G: bener, seharusnya kita beli aqua aja tadi.. pasti hausnya langsung hilang..<br />R: sama aja lah!<br />G: beda! aqua gak ada rasanya.. rasanya tawar. kalo kita minum itu, itu berarti kita emang bener-bener haus! gak ada motif lain!<br />R: motif lain??<br />G: kalo kita haus, minum segelas aqua aja udah gak haus lagi. beda kalo ama frestea, rasanya manis. motif kita berkembang. alasan kita minum gak cuma karena haus lagi, tapi juga karena rasanya enak. itu alasan kita nambah sebotol tadi. dan masih haus.<br />inget kalo ada temen bawa sebotol aqua? kalo kita minta, itu karena kita haus. selain itu, kita gak akan minta. beda kalo ada anak bawa frestea, myzone ato pocarisweat. kita minta, karena rasanya enak.<br />W: iya pak! botol pertama tadi udah lumayan gak haus, tapi botol kedua ini malah sama sekali gak puas!<br />G: iya kan..<br />W: dibuat berebutan lagi! sama sekali gak bisa minum dengan tenang!..<br />R: kamu udah banyak dol!<br />G: iya.. haha…<br />W: padahal aku berharap,giliran terakhir akan bisa minum dengan tenang..<br />G: hahaha.. iya, aku sudah tahu tujuanmu sebenarnya dari awal. kamu minta belakangan agar bisa tenang dan dapat lebih banyak, tapi ternyata Reza gak sebodoh itu..<br />W+G+R: wakakakakaka!!!...<br />R: iya, aku juga ikut patungan, tapi kamu lho dapat sebanyak itu!!..<br />G: hahahahaha.. iya pek! aku tadi ama Reza tinggal dikit!! belum lagi si Reza!!<br />R: hahahahaha..<br />G: hahahaha.. gak nyangka ya, niat mau beli aqua 500, tapi malah di sini habis 8000!!<br />W+R+G: HAHAHAHAHAHHHAHA!!!!...<br />R: hahaha.. iya, gak nyangka. bener-bener sial!! hahahaha…<br />W: hahahaha!!!....<br />G: dan sepertinya kita mabuk es teh sekarang! dari tadi ketawa terus!!..<br />G+R+W: WAKAKAKAKAKA!!...<br />R: wakakaka!!.. sial, mabuk es teh cak!!.. wakakaka!!..<br />W: hahahahaha… apa kita ngambil yang agak hitam tadi ngefek ya??.. hahaha..<br />G: hahaha.. jangan-jangan udah expired?!<br />R: haha.. mabuk es teh!.. hahahaha..<br />G: mungkin waktu botolnya nanti diambil dan diliatin ama yang punya, pasti komen, ‘gila! anak-anak ini minum yang 2008?!!’<br />R+W: HAHAHAHAHAHA!!!...<br />…..<br />…<br />*hingga beberapa menit, kita gak bisa berhenti ketawa. mungkin emang karena mabuk es teh!*<br /><br /><br /><br />*setelah kita membayar 8000 untuk es teh 4 botol itu, kita keluar dari TC*<br />G: ayo sholat!..<br />W:ayo..<br />G: kita kesana aja, biar gak haus..<br />R: minum air wudhu?!<br />R+W: hahahahaha..<br />W: iya pak! masih haus…<br />G: sama Wis..<br />…<br />W: es teh terkutuk!!.. uang habis, dan masih haus!!...<br />….<br />…<br />.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com30tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-76046723009577087142010-05-17T04:41:00.006+07:002010-05-18T21:35:03.019+07:00-pesan hitam-PESAN HITAM<br /><br />pesan-pesan itu terus berjatuhan berserakan<br />pesan hitam yang melambangkan tangisan langit<br />terkadang dapat kutampung sendiri, untuk kemudian kutangisi<br />seringnya memercik, hingga hati lain ikut terisak.<br />sampai kapan ini?<br /><br />mampukah diriku menjadi matahari dan hujan<br />hingga hitam berubah warna<br />menjadi pelangi?<br /><br />...<br />.....<br /><br /><br /><br /><br />Kamar. Sepi. Tak ada suara yang tercipta dari kamar seluas dua kali tiga meter yang sudah menjadi markasku selama bertahun-tahun tersebut. Kalaupun ada dan boleh dibilang suara, yang terdengar hanyalah suara detik jam dan deru suara <span style="font-style:italic;">CPU</span> komputer yang terus merongrong karena sudah tua. Suara <span style="font-style:italic;">CPU</span> yang terus berproses dengan berat meskipun hanya membuka satu jendela aplikasi <span style="font-style:italic;">office</span>. Ditambah dengan detak jantungku dan suara <span style="font-style:italic;">keyboard</span> yang ditekan saat aku sedang mengetik jika memang memaksa bahwa ada suara selain itu. Keadaan atmosfir di kamar itu sungguh sangat berbeda dengan atmosfir ruangan di luar.<br /><br />Monitor itu terus menyala. Kursor yang selalu berkedip tersebut tidak bergerak sejak beberapa menit yang lalu. Tidak tergeser oleh huruf-huruf baru untuk membentuk kalimat. Pikiranku terseret pergi. Pergi melanglang buana. Entah kemana. Tapi tak satupun kembali untuk dapat menyusun rangkaian bahasa yang dapat meneruskan ini semua. Seperti biasa, buntu.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Beep! Beep!</span><br />Tiba-tiba terdengar nada pesan dari ponsel. Sebuah SMS.<br />Aku kembali ke alam nyata.<br /><br /><br /><br /><br /><em>halo, lagi sibuk ngapain?<br />aku lagi nangis sendirian di kamar.</em><br /><br /><br /><br /><br />Aku membaca pesan itu. Memperhatikan nomor pengirimnya.<br />Ah! benar.. seperti yang kuduga. Darimu lagi. Butuh tiga kali membaca tulisan itu untuk langsung bisa mengetahui maksudmu.<br /><br /><span class="fullpost">Sebuah pesan yang singkat, tapi cukup menyedot keseluruhan perhatianku yang tadinya fokus untuk menulis. Sebuah pesan singkat, tapi mewakili ribuan kata yang sebenarnya ingin kau sampaikan.<br />Kata-kata yang akhirnya hanya bisa kau ganti dengan air mata.<br /><br />Darimu, yang sekarang mungkin sedang menangis, bersedih dan mengasihani diri sendiri sendirian di suatu tempat sana. Di kamarmu.<br />Dan seperti biasa, aku tahu pasti alasannya.<br />Cowok itu. Laki-laki yang kau kejar sejak beberapa bulan yang lalu.<br />Pasti cowok itu tidak menghiraukan perhatianmu lagi. Atau mungkin dia bersikap acuh tak acuh dan cuek, yang merupakan gaya pribadinya dan dianggap biasa bagi sebagian besar orang, tapi sanggup membunuhmu seketika, meluluhlantakkan harapan dan semua yang telah kau lakukan. Sesuatu yang ku tahu, pasti sangat menyakitimu.<br /><br /><br />“agh… kenapa begini lagi? kasihan dirimu.. sampai kapan kau menderita seperti ini.. terus menderita seperti ini..”<br />Aku menutup mata. Mencoba membayangkan apa yang sedang kau rasakan saat ini. Ikut merasakan semua kesedihanmu. Ikut larut pada setiap lukamu. Aku tahu betul, bagaimana rasanya itu. Rasa ketika kita dicampakkan dan tidak diperhatikan.<br /><br />Ya. Aku selalu tahu alasan tiap kali pesan-pesan air mata ini datang darimu. Selalu karena cowok itu. Semuanya pasti karena dia.<br />Jika dia bersikap baik dan membalas perhatian serta SMS-SMSmu, maka pesan-pesan darimu akan terlihat seperti pelangi, begitu berwarna-warni dan ceria. Isi pesanmu akan terlihat menyenangkan. Menanyakan kesibukan, menceritakan apa yang sedang kau lakukan, menanyakan bermacam hal dan bertukar pikiran, dan berbagai macam hal. Saat-saat dimana ku bergumam ke diri sendiri,<br />‘syukurlah, kau baik-baik saja..’<br /><br />Tapi sering juga tiba masa di saat dia tak peduli lagi dan acuh tak acuh. Menjawab tiap komenmu di status </span><span class="fullpost"><em>facebook</em></span><span class="fullpost">-nya dengan kata-kata yang singkat dan kasar, begitu juga SMS-SMS darimu. Bersikap jauh dari apa yang kau harapkan, dan menganggap seoalah-olah kau adalah pengganggu baginya. Saat-saat dimana terkadang aku begitu marah pada sikapnya yang kuanggap sedang mempermainkan perasaanmu. Maka di saat seperti itu, aku sudah dapat menebak, pesan seperti apa yang akan tercipta darimu. Pesan-pesan yang begitu gelap, hitam dan penuh kesedihan. Penuh dengan keputusasaan dan tekanan. Seperti saat ini, dimana kau ingin meminta tolong dan perasaanmu didengar. Masa-masa dimana kau ingin mencari tahu, jalan terbaik apa yang bisa kau ambil. Saat-saat dimana seolah-olah ini adalah akhir dari semua kebahagiaan yang bisa kaudapat di dunia ini.<br />Saat-saat dimana aku menyalahkan diriku sendiri karena tidak dapat menolongmu.<br /><br /><br />Ku mulai mengetik untuk membalasnya. Kalimat-kalimat yang langsung terpikirkan olehku. Pesan atau nasehat untukmu. Seperti biasanya.<br />Dan selalu di saat seperti ini.<br /><br />Ah, tidak. aku menggeleng. Setelah sekian lama, kau sudah tidak butuh nasehat-nasehat dariku lagi. Sudah banyak pesan-pesan dariku yang sudah kau dengar. Sudah terlalu banyak hal yang sudah kau pelajari. Setelah sejauh ini, kau sudah tahu apa yang semestinya harus kau lakukan. Yang perlu kau lakukan sekarang hanyalah, melakukannya.<br /><br />Lalu aku mulai sadar, jika sebelum-sebelumnya kau mengirimkan pesan padaku untuk bertanya agar tahu jalan terbaik yang bisa kau ambil dan apa yang harus kau lakukan, tapi kali ini tidak. Setelah sejauh ini, kupikir tidak.<br />Kali ini tujuannya cuma agar orang lain tahu penderitaanmu.<br />Kau hanya ingin berbagi penderitaanmu saat ini.<br />Dan hiburan, ku tahu.<br /><br /><br /><br /></span><em><span class="fullpost">kamu kenapa lagi? dia kenapa?<br />ada yang bisa ku lakukan?<br /></span></em><span class="fullpost">Kirim.<br /><br /><br /><br />Ya. Tidak ada lagi yang mesti aku tulis. Hanya bertanya apa yang terjadi padamu dan apa yang bisa aku lakukan.<br /><br />Karena ku sadar, aku tidak bisa menghiburmu. Tak pernah bisa.<br />Aku bukan dia.<br /><br /><br /><br /><br /> ***<br /><br /><br /><span style="font-style:italic;">Beep! Beep!</span><br />Lagi.<br /><br /><br /><br /><br /></span><em><span class="fullpost">enggak. aku cuma ingin nangis sendirian aja.<br />aku capek banget.<br />kamu lagi ngapain? lagi sibuk?<br /></span></em><span class="fullpost"><br /><br /><br />Seperti sesuatu yang terlalu mudah ditebak, aku tahu kau tidak menginginkan apapun lagi. Setelah sejauh ini, tidak lagi. Seperti apa yang pernah kau bilang, tidak perlu indra keenam hanya untuk mengetahui hal sesimpel ini. Perasaan orang lain.<br /><br />Aku sepertinya sudah tahu apa yang sekarang sedang kau lakukan di suatu tempat sana.<br />Sendirian di sana, mungkin di atas kasurmu, kau menumpahkan air matamu sambil terus memikirkan apa yang telah dia lakukan, dan apa yang sudah kau korbankan dan telah kau lakukan sejauh ini.<br />Kau lelah, aku tahu.<br />Sebuah hubungan yang begitu rumit. Sesuatu yang kau perjuangkan begitu jauh dan penuh darah, yang sepertinya terlihat hampir mustahil di matamu saat ini.<br />Begitupun menurutku.<br /><br /><br /><br /><br />Kujawab cepat.<br /><br /><br /><br /></span><em><span class="fullpost">mau cerita??<br />enggak, cuma lagi ngetik aja..</span></em><span class="fullpost"><br /><br />Kirim.<br /><br /><br /><br /><br />Setelah kupikir-pikir, sudah berapa lama ya, aku terlibat hal ini?? Dan aku selalu bertanya, kenapa aku selalu terlibat hal-hal seberat ini.<br />Aku masih ingat beberapa bulan yang lalu, saat kita pertama kenal.<br />Di suatu pagi, kamu tiba-tiba mengirimiku pesan. Sebuah pesan yang sedikit mengejutkanku.<br />Pesan yang berisi, ‘harus memilih yang mana’, lalu diserta dengan dua ‘nama’ laki-laki. Dua temanku yang kukenal dekat.<br />Sebuah pesan, yang akhirnya menggiring ke pesan-pesan berikutnya yang menjelaskan semuanya.<br />Cowok yang satu, laki-laki yang begitu perhatian dan baik kepadamu. Laki-laki yang sempurna di mata sebagian besar cewek kebanyakan. Laki-laki yang sudah dua bulan begitu dekat denganmu dan memberikan segala hal padamu.<br />Laki-laki yang begitu tergila-gila padamu, yang telah menyatakan cintanya padamu dan menunggu jawabanmu segera.<br />Laki-laki yang menurutmu, tidak membuatmu nyaman dan nyambung dengan segala hal yang ingin kau dengar. Laki-laki yang akhirnya, membuatmu menciptakan barrier, penghalang sebagai batasan untuk dia mengenal dan mendekatimu.<br />Laki-laki yang menurutmu, tidak mengenal dirimu yang sesungguhnya, dan membuat dirimu tidak dapat menjadi dirimu yang sesungguhnya di depannya.<br />Laki-laki, yang mungkin tidak menyadari dan mengerti hal ini hingga saat ini. Dan mungkin tidak akan pernah.<br />Laki-laki yang tidak dapat mengambil hatimu.<br /><br />Cowok satunya, laki-laki yang cuek, simpel dan instan. Laki-laki yang lebih berkarakter ‘tidak peduli’ dan kurang tahu bagaimana menghormati perasaan orang lain.<br />Laki-laki, yang pernah mengajakmu keluar dan langsung membuatmu jatuh cinta di kesempatan pertama.<br />Laki-laki, yang membuatmu langsung mengagumi cara bicara dan topik yang dibahasnya. Laki-laki, yang menarik dirimu melalui SMS-SMS yang dia kirim dan apapun yang dia tulis.<br />Laki-laki, yang awalnya tidak begitu kau pedulikan bahkan ketika banyak temanmu mulai meng-<span style="font-style:italic;">add facebook</span>-nya di awal masuk, tapi langsung membuatmu nyaman dan jatuh cinta di awal kalian pergi keluar dan saling mengobrol.<br />Laki-laki yang membuatmu tidak melewatkan 1 status-pun di <span style="font-style:italic;">facebook</span>-nya untuk kau baca atau mungkin untuk kau komen.<br />Laki-laki yang tidak memperdulikanmu, yang mengambil keseluruhan hatimu.<br /><br />Serentetan pesan yang akhirnya mengharuskanku untuk objektif dan tidak memihak siapapun. Membebaskan dirimu untuk memilih setelah memberi gambaran tentang kelebihan dan kekurangan dari kedua laki-laki tersebut.<br /><br /><br />Huuhh.. waktu tak membiarkanku lolos dari hal ini sejak saat itu.<br />Akupun masih ingat betul, saat dirimu bercerita sambil melelehkan air mata di depanku, bahwa ternyata akhirnya kau menolak laki-laki yang begitu baik itu.<br />Kau menceritakan semuanya lengkap dengan alasannya. Kau lebih memilih yang satunya. Sebuah pilihan yang kuanggap normal. Pilihan yang wajar. Tapi begitu tidak adil baginya, menurutku. Entahlah, cinta selalu menuntut sesuatu. Dan diriku juga tidak begitu pandai akan hal itu.<br />Tak lupa, kau bertanya apa yang harus kau lakukan setelah itu.<br /><br />Huh.. saat itu aku langsung berfikir, berakhir sudah status-status laki-laki yang bertemakan ‘menunggu jawaban darimu’ di facebook beberapa hari belakangan ini itu.<br />Aku langsung membayangkan bagaimana perasaannya saat itu. mungkin luluh lantak, menangis, berserakan dan penuh banjir darah. Satu yang pasti, pasti dia ‘mati’ karena harapannya hancur. ‘mati’seketika. Seperti satu hal pernah kupelajari, manusia dapat berkali-kali disakiti dan mampu berkali-kali bangkit, tapi langsung ‘mati’ ketika harapannya dihancurkan. Manusia memang mustahil hidup tanpa harapan. Kecuali dia mampu langsung menemukan harapan baru.