Write what you feel…
Write everything that moving around in your mind dan heart. Write…everything that make you can think something till it can change all of you… to become yourself now… and dicided,
“I’ll do it!”
…
***
…
‘wah, bulan hari ini bagus ya..’ gue ngeliat bulan yang terang di langit waktu itu. Cuma ada beberapa bintang yang bersinar terang waktu itu. Gue duduk di tepi luar mushola gedung D3 setelah abis sholat isha. Melihat ke atas langit, dengan kedua tangan yang menyangga badan gue ke belakang. Angin waktu itu emang agak sejuk. Semua anak-anak udah kembali. Tapi nggak tahu kenapa, gue masih aja diem disini. Belum make sepatu gue. Gue masih kepikiran ama kalimat di majalah yang gue baca tadi siang.
’.. katakan perasaan anