-taman pelangi-

Author: Unknown // Category:
Kita berlari, menari, berhambur pergi..
Nyanyian para peri dan kicauan burung simphoni menyeruak penuh warna-warni mengiringi..
Harum menyeruak, menjerat, menyatukan dua hati..Terbenam dalam janji..

Di taman pelangi.

***

Gelap. Dia sulit bernafas. Terasa hawa panas dari keluar dari sekujur tubuhnya. Dia mengerang lebih keras lagi.
“AHHH!!” suara pekiknya seketika memenuhi atmosfir di kamar seluas dua kali tiga meter di lantai dua rumahnya itu. Matanya membelalak. Keringat mengucur deras dari seluruh permukaan tubuhnya yang seputih porselen tersebut. Bajunya basah. Tubuhnya gemetar hebat.
Pintu kamarnya seketika terbuka. “Nona! Nona baik-baik saja?!” Pria paruh baya yang membawa handuk kecil di tangan kanannya itu seketika dengan langkah cepat dan tergopoh-gopoh mendatangi gadis kecil berambut pirang yang terduduk di atas tempat tidurnya tersebut. Gadis itu berusaha mengatur nafasnya yang masih memburu. Matanya menatap ke depan dengan tatapan kosong.
“Mimpi yang sama lagi?” kata pria itu, lalu perlahan menyeka keringat di wajah gadis itu. Dia berhati-hati sekali menggosok kulit yang hampir seputih mayat itu dengan penuh kelembutan. Warna kulit yang perlahan memutih sejak seminggu yang lalu, yang pastinya akan terlihat wajar seandainya saja dia tidak bernafas ataupun hidup. “Lihat, keringat anda begitu banyak”
Gadis itu mengangguk pelan setelah beberapa saat. Setelah keadaan menjadi benar-benar tenang, dia membuka mulutnya. “Sudah ke-tujuh kalinya.. Entah, apa artinya.”
“Mungkin ini karena obat yang anda minum belakangan ini. Mungkin efek samping dari obat itu, yang membuat nona muda jadi sulit tidur, dan menyebabkan mimpi buruk begitu nona tertidur.”
“Bukan! Aku justru meminumnya agar aku tidak tertidur lagi dan bermimpi mimpi itu lagi! Aghh!..” kata gadis itu setengah berteriak, sesuatu yang pasti akan membuatnya memintakan maaf untuk beberapa menit ke depan. Pria itu tahu, nona kecil ini dalam kondisi yang buruk.
“Sebaiknya saya membawa obat-obat ini turun,” kata pria itu, sambil mengambil sebuah botol kecil di meja kecil di samping tempat tidur. “Ah, apa anda ingin saya mengambilkan baju lagi ketika turun? Ah, baiklah, saya ambilkan.” dia menyimpulkan kalimatnya sendiri, lalu secepat kabut malam menghilang dari kamar itu.
Masih di tempat yang sama, gadis kecil bermata coklat itu menatap jari telunjuknya. Sebuah goresan kecil membuatnya mengeluarkan darah. Pikirannya kembali menuju kabut-kabut sesak mimpi yang mengikat pikran dan jiwanya untuk waktu yang lama itu. Sebuah taman. Taman yang tenang dan damai, yang dipenuhi beribu macam bunga berwarna-warni. Tulip, mawar, Melati, menguncup warna-warni berderet-deret, berbaris, meluas di sebuah lahan kosong yang ditumbuhi rerumputan yang hijau merata. Di sekeliling dari taman bunga itu terdapat lorong dan bangunan panjang yang di dalamnya berderet-deret bangku seperti sebuah kelas. Di salah satu sudut menara terdapat lonceng hitam setengah berkarat berukuran agak besar yang seolah-olah telah lama dan merelakan dirinya selamanya di sana. Dia berjalan berkeliling tanpa arah mengitari taman itu. Di dalam mimpi itu langit memamerkan cahaya bulan yang penuh dengan sinar yang cemerlang sehingga dia dapat melihat beragam warna-warni dari ribuan bunga itu, lebih jelas daripada mimpi-mimpinya sebelumnya. Sama seperti bulan di langit yang mengintip melalui jendela kamar malam ini. Dia berjalan perlahan-lahan dengan perasaan seolah-olah ada yang memanggilnya, tapi dia tak tahu apa, atau siapa. Yang dia tahu, dia mengalir mengikuti emosi dan perasaannya saat itu. Ia terus berkeliling, tapi tak sekalipun meninggalkan taman itu. Jiwa dan keinginannya terjebak di tengah taman ini. Tidak, taman ini memang seolah hidup dan sengaja ingin mengurungnya di sini. Seperti ada yang memang belum terselesaikan.
Suatu kali dia merunduk pada satu bunga tulip kecil berwarna putih dan berusaha mengambilnya, tapi tak ada yang terjadi. Dia berusaha mencabutnya, tapi tidak dapat. Bahkan dia tidak mampu menyentuh bunga tersebut dengan tangannya. Ketika dia berusaha keras untuk dapat menyentuh bunga-bunga lain, kali ini dia dikejutkan oleh suara seorang laki-laki, berbeda dengan mimpi-mimpi sebelumnya.
“Bahkan setelah kepergianmu, kamu masih menepati janjimu.” dia menoleh, lalu samar-samar terlihat sosok anak laki-laki yang dengan gerakan perlahan mendekatinya.
Dia menatap lekat wajah anak laki-laki itu, tapi sangat samar. Hanya nada suaranya yang terlihat berat yang mampu dia tangkap dengan indra pendengarnya. “Di mana ini?”
“Kau ingat, pertama kali kita ke sini?” laki-laki itu semakin mendekati dirinya, tapi tetap saja sosoknya terlihat samar olah matanya. “Lututmu berdarah karena terlalu bersemangat berlari mengajakku kemari. Kau tidak menangis, tapi justru aku yang menangis karena ketakutan ketika itu.”
“Siapa kau? Di mana ini?” tanyanya, tapi tak ada rasa penasaran sedikitpun di benaknya. Dia hanya secara refleks bertanya.
“Mungkin karena hal itu.. wajar kau tak ingat. Kita sepakat menyubutnya Taman Pelangi. Kita selalu bertemu di sini.” laki-laki itu mengangkat telunjuknya ke depan, tepat di depan wajahnya. “Kau masih ingat janji kita?”
Tiba-tiba tangannya secara tanpa sadar juga ikut maju ke depan dan menunjukkan jari telunjuknya mengikuti laki-laki itu. Tak butuh lama, akhirnya kedua jari telunjuk mereka bertemu dan bersentuhan satu sama lain.
“Satu!” laki-laki itu berteriak. ”Selalu bersama, selalu sehati! Hingga akhir nanti!” tiba-tiba tubuhnya terasa teramat kaku dan mengejutkan seperti tersengat listrik. Dia tak dapat bergerak.
“Dua! Di tengah bulan Mei kita bertemu di sini! Di Taman Pelangi!” tubuhnya bergetar hebat. Dia tak mampu menahan ataupun melepasnya. Sisi jari telunjuk yang bersentuhan dengan laki-laki itu mengeluarkan darah. Dia hampir tak sadarkan diri.
“Tiga!” belum sempat laki-laki itu meneruskan kalimatnya, pandangannya gelap dan dia tersedot melayang.
Dia terbangun dengan paksa.