<br />Ku harap dia tidak terlalu kecewa akan hal ini. Berharap dia mampu menerimanya dengan tegar.<br /><br /><br />Waktu terus berjalan setelah itu. Kau terus berjuang untuk mendapatkan perhatian dari laki-laki itu. Laki-laki yang membuatmu nyaman tersebut. Kau berusaha mendapatkan setidaknya respon darinya. Terlebih-lebih perhatiannya. Atau, yang paling kau harapkan, hatinya. Kau jatuh bangun mengejar-ngejarnya. Kau berusaha terus menggapainya. meskipun itu selalu menghancurkan dirimu pada akhirnya.<br />Sebuah pelajaran untuk ‘selalu bersemangat dan tidak menyerah walau apapun yang terjadi’ yang kupelajari darimu. Sebuah pelajaran yang kepelajari dari wanita setangguh dirimu.<br /><br />Dan entah sejak kapan, dimulailah pesan-pesan hitam tersebut mengikatku. Pesan-pesan yang berisi kesedihan dan permintaan pertolongan darimu.<br />“kutukan ini dimulai..” pikirku.<br /><br /><br /><br /> ***<br /><br />Satu paragraf. Enam baris deretan kalimat. Dan tidak berubah sejak dua puluh lima menit yang lalu. Bahkan dibagian header windows-nya masih tertulis untitled karena belum di-save sejak awal aku buka.<br />Entah mengapa selalu sulit kita menulis, jika memang kita tidak sedang ingin menulis. Bahkan hampir mustahil menurutku.<br />Seingatku, satu paragraf yang terlihat di monitor ini adalah paragraf yang ke-empat hasil revisi. Berkali-kali menulis hingga beberapa paragraf, tapi pada akhirnya harus dihapus karena jelek setelah dibaca ulang.<br /><br />“hufh… aku butuh cerita yang bagus.. ide..”<br /><br /><br /><span style="font-style:italic;">Beep! beep!</span><br />Langsung kubuka.<br /><br /><br /><br /><br /></span><em><span class="fullpost">keadaanku buruk. Aku dikamar rambut acak2an,<br />badan demam, agak flu, mata sembab (ya, kau pasti tahu<br />mengapa), kepala agak pusing, belum<br />mandi. Kalo kamu ketemu aku sekarang, pasti<br />kamu ngira aku orang gila.<br />Aku cewek yang begitu kuat dimata orang banyak,<br />tapi jadi hancur gini hanya karena dia.<br /></span></em><span class="fullpost"><br /><br /><br />Aku diam. Berkali-kali membaca tulisan ini sambil membayangkan apa yang terjadi padamu.<br />ahh!!.. Siaaallll!!.. Entah siapa yang salah, tapi ini buruk sekali! Keadaanmu hingga seperti ini hanya karena dia!! Cowok yang sama sekali tidak tahu betapa beruntungnya dirinya ada seseorang yang sebaik dirimu yang menunggunya seperti ini.<br />‘Dia benar-benar tidak tahu betapa beruntungnya dia!!.. Aku tidak terima jika lebih dari ini!!..’ aku sedikit mengutuknya karena kesal. Bagaimana mungkin aku masih diam saja, jika ada seseorang yang menderita di depanku selama berbulan-bulan, dan keadaannya hingga jadi separah ini.<br /><br />Aku juga menyalahkanmu. Menyalahkan dirimu, karena kau hanya menuruti kata hatimu. Menuruti ego-mu hingga kau hancur lebur seperti ini hanya karena alasan, ‘nyaman’ dan ‘cocok’. Padahal kita berdua tahu, banyak cowok yang menantimu dirimu sekarang, jika kau memang rela melupakan dia. Tapi sepertinya semua yang kukatakan percuma. Kau masih akan tetap mengejarnya. Terus mengejarnya dengan seluruh akal dan dayamu, walau apapun yang terjadi. Kau tidak akan rela melihat kesempatan lain selain ini.<br /><br />Seperti saat-saat itu, dimana kau mulai putus asa untuk mengejarnya dan menyerah. Di saat kau lelah dan merasa ‘semua ini percuma!’.<br />Saat itu kau bertanya dengan pesan-pesan hitammu, bagaimana caranya menghapus perasaanmu padanya. Bagaimana caranya melupakannya, bagaimana caranya menjadi bahagia. Lalu akupun memberikan segala hal yang kutahu untuk membantumu.<br />Tapi pada akhirnya, kau tetap kembali berharap padanya. Seperti yang pernah kukatakan, butuh keinginan kuat untuk dapat menghapus perasaan dan melupakan. Dan kau tidak memilikinya.<br /><br />Aku yang tak kuat melihatmu seperti itu, akhirnya bertanya, ‘apakah kau ingin aku memberitahukan perasaanmu padanya?’<br />‘JANGAN!!’ kau secara tegas menolaknya saat itu.<br />Entah apa alasan kau menolaknya, tapi hanya dirimu yang mengetahuinya secara pasti.<br />Aku hanya berusaha membantu. Karena yang kutahu, sulit mengatakan perasaan kepada orang yang kita cintai. Selalu sulit, seberapapun kita berusaha. Dan ini merupakan inti dari permasalahanmu.<br />Kau selalu menceritakan semuanya padaku, tapi tak pernah bisa kepadanya. Aku selalu tahu saat-saat dimana dirimu menderita, tapi tak sedikitpun dia mengetahuinya.<br />Hingga saat ini aku berfikir, Kita selalu bisa menceritakan semuanya dan terbuka kepada<br />sahabat kita, tapi kita tidak pernah bisa jujur kepada orang yang kita cintai. Mengapa demikian?<br />Mengapa kita tidak bisa menjadikan orang yang kita cintai sebagai sahabat kita?<br />Bukankah setiap hubungan selalu dilandasi oleh ‘sebagaimana baikkah kita menjadikan orang lain sebagai sahabat kita’. Hubungan pertemanan, jika tidak dilandasi oleh persahabatan, tidak akan bisa berjalan. Hubungan kerja, jika tidak dilandasi oleh persahabatan tidak akan berjalan sukses.<br />Bahkan, sebuah pernikahan dapat langgeng dan terus bertahan hingga puluhan tahun, juga ditentukan oleh ‘bagaimana mereka mampu bersahabat dengan pasangan mereka’.<br />Menjadikan suami atau istri mereka sebagai ‘sahabat dalam menjalani hidup mereka’.<br /><br />Kita selalu lupa menjadikan orang yang kita cintai sebagai sahabat kita. Kita selalu lebih jujur kepada sahabat, karena merasa lebih aman dan menerima kita apa adanya. Tak perlu menjadi orang lain. Kita dapat menceritakan hal apapun padanya. Mengkomunikasikan segala hal tanpa ada rasa takut sedikitpun.<br />Lalu pada detik itu aku selalu bertanya, kita anggap apa orang yang kita cintai tersebut? Orang lainkah?<br /><br />Lalu kemudian setelah itu, kau pernah juga berjanji akan menghapus semua SMS-SMS darinya dan mengurangi berhubungan darinya, ketika kau mulai putus asa akan hal ini ‘lagi’. Tetapi kemudian, seperti yang sudah dapat ditebak sebelumnya. Kau masih berharap padanya.<br />Dan lalu kaupun menderita lagi<br /><br />Huuhh!!.. Kupikir cukup semua ini! Sudah cukup semua air mata ini! Ini harus diakhiri!! Tanpa terasa air mataku juga ikut meleleh mengingat semua yang telah kau alami.<br /><br />Entah kenapa, aku tak sanggup membalas pesanmu kali ini.<br />Ponselku langsung dalam keadaan terkunci.<br /><br /><br /><br />“AHH!!.. ” tiba-tiba sekarang aku tahu harus menulis apa. Jari-jariku langsung menari diatas keyboard disertai pikiranku yang kembali lagi, entah melayang kemana. Melanglang buana.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> ***<br /><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">sampai kapan ia harus menderita seperti ini? ia sekarat.<br />sampai kapan ia harus menunggu?</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">aku juga tidak tahu.</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">kapan dia akan memberi kepastian?</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">kalo itu aku tidak tahu. (kepastian)<br />tapi dia pengennya ia jadi yang terakhir. jadi pasangan seumur<br />hidup.<br />dia merasa belum pantas sekarang. dia pengen jadi lebih baik lagi</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">ia sekarat sekarang.<br />itu harus nunggu sampai kapan? sampai ia mati?!</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">gak tahu juga.</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">ia menerima dia apa adanya! seburuk apapun dia!<br />kenapa harus begitu?! dia menunggu kepastian.<br />itu!<br />bukankah lebih baik menjalani hubungan dulu, sambil<br />terus berusaha menjadi lebih baik?!<br />kurasa itu lebih bijaksana..<br /></span><br />-<br /><span style="font-style:italic;">benar juga. lebih baik kaya gitu.<br /></span><br />-<br /><span style="font-style:italic;">aku paling benci ketika perasaan dipermainkan dalam<br />waktu yang lama!<br />dan ini terlalu lama!</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">kamu ingin aku mengatakannya ke dia?</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">jika ini menyelesaikan, iya..<br />tapi jangan bilang kalo dariku.</span><br /><br />-<br /><span style="font-style:italic;">oke! aku akan bilang nanti…</span><br /><br /><br /><br /><br /><br /> ***<br /><br />Pesan-pesan hitam itu tak muncul lagi setelah itu.<br />Sudah tak ada lagi pesan-pesan air mata penuh kesedihan. Begitu juga keputus-asaan.<br /><br />…<br />“semoga kau bahagia selamanya dengannya… semoga dia dapat menjadikanmu pelangi yang berwarna-warni..” bisikku dalam hati.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />…<br /><br />mampukah diriku menjadi matahri dan hujan<br />hingga hitam berubah warna<br />menjadi pelangi?<br /><br />kuharap aku mampu<br />dan mungkin aku terlahir untuk itu<br />karena aku abu-abu<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-79242601402890420592010-05-17T04:30:00.002+07:002010-05-17T04:35:55.370+07:00-untold 2!!!-G: gue<br /><br />…<br />G: jadi gimana? Jadi nonton?<br />R: mahal pek! Tiketnya, 15 ribu. Bensinnya, 5 ribu. Tuh, jadi 20 ribu!! Siapa yang mau bayarin?!<br />G: anjrit! Mau nonton aja pake diitung gitu! Mending gak usah nonton aja!..<br />R: aku kan udah gak pacaran ama dia lagi. Jadi sekarang harus hemat!<br />G: eh? emang biasanya kamu dibayarin?<br />R: iya.. biasanya gitu.. kaya pulsaku habis gitu, trus kalo aku masang status di twitter, ‘pulsa habis. Berharap ada pulsa yang nyasar ke hapeku’. Biasanya beberapa menit gitu pulsaku udah di-isi-in ama dia.<br />G: beneran? Haha… gak modal kamu..<br />R: iya.. jadi sekarang kalo pulsaku habis, harus ngisi sendiri.. aku baru tahu kegunaan dia..<br />G: whaat!! Kamu kok tega sih..<br />R: …<br />G: coba sekarang buat status kaya gitu lagi aja..<br />R: ya gak ngefek caak!!.. mana mungkin ngisi-lah dia!<br />G: hahahahaha!!... iya juga, gak ngefek. mungkin kalo sekarang kamu buat status ‘berharap ada pulsa nyasar ke hapeku..’ gitu,<br />R: …<br />G: …dia pasti cuma bales gini aja di twitter, ‘berharap pulsa nyasar dari hongkong?!!..’<br />R: hahaha!!..<br />G: hahaha!!..<br /><br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />…<br />G: cari apa?<br />N: tempat sampahnya dimana ya?<br />G: iya juga ya.. terus ini digimanain? mau buang sampah, tapi tempat sampahnya gak ada.. gimana mau ‘buang sampah pada tempatnya’?<br />N: mungkin kita memang disuruh buang sampah sembarangan!<br />G: mana ada!!<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ini waktu tante gue (T) ama kakek gue (K) baru punya hape baru kemaren:<br />…<br />K: gimana? Hape kamu udah bisa? seh, coba kamu telpon hape bapak..<br />T: *mulai nelpon nomor hape kakek. Beberapa detik kemudian hape kakek di kamar langsung bunyi.<br />K: *kakek langsung berlari ke kamar. Beberapa detik, bunyi hape langsung mati.<br />K: kok mati sih? *sambil keluar dari kamar<br />T: kan emang aku matiin.<br />K: kenapa dimatiin? Kan belum bapak angkat?<br />T: buat apa? Kan hapenya udah bunyi..<br />K: ya kan mau bapak terima.. sekarang coba bapak yang nelpon kamu. *mulai neken hape<br />T: *hapenya bunyi. Gak lama, bunyinya langsung mati<br />K: kok mati?<br />T: kan ku matiin.<br />K: kenapa dimatiin??!!<br />T: buat apa sih pak?! Kan udah bunyi! Itu artinya udah bisa berarti.. ya ku matiin.<br />K: kok gitu? bapak kan pengen nelpon!<br />T: itu artinya miss call. Itu artinya, nelpon tapi gak diangkat ato ditutup. Kan buat ngecek aja..<br />K: tapi bapak pengen omong-omongan lewat telpon.<br />T: halah.. sini situ aja lho pake omong-omongan lewat telpon. Langsung ngomong aja kan bisa..<br />K: ya bapak pengen denger, gimana suaranya kalo lewat telpon! Gimana rasanya, gitu!!<br />T: halah! Sama aja!! Buat apa sini situ pake telpon-telponan.<br /><br />K: trus kalo bapak nelpon, gak kamu angkat?! cuma kamu batin aja?<br />T: hahahaha…<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ini waktu tante gue (T) waktu pertama kali dapet hape:<br />…<br />Paman gue (P): berapa hape gini?<br />T: 300 ribu..<br />P: kenapa beli beginian? daripada beli ini mending kamu beli punyaku, lebih bagus.<br />T: berapa?<br />P: 200 ribu..<br />T: iya sih, lebih bagus.. terus, kenapa mau kamu jual?!<br />P: mau nyari hape lagi yang sebesar tempe-nya choirul!!<br />*choirul, penjual tempe di tempat gue. maksud sebesar tempe, adalah sebesar tempe yang masih panjang, yang belum dipotong<br />T: hah? Emang ada hape gitu?!<br />P: gak tahu..<br />T: nih ada! Mau?<br />P: …<br />T: Remote tipi!!<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ini waktu tante gue (T) baru nyari hape ama gue:<br /><br />…<br />T: mas, ada hape esia connect?<br />Mas-mas counter (MC): hape esia connect? Apa itu?<br />T: ituloh mas, esia connect, hape esia yang baru yang bisa buat fesbukan..<br />MC: waduh, gak tahu mbak. Gak ada.<br />T: tapi di tipi udah ada lho mas! Bisa buat onlen gitu.. Cuma 299 ribu..<br />MC: maaf mbak, gak ada.<br />T: masa gak ada sih..<br />…<br />…..<br />MC2: esia connect??<br />T: iya mas, hapenya bisa buat fesbukan gitu.<br />MC2: waduh, baru ya? Kalo di sini belum ada..<br />T: masa gak ada sih? Di tipi iklannya udah ada padahal!<br />MC2: masa sih? Saya kok gak pernah liat??<br />T: ye, dibilangin ada kok! Itu iklan baru! Harganya 299 ribu gitu. Bisa buat fesbukan!<br />MC2: kalo esia lainnya, pernah denger!! Tapi kalo esia connect, baru tahu ini..<br />T: ada mas! Dibilangin kok! Di sini ada gak?!<br />MC2: waduh, gak ada barangnya…<br />…<br />…..<br />MC3: apa? Esia apa?<br />T: connect!<br />MC3: itu esia baru tah?<br />T: iya, baru. Di tipi loh udah ada! Hapenya bisa buat fesbukan gitu!<br />MC3: waduh, kalo belum bisa buat flexy, di sini masih belum berani ngambil mbak..