***

Matahari tersenyum gembira di suatu pagi yang cerah. Ayam jago baru saja menyelesaikan nyanyian paginya bersamaan dengan orang-orang yang memulai aktifitasnya.
“Sudah, berhentilah bersedih! Sudah seminggu kau begitu! Orang yang telah pergi, tidak mungkin kembali.” kata ibu itu ke anaknya yang sejak tadi diam, sambil mengambilkannya nasi ke dalam sebuah piring. Kedua orang tua dan anak laki-lakinya itu berada di ruang makan untuk mengawali hari itu. Si anak hanya terdiam murung sambil memainkan sendoknya.
“Memang, ada apa, Bu?” tanya sang ayah heran, sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
“Sejak dia mengetahui kabar temannya meninggal karena kecelakaan, dia terus menerus bersedih dan mengurung diri di kamar.”
“Dia itu sahabat, Bu! Sahabat!” katanya akhirnya bersuara dengan nada keras. “Sahabat itu berbeda dengan teman!”
“Iya-iya.. Menurut Ibu, sama saja. Kau itu harus realistis! Dia sudah pergi dengan tenang, jangan kau membebaninya dengan perasaan kehilanganmu itu. Sekarang cepat habiskan makananmu dan cepat berangkat sana!” kata sang ibu menceramahi, sama seperti yang dilakukannya selama enam hari ini.
“Benar kata Ibumu itu, seorang lelaki seharusnya kuat dan tidak menangis.” sang Ayah akhirnya berbicara tentang kejantanan dan keberanian seorang laki-laki seperti biasanya. ”Eh ngomong-ngomong, telunjukmu kenapa kamu plester gitu? Abis kena apa?”
“Gak apa-apa, Pak.” katanya singkat, dengan nada datar. Seolah dia tak ingin membahas apapun lagi.
Ayahnya hanya diam memandangi, yang lalu berusaha mengganti topik dialog. “Eh Bu, tahu cerita yang dibahas orang-orang itu Bu? Katanya di taman bunga di sekolah SD di depan itu beberapa hari terakhir ini tiap malam selalu muncul sosok bayangan perempuan gentayangan misterius. Penjaga sekolah yang mengetahuinya..” belum selesai menjelaskan, lutut sang ibu menyenggol kakinya sambil meletakkan telunjuk di depan mulutnya, tanda menyuruh diam.
“Stt!” kata sang ibu sambil memainkan matanya ke arah anaknya.
Anak itu segera berlari ke kamarnya dan membanting menutup pintunya. Belum terlepas sang Ayah dari rasa heran, sang Ibu segera menjelaskan, ”Itu adalah temannya yang kecelakaan.”

***

Bulan purnama masih terlihat utuh dan bersinar terang seperti malam sebelumnya. Ribuan bunga di Taman Pelangi bermekaran indah. Terlihat dua sosok saling mengaitkan telunjuk mereka berhadap-hadapan.

“Tiga! Ketika yang satu pergi, yang lain ikut menemani! Kita berjanji!..”

“Di Taman Pelangi!”


10 Responses to "-taman pelangi-"

Audrey Subrata Says :
24 Februari 2011 pukul 18.09

wowowowooo seru bacanya. cuma rada puyeng aja, lebih enak bacanya kalo dikasih spasi antar paragraf :3

Unknown Says :
26 Februari 2011 pukul 06.22

@audrey: makasih masukannya. :D

kangmusa Says :
28 Februari 2011 pukul 08.55

assalamualaikum
alhamdulillah saya sempat berkunjung ke blog ini lagi
setelah membalas komentar Anda di blog kangmusa tentunya
dan selalu saja posting yang Anda sajikan sangat menarik dan inspiratif
seperti mengajak untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi ke depan
semoga saya bisa mengambil pelajaran berharga dari posting-posting Anda
jangan lupa untuk berkunjung balik ke http://www.kangmusa.com
salam hangat
kangmusa

boot Says :
28 Februari 2011 pukul 21.24

@kang musa: terima kasih.. :D

IYO Says :
10 Maret 2011 pukul 03.42

wah, bagus.. orang sastra ya?

Unknown Says :
13 Maret 2011 pukul 06.12

@IYO: makasih.. :D
gak sih, cuma lagi berlatih menulis aja.. ^^

IYO Says :
14 Maret 2011 pukul 13.02

oh, kalau gitu saya koreksi dikit boleh ya
di dialog yang pake tanda kutip itu gaboleh ada (!) & (?) lebih dari satu, misal "dua, di tengah bulan Mei kita di sini, di taman pelangi!" yaah, setau saya sih begitu. Soalnya saya juga lagi latihan menulis^^

Unknown Says :
15 Maret 2011 pukul 05.42

IYO: wow.. terima kasih atas koreksinya! :D baru tahu kalo salah nih.. terus, ada lagi gak ya, yang salah penulisannya?
^^ wah, sama-sama latihan menulis ya.. semangat!

IYO Says :
15 Maret 2011 pukul 13.24

ah ya, ada satu lagi, di akhir dialog kalo setelahnya mau ada lanjutan gaboleh pake titik, mestinya pake koma, misal

"Bahkan setelah kepergianmu, kamu masih menepati janjimu," dia menoleh

keculai kalo dialognya di akhirin (?) ato (!) gaperlu pake koma.
Selain itu menurut saya udah bagus kok :)

Unknown Says :
27 Maret 2011 pukul 07.38

@IYO: wah, makasih masukannya! :D

Posting Komentar