<br />T: heh?? Jadi esia gak bisa buat flexy?? Kata temenku kok bisa?!<br />MC3: iya, itu nunggu beberapa bulan dulu mbak, baru bisa buat flexy..<br />T: masa gak ada sih mas? Itu lho di iklan udah ada..<br />MC3: gak ada mbak..<br />…<br />….<br />MC4: esia connect? Kok baru denger…<br />T: itu baru mas. Iklannya lho udah ada di tipi! Masa gak ada sih??<br />MC4: gak ada mbak..di sini gak ngambil esia.. adanya cdma yang second aja..<br />T: kok gak ada sih? Hapenya itu bisa buat fesbukan gitu mas.. bisa buat internetan..<br />MC4: gak ada mbak..<br />T: itu adanya kira-kira kapan ya?<br />MC4: ya gak tahu juga mbak.. biasanya agak lama sih..<br />T: jadi di sini gak ada?<br />MC4: gak ada..<br />…<br />….<br />Dan, dialog ini terjadi dua kali lagi di counter lainnya.<br />Dengan dialog yang sama.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6659954218994475957.post-40790798206293931152010-04-22T04:35:00.003+07:002010-04-22T04:52:01.042+07:00-es krim parti!! (bag:2)-(lanjutan…)<br />…<br />Setelah nyampe lantai yang kita tuju, di depan kita udah beberapa anak berkerumun di sekitar meja, di depan ruangan yang tertutup. Ada yang duduk di bangku. Beberapa lainnya berdiri. Kita langsung kesana.<br />“tiket 4 anak??” tanya cewek yang duduk di bangku tadi. Tepat di belakang meja.<br />“i..iya..” jawab satu anak dari kita dengan nada gugup.<br />“D3??” tanya cewek itu lagi.<br />“em…”<br />…<br />Kita berempat saling ngeliatin. Gak ada yang ngomong. Kita tahu arti pertanyaan itu. Cewek itu nanya ke kita, kita berasal dari D3 ato S1 dari kampus ini. Sangat mungkin harga tiketnya beda.<br />Si Reza berusaha menutupi kaosnya dengan tasnya.<br />Anak-anak di sekitar cewek tadi yang berdiri sambil ngobrol-ngobrol, mulai ngeliatin.<br />Aghh!!.. gimana ini??<br /><br />Gue melihat situasi. Semua terlihat tidak tenang.<br />Tomi. Raut wajahnya terlihat agak cemas. Gak jelas kenapa.<br />Dedik. Dia gak berekspresi. Sepertinya dia pasrah dan siap dirajam kapanpun.<br />Reza. Rambutnya jadi kribo. Tunggu! Sejak awal rambutnya emang gitu.<br /><br />…<br />Baru aja gue berencana mau bakar rambutnya si Reza buat jadi bom asap sebagai pengalih perhatian dan langsung masuk, tapi gue langsung inget film-film spy yang pernah gue tonton. Mungkin itu bisa jadi ide bagus.<br />Ya. Film spy. Agen rahasia selalu bisa lolos dari kepungan musuh dan bisa menyamar bagus di tempat musuh. Keahlian menyamar mereka adalah yang terbaik.<br />Kecuali agen minyak tanah dan agen air minum isi ulang! Mereka jualan!<br /><br />Gue inget-inget kembali, kenapa semua agen rahasia di film-film itu selalu pandai menyamar dan bisa ‘membaur’.<br />Gue inget, yang membuat mereka selalu berhasil melakukan misinya adalah karena mereka selalu dapat bersikap tenang. Mereka selalu dapat bersikap bahwa mereka bagian dari tempat itu.<br />Bersikap normal dan biasa. Tidak mencurigakan.<br /><br />Maka niat untuk mengalihkan perhatian dengan bom asap kosmik beracun itupun batal.<br />Gue lebih milih untuk berekspresi tenang dan ‘tidak mencurigakan’.<br />…<br /><br />“D3??” tanya cewek itu lagi. Anak-anak lain yang berdiri tadi masih ngeliatin dengan serius.<br />“iya..” gue jawab dengan tenang.<br />Semua anak juga berusaha bersikap tenang. Dedik bersikap tenang. Gak berekspresi. (sepertinya nih, di kondisi apapun dia bakal kaya gitu terus!) Tomi bersikap tenang. Udah gak cemas lagi. Reza bersikap tenang. Rambutnya tetep kribo. (dugaan kuat, jika dalam kondisi cemas rambutnya bakal jadi lurus kaya abis di-rebonding!)<br /><br />Si cewek lalu mengambilkan 4 lembar tiket. Dia lalu menuliskan nomor hape-nya menggunakan lelehan es krim dan menyerahkannya ke gue, sambil memberi sinyal untuk menelponnya nanti malem. Eh, itu kan iklan parfum deng!!<br /><span class="fullpost"><br />“40.000!” si cewek meminta uang sambil menyerahkan 4 lembar tiket tersebut.<br />Kita kemudian mendapatkan 4 cup eskrim kosong saat kita mau masuk, bersamaan dengan tiket yang kita tebus dengan uang 40.000.<br />Pintu yang tertutup tersebut kemudian dibuka. Si cewek menunjuk ke arah ruangan, mempersilahkan masuk.<br />Anak-anak lain masih ngeliatin. Terlihat berekspresi masih curiga. Gue tahu pikiran mereka.<br />“anak-anak ini abnormal..”<br /><br /><br /><br /> ***<br /><br />Kita ber-empat udah di dalam ruangan. Lebih tepatnya, berdiri gak jelas di tengah ruangan tepat di depan pintu.<br />Gue ngeliat ke seluruh penjuru ruangan.<br /><br />Oke, kita review sedikit, bagaimana keadaan ruangan ini;<br />…<br />Tepat agak jauh di hadapan kita, di sudut ruangan, terdapat band yang lagi memainkan sebuah lagu emo funky gak jelas. Berlirik bahasa inggris. Terlihat, semua personilnya make kaos atasan warna hitam. Mereka memainkan musik dengan jingkrak-jingkrak kesana-kemari. (ampe sekarang gue masih bertanya-tanya, mengapa group band emo selalu identik dengan kaos item?! Apa biar kalo nyucinya gak bersih gak keliatan??)<br />Sang gitaris memakai topi bermotif kotak-kotak. Sang drummer make kacamata gede. Lalu sang vokalis punya rambut bagian depan yang agak panjang yang hampir nutupin matanya. Rambutnya dia kibaskan ke depan dan belakang ngikutin irama musiknya. Mungkin kalo rambutnya lebih panjang lagi, dia bakal jalan pulang dengan bawa tongkat sambil menyusuri tepi tembok.<br />Dia bernyanyi tereak kenceng-kenceng dengan beat yang cepet. Liriknya sama sekali gak jelas. Gue hampir sulit ngebedain, dia lagi nyanyi apa lagi marahin orang.<br />Sepertinya dia tipe-tipe orang yang tetep nyanyi dengan tereak-tereak, meskipun orang lain udah ngelemparin barang-barang ke dia biar dia berhenti.<br />Belum lagi suaranya. Suaranya tipe suara serak-serak pengen nimpuk! Jelek banget!<br />Kalo aja ada gelas di sampingnya, pasti langsung pecah!<br />(Bukan! Bukan pecah karena suaranya! Tapi pecah karena orang yang denger langsung pengen banting gelas itu!)<br />Tapi, meskipun dia mengetahui suaranya jelek, sang vokalis tetep aja nyanyi cepet. Sepertinya dia mikir, makin cepet dia nyanyi, maka makin enak suaranya. Makin tereak-tereak dia nyanyi, maka makin enak suaranya. Makin jingkrak-jingkrak dia nyanyi, makin banyak penontonnya.<br />Hingga beberapa menit gue ngeliatin group band tersebut melakukan tarian-tarian sesat (baca: nge-band) tersebut, cuma dua tiga orang yang menonton mereka.<br />Semoga mereka selamat.<br /><br /><br />Oke! Kita beralih ke samping kanannya, gak jauh dari sana.<br />Di sini, kita langsung dapat melihat layar LCD beserta proyektornya yang sedang memainkan sebuah film. Banyak bangku-bangku di depannya disediakan buat pengunjung yang pengen nonton. Terlihat sound system terletak di sebelah kanan.<br />Gue ngamatin film apa yang diputer. Setelah beberapa saat, gue baru sadar film apa itu.<br />Ya, gue tahu banget, film apa itu. Itu adalah film 2012.<br />Versi bajakan.<br />Sekali lagi, FILM 2012 VERSI BAJAKAN!! Itu sangat terlihat dari gambarnya yang goyang-goyang dan buram. Gambarnya bisa tiba-tiba menjadi terlalu terang lalu bisa menjadi gelap seketika. Bahkan gambar dan teks subtitle-nya kepotong di bagian kanan dan kirinya karena langsung ngerekam dari bioskop yang lebar layarnya panjang.<br />Beberapa puluh menit setelah nonton, kita akan ngeliat bayangan siluet orang yang lewat (entah mau kemana) di depan layar yang sangat mengganggu kita nonton.<br />(kenapa sih, selalu aja ada orang yang lewat di tengah-tengah film waktu kita nonton di bioskop?)<br />Oh my gosh! Kenapa nyetel film beginian di acara gini?! Gak adakah film yang lebih bermutu dan bagus kualitasnya yang bisa dipamerin buat ditonton?!<br />Belum lagi suara filmnya yang jadi kecampur ama suara dari band yang lagi tampil di sampingnya! Jadi gak jelas abis!!<br />Suara vokalis band yang lagi nyanyi bisa kecampur ama suara-suara efek dari film.<br />“..and, when I say it from… DUARR!!!”<br />“close my eyes.. and you will… HEELLPPPP!!!!”<br />“houoohh…. never come.. HOLD ON!!!”<br />Great!<br /><br />*NB:<br />Untung aja disamping anak nge-band tersebut cuma ada main film aja, coba kalo ada tukang rujak, pasti bakal jadi makin ngaco.<br />“and, when I say.. RUJAAKK!!...”<br />“close my eyes, and you will see.. RUJAAKK!!...”<br />…<br />(tunggu, ngapain juga tukang rujak?!)<br /><br /><br />Kita pindah ke sebelah paling kiri dan inti dari acara ini.<br />Di sana kita akan melihat 3 meja yag disusun melingkar dan dikerumuni banyak sekali orang. Mereka semua berdesakan brutal memperebutkan sesuatu sambil membawa-bawa cup es krim. Gue ngeliatin cup es krim di tangan gue.<br />Gue baru sadar, apa itu es krim parti.<br /><br /><br /><br /> ***<br />“eh, gimana nih? Rame banget!” kita ngeliat stand yang melayani permintaan es krim yang dipenuhi orang yang terus-menerus haus es krim.<br />“gilaa cak!! Ampe berebutan gitu!!” jawab Dedik.<br />“ruamee!!”<br />Gue baru tahu kalo es krim parti adalah nama lain dari acara meminta-minta-berebutan-es-krim-ke-mbak-mbak-bersama-puluhan-mamalia-berbulu-lainnya-yang-dimana-kita-bisa-mati-terbunuh-karena-sesek-napas-dan-keinjek-waktu-ngantri.<br />Gue mikir, kenapa mau makan es krim aja jadi anarkis kaya gini?! ini es krim parti apa acara zakat maut?! Gue mikir-mikir lagi tentang antri es krim yang lebih mirip kegiatan jihad pasukan berani mati ini.<br /><br />Kita diem di tempat untuk beberapa saat.<br />Gue ngeliat stand yang melayani es krim itu. Mereka berdesak-desakan hingga gak terkendali.<br />‘mbak-mbak! Aku mbak! Aku mbak! Aku belum mbak!’ mereka semua terus berebutan minta biar dapet es krim duluan. Bahkan meja stand itu hingga terdorong ke belakang karena ulah mereka. ‘eh! jangan didorong-dorong ya.. semua pasti kebagian kok!!..’ sang pelayan udah penuh keringat. ‘iya-iya! Antri! Gantian mas!’<br /><br />Oh my gosh! Kenapa ampe jadi gini? Gak bisakah mereka antri? Mereka berebutan secara brutal dan membabi buta. Ini udah kaya keramaian di mall pada H-1 lebaran. Dimana ratusan orang berdesak-desakan, berkeringat ria, ngacak-ngacak, dan berebutan baju dengan pengunjung lain di stand baju diskonan. Meskipun kadang mereka gak beli.<br />Ya, kadang mereka cuma panik. ‘besok udah lebaran! dan aku belum punya baju baru buat besok?! AGHH!!..’<br /><br />Pikiran gue melayang kemana-mana ngeliat semua ini. Banyak hal campur aduk dan bergantian muncul. Satu pertanyaan di otak gue,<br />‘apa kalo gue mati di sini, apakah termasuk jenis mati syahid?’<br /><br /><br />Gue ngeliatin keramaian ini. “gimana? Jadi nih?”<br />“iya.. ruame gitu..”<br />“ya jadi lah!”<br />“huh..”<br />“ya mau gimana lagi?! Kita udah bayar 10.000!!” jawab Tomi, lagi-lagi meyakinkan. “kita gak boleh rugi!! Masa kesini gak dapet apa-apa?!” Seperti di film-film, bagian belakang tubuh Tomi seolah-olah mengeluarkan cahaya ke segala arah. Background musik berganti menjadi suara pencerahan. Sang tokoh utama melihat dengan mata lebar dan penuh penyadaran. Ini adalah saat-saat dimana sang tokoh utama kembali bangkit dari kekalahannya dan menemukan kembali semangatnya yang hilang serta jawaban misteri yang belum terungkap.<br />Jiwa kikir si Tomi langsung memberi motifasi kita ber-empat. Kita ber-tiga yang tadi sempet ragu selama beberapa detik karena melihat keadaan, langsung terpacu oleh semangatnya.<br />“ kita udah datang jauh-jauh gak ikut kuliah kesini! kita gak boleh kalah sama mereka!” Tomi berkata dengan penuh motivasi. “kita harus dapet!” Wajahnya berbinar penuh harapan. Seolah-olah ini adalah pidato terakhir presiden Amerika kepada seluruh orang di dunia tentang semangat dan harapan hidup manusia di film Armageddon, sebelum jatuhnya komet besar yang menghancurkan seluruh dunia..<br />“.. warga dunia.. Ini adalah es krim terakhir kita! Kita tidak mau lagi menyesal. Kita tidak ingin komet itu mengambil kesempatan terakhir kita. Peluk istrimu.. anak-anakmu.. ayahmu.. ibumu.. untuk yang terakhir kalinya.. berikan senyum terbaik kalian. Jika ingin menangis, menangis lah.. untuk yang terakhir kalinya..<br />Kita tahu, ini mungkin kesempatan terakhir kita. Tapi kita tak mau mati tanpa melakukan apa-apa! Kita masih ingin berjuang! Kita masih ingin tetap hidup!! Itu es krim kalian! Itu es krim kita!! Ambil! AMBIIILLL!!..”<br />Entah kenapa Tomi selalu bertindak benar di saat-saat kaya gini.<br /><br />“iya juga. Oke! Ayo maju..”<br /><br />Akhirnya kita berempat pun langsung berpencar terjun ke medan pertempuran.<br />Dengan penuh semangat, kitapun meneriakkan yel-yel penuh motifasi itu.<br />“MBAK!! MBAK!! AKU MBAK! AKU MBAK! AKU BELUM MBAK!!.. MBAK??”<br /><br /><br /><br /><br /> ***<br />“yes! dapet!!” kata gue, dengan penuh kemenangan. 1 cup eskrim coklat udah di tangan. Ternyata gak percuma perjuangan gue dalam 5 menit terakhir berebut es krim sambil terus-menerus merapal kata ‘mbak’ selama hampir seratus kali. Ternyata keberhasilan sangat ditentukan oleh seberapa kreatif kita merangkai kata ‘mbak’ tersebut.<br />“eh?? kamu udah dapet?” tanya Tomi keheranan, yang juga antri di samping gue di stand es krim coklat. Emang hampir mustahil bisa dapet es krim secepat ini dengan kondisi yang luar biasa ‘gila’-nya ini.<br />“iya!”<br />“sial!!.. aku harus dapet!..” terlihat, sekarang Tomi makin serius dalam kompetisi ini. Dia kembali lagi dalam usahanya mendapatkan ‘es krim seharga 10.000’ tersebut.<br />Suasana jadi makin gak terkendali. Semua anak makin berdesak-desakan. Gue yang udah dapet es krim, mau gak mau harus mundur dulu. Terlihat Tomi makin agresif.<br /><br />Sambil menikmati es krim coklat yang baru gue dapet, gue mengunjungi Reza dan Dedik yang lagi (sibuk gila-gilaan) antri di stand es krim fanilla.<br />“eh, gimana? Belum dapet?”<br />“belum.. eh? kamu udah dapet ya!” jawab Reza sambil ngeliatin gue. Dia lagi sibuk mati-matian berebut antri. Sepertinya persaingan di stand ini lebih sulit daripada di stand es krim coklat.<br />“hehe..”<br />“kok bisa Bud?” tanya Dedik polos.<br />Sebenernya mau gue jawab, ‘ye iyelah! Gue getho!!’ tapi gue milih diem. Gue gak mau dihajar rame-rame ama anak di sana.<br /><br />…<br />Beberapa menit kemudian, Tomi datang sambil bawa 1 cup es krim coklat. Sepertinya dia berhasil survive dari kompetisi maut ini.<br />“wah, udah dapet Tom?..”<br />“ya iya dong.. dapet dobel!!” jawab Tomi.<br />“hah?” gue ngeliat cup punya Tomi. Terlihat isinya dua kali lipat lebih banyak daripada isi cup punya gue. “kok bisa??”<br />“gila cak..” jawab Dedik, waktu noleh ke Tomi.<br />“kok bisa seh??” tanya Reza<br />“hehehe..” Tomi cuma cengar-cengir.<br /><br />….<br />……<br />Oke! Karena gue baik hati, akan gue jelasin cara mendapatkan es krim yang baik dan benar, hingga gue bisa dapet es krim pertama kali.<br />Here we go!..<br /><br /><br /> KIAT ANTRI ES KRIM SUKSES, TANPA ANTRI<br /><br />1. siapkan jasmani <br />Pastikan bahwa kondisi kamu sehat. Sebelum ikut antri, hitung denyut nadi kamu.<br />Kalo perlu minum antiseptik kaya betadine ato kalpanax, misalnya. Kamu gak mau, waktu lagi antri tiba-tiba penyakit ayan kamu kumat kan?!<br />Lakukan senam jari sebelumnya agar gerak tanganmu lincah pada saat kegiatan rebutan es krim! Bisa dimulai dengan banyak-banyak sms ke temen-temen kamu, latihan ngetik di keyboard dan lain-lain. Lakukan kegiatan-kegiatan yang banyak menggerakkan jari. Meskipun saran ini terlihat ngaco, mengada-ada dan gak guna, tapi percayalah ini akan berguna suatu saat nanti. Sebagai contoh, ada salah seorang anak remaja di suatu tempat di sana yang punya kebiasaan hobi mengetik di hape sejak dini. Karena hobinya tersebut, hal tersebut menjadi mata pencahariannya hingga saat ini. Kini omset-nya besar, dia bisa dapet 5 sampe 10 hape di tempat-tempat umum tiap harinya.<br />(oh maaf! Sepertinya itu maling hape!)<br />Practice make perfect! Semakin kamu latihan, semakin lincah tangan kamu!<br />PS: sangat tidak disarankan untuk ibu hamil!<br /><br />2. siapkan tempat es krim yang baik <br />Hal ini sangat penting, guna sebagai tempat untuk es krim yang akan kita dapat. Kita gak pernah mau berebut es krim dengan hanya menadahkan tangan kita, lalu waktu kita dapet es krim, es krim tersebut ditaroh di kedua tangan kita, dan kita terpaksa menghabiskannya dengan menjilatinya di kedua tangan kita.<br />Untuk itu siapkan tempat es krim yang baik. Cup es krim, misalnya. Dengan desainnya yang aerodinamis, dengan gaya hambatan angin yang minimal, ditambah dengan bahan yang terbuat dari polyester non carbon diokside methanol semi polar yang dikembangkan khusus dengan metode algoritma difusi non stasionair extreme project (sumpah, gue bingung sendiri!), Cup ini memiliki ukuran yang pas untuk 1 porsi es krim. (emang sejak awal ini tempat buat es krim!!)<br />Jika cup es krim dirasa belum cukup dan masih kurang, maka kita bisa siapkan tempat lain yang lebih besar. Gayung buat mandi, misalnya. Dengan ini kemungkinan kita mendapatkan es krim yang lebih banyak pun lebih besar. Tapi sangat mungkin juga terjadi, kita bisa tidak mendapat es krim sama sekali, sambil orangnya bilang, “kenapa gak bawa galon aja sekalian?!”<br />Sangat patut dicoba.<br /><br /></span><strong><span class="fullpost">3. pake teknik dan trik khusus </span></strong><span class="fullpost"><br />Hal ini yang terpenting! Dalam proses mendapatkan es krim, harap diperhatikan hal-hal penting untuk keberhasilan misi.<br />Dalam buku ‘Kiat menjadi Pengemis yang Sukses’, salah satu teknik terampuh agar kita bisa cepat berhasil adalah memasang mimik muka sedih dan memelas. Dengan memasang ekspresi wajah yang ‘minta dikasihanin’, diharapkan orang lain akan dengan mudah memberikan apa yang kita inginkan. Hati orang lain akan mudah tersentuh dan trenyuh, lalu akan memberi kita apa yang kita inginkan.<br />Kalo kebingungan bagaimana ekspresi wajah orang sedih, gak perlu khawatir! Kamu cuman perlu ngebayangin ortu kamu gak ngasih uang saku selama 1 bulan, maka ekspresi wajah kamu akan berubah jadi seperti itu tanpa secara otomatis!<br />Setelah berlatih mimik muka lancar, tinggal tambahin efek kata-kata agar orang lain lebih ngasihanin kamu,<br />“kasihan pak, dua hari gak makan di McD.. kasihan pak..”<br />Dan kamu pun siap berebut es krim.<br />(Note: Totalitas dalam berakting sangat berpengaruh besar di sini! Waspadalah!)<br /><br /><br />Tambahan: siapkan petasan!<br />Selalu ada kemungkinan tips-tips yang kita lakukan gak berhasil, terlebih lagi tips-tips di atas. Kalo udah dalam keadaan seperti itu, apa yang akan kamu lakukan?<br />Bunuh diri? Eits, jangan dulu! Yang kamu butuhkan di sini hanyalah petasan.<br />Saat dirasa semua cara-cara yang kamu terapkan dalam mendapat es krim tidak berhasil, segera siapkan beberapa biji petasan ukuran agak besar yang udah kamu persiapkan sebelumnya. Nyalakan beberapa biji sekaligus.<br />Saat muncul waktu yang tepat, segera lemparkan ke sekeliling kamu dan segera kabur dari tempat itu dengan memanfaatkan efek asap dan ledakan dari petasan yang meledak.<br />Sosok kamu menghilang, dan kamu pun aman.<br /><br />Jika cara ini masih gak berhasil?<br />Oke! Kamu boleh bunuh diri pake petasan!<br /><br /><br /><br /> ***<br /><br />“sepertinya kita harus make strategi!” kata gue serius.<br />Kita ber-empat berdiri gak jauh dari stand es krim. Berdiri santai sambil menikmati suasana sekeliling. Suara lagu band pengiring terdengar santai. Kita sedang dalam posisi suka cita menikmati es krim kita masing-masing. Gue dengan es krim rasa strawberry berwarna pink di tangan gue. Ini adalah es krim ke-lima gue. Tomi dengan es krim fanilla-nya. Sepertinya itu es krim ke-enamnya. Dedik dan Reza dengan es krim coklatnya. Entah itu es krim yang ke berapa.<br />Tinggal tambahin kumis palsu, kita ber-empat dengan es krim masing-masing di tangan udah mirip kaya om-om yang suka nyulik anak kecil make es krim. (emang ada, gitu?)<br /><br />“strategi?” tanya Dedik, heran.<br />“iya.. stategi.. buat mendapatkan es krim!”<br />…<br />…..<br />Strategi. Ya, seharusnya gue kepikiran pake cara ini sejak awal. Strategi. Di mana-mana kalo ingin mendapatkan hasil memuaskan kan memang harus make strategi. Bangsa Troy bisa menang perang, karena strategi. Spartan bisa menang perang, karena strategi. Obama jadi presiden, karena strategi. Si Udik bisa kabur waktu disuruh belajar, juga karena strategi. (ralat! Yang terakhir lebih kepada ‘pinter ngeles’)<br />Ya.. Strategi. Kalo mau berhasil, mesti pake strategi. Itu udah jadi hukum alam. Ini harus dilakukan. Gue udah jenuh datang berkali-kali ke stand es krim, lalu kemudian menyodorkan cup es krim rebutan ama banyak orang sambil bilang “Mbak! Mbak! Aku mbak!..”<br />Dan baru mendapatkan es krim 5 menit kemudian.<br />Betapa harga diri kita diinjak-injak hanya untuk sebuah es krim!<br />*mulai mempertanyakan tentang eksistensi harga diri sendiri*<br />Seharusnya ada cara yang lebih cepat kan? Dimana kita gak perlu antri dan berebutan cuma buat dapetin es krim??<br />Cara itu pasti ada, tapi gak gampang tentunya.. karena kalo gampang, pasti semua orang yang ada di ruangan ini pake cara itu buat dapetin es krim. Tentu saja..<br />Gue bayangin, seandainya saja stand es krim di sini jumlahnya ada sepuluh, pasti kita gak perlu antri sampe gini. Kita gak perlu berebutan dorong-dorongan hanya untuk mendapatkan es krim. Gue itung, antara jumlah total pengunjung di sini, dikali dengan kecepatan dalam melayani permintaan es krim per cup, lalu dibagi kecepatan tiap pengunjung dalam menghabiskan es krimnya, kemudian diakar dengan keinginan serta niat tulus pengunjung untuk mendapatkan es krim lagi dan diprosentasikan dengan kapasitas perut manusia dalam menampung makan di dalamnya dikali sepuluh, maka jika stand es krim jumlahnya sepuluh maka akan banyak mengurangi resiko dari antri dan berebutan jika dibandingkan jika hanya ada tiga stand saja. (analisa apa ini?!!)<br />Atau, seandainya saja tersedia satu stand es krim untuk setiap orang pengunjung di sini, maka kemungkinan mengantri pastilah menjadi 0% pemirsa! Dan gue pasti bisa senyam-senyum setan selama di sini!<br />Gue bayangin, gue bisa minta es krim kapanpun dan dalam kondisi apapun,<br /><br />“mbak, es krim lagi! yang coklat ya..”<br />“hah? Udah abis? Perasaan tadi barusan aja minta kan?”<br />“udah abis tadi!”<br />….<br /><br />“mbak, es krim lagi! Yang coklat ya..”<br />“hah?? Udah abis lagi?”<br />“iya!”<br />….<br /><br />“mbak, es krim lagi! Yang strawberry ya..”<br />“mas, es krim coklat di cup-nya masih penuh tuh!”<br />“…”<br />…<br /><br />Iya, seandainya kaya gitu..<br /><br /><br />Gue mikir sejenak.<br />Ah! Gue nemuin rencana bagus! Gue langsung kepikiran lagi tentang rambut si Reza.<br />Karena tadi rencana ‘membakarrambutrezasebagaibomasap’ batal, gimana kalo sekarang aja?!<br />Hm… ide yang brilian. Semua orang di sini pasti pingsan, setelah menghirup asap dari rambut Reza yang konon dapat membunuh semua nyamuk di benua afrika itu! Dengan begitu, kita ber-empat bisa menikmati es krim sepuasnya.<br />Oke kita susun rencana di tiap step-nya.<br />gue yang bagian nyalain rambut si Reza. (di sini gue musti make masker oksigen biar gak keracunan asapnya)<br />Tomi ama Dedik mengalihkan perhatian. (entah, mereka mau melakukan tari perut ato, tari ular ato apa)<br />Pengunjung terkecoh oleh Tomi ama Dedik. (ternyata mereka beneran melakukan tari perut)<br />Reza yang rambutnya udah terbakar, mengendap-endap mendekati pengunjung sambil guling-guling secara perlahan. (ini dilakukan karena ‘guling-guling’ terlihat lebih keren. Salahnya sendiri, disuruh ini itu mau aja!)<br />Penonton yang terkecoh, tanpa sadar mulai keracunan menghirup asap. (Tomi ama Dedik make masker oksigen, biar gak ikut keracunan)<br />Reza terus berputar guling-guling di sekitar penonton hingga semua keracunan. (gak tahu, kenapa dia hobi banget guling-guling)<br />Semua keracunan. Reza gue suruh berhenti.<br />Ternyata si Reza juga keracunan! ( dia satu-satunya yang gak make masker! ternyata dia keracunan asap dari rambutnya sendiri!)<br />Kita bertiga bawa si Reza ke rumah sakit.<br />…<br />….<br /><br />“gimana strateginya?”<br />“gak wes.. gak jadi..” jawab gue singkat.<br />Gak mungkin gue mengatakan rencana gue yang abstrak itu. Rencana yang buruk. Sangat buruk. Iya, emang yang terbaik adalah pake cara yang semua orang ini lakukan. Mengantri.<br />…<br /><br />“eh, ayo ngerjain tugas siskom!” Dedik tiba-tiba ngingetin hal yang beberapa puluh menit ini gue lupain.<br />“eh?! iya ya?..” gue ngeliat jam di hape gue. udah hampir jam 12. “oke! Habis ini!..”<br />Gue lalu kembali ke barisan orang-orang yang berebutan antri itu. Gak lama, ketiga anak itu juga ikut menyusul.<br /><br /><br /><br /><br /> ***<br /><br />Kita ber-empat duduk di pojokan ruangan. Duduk di bangku kelas yang sebenarnya tadi dalam posisi terlipat. Bangku-bangku yang emang disusun di pojokan, agar ruangan jadi kosong dan dapat digunakan buat menggelar acara ini.<br />Tomi duduk sambil terus menikmati es krim-nya, yang entah ini sudah yang ke berapa. Dia dalam posisi tidak ingin diganggu. Reza lagi sms-an. Sepertinya usus di perutnya udah beku karena es krim. Mungkin untuk sebulan ke depan dia bakal benci es krim.<br />Gue ama Dedik sedang berhadapan dengan kertas F4 dan pulpen, mengerjakan tugas rangkuman siskom buat kuliah entar. Bersama laptop Tomi yang menyala, menampilkan file ppt yang berisi apa-apa aja yang harus kita tulis.<br />Agak aneh emang, pesta ada di tengah ruangan, sementara kita malah berada di pojokan. Keluar dari hiruk-pikuk di sana. Seolah membuat dunia sendiri yang membatasi antara kita dengan mereka.<br /><br />“Rez, pinjem cup-mu ya??” kata Tomi tiba-tiba. Es krim di cup-nya udah abis.<br />“eh, buat apa?” Reza terlihat heran.<br />“buat antri es krim! Kan lumayan, bisa langsung antri dua sekaligus!”<br />“WHATT?!” gue ama Reza langsung kaget. Gila! Yang bener aja! Anak ini terus-terus makan es krim dari tadi! Padahal perasaan dia udah makan banyak!<br />“kamu udah habis berapa cup Tom?” tanya gue.<br />“baru sebelas!” jawabnya polos tanpa dosa. Seolah-olah kalimat ‘baru sebelas’ itu maknanya sama ama kalimat ‘baru satu..’<br />“ya Rez? Cup-mu gak kamu pake kan?”<br />“eng.. enggak sih.. ya wes, pake aja.”<br /><br />Beberapa menit kemudian Tomi kembali dengan pennuh kemenangan, “yee!!.. dapet dua!” dia membawa dua cup es krim, coklat dan fanilla di tangannya.<br />Si Reza lalu ikut menikmati es krim sebagai biaya sewa cup-nya.<br /><br />Ya, gue yakin kita ber-empat bakal pulang dengan gejala sakit perut.<br />…<br />…..<br /><br />…………<br />“eh? ternyata es krimnya bisa dikasih topping ya?” Tomi tiba-tiba nyeletuk.<br />“heh? Maksudnya?” gue gak nyambung, masih fokus ke tugas gue yang hampir aja selesai.<br />Tomi ngeliatin tiketnya. “ini! Di tiketnya! Di empat pojoknya ada gambarnya!” dia nunjuk empat gambar yang emang ada di pojokan tiket masuknya. “tadi aku lihat ada anak yang ke stand itu sambil ngasih tiketnya.. lalu es krimnya dikasih sesuatu di atasnya sama mbaknya!”<br />“eh? masak sih?” gue lalu buru-buru ngambil tiket gue yang ada di saku. Gue liatin. Ternyata bener, di bagian ke-empat pojok tiketnya ada gambarnya! Gue lihat ada gambar biscuit, wafer stick, meses dan bubuk. Gak tahu, bubuk apaan. Lalu ada gambar gunting dan batas garis putus-putus di sisi luarnya. “iya! Bener!”<br />“eh, iya tah?” tanya Reza sambil ngeliatin tiketnya.<br /><br />Menurut dugaan gue, seharusnya tiap orang yang masuk sini maksimal bisa dapat topping hingga 4 kali. Setiap minta topping, maka salah satu pojokan tiket kita yang bergambar itu bakal dipotong. Jadi, meskipun bisa antri es krim sepuasnya, tapi kita dibatasi hanya sampai 4 kali topping.<br /><br />“apa?!! Jadi kita udah berkali-kali antri es krim secara membabi buta, DAN BARU TAHU HAL INI SEKARANG?!!”<br />“AGHHH!!..”<br /><br /> THE END<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06906279585036140323noreply@blogger.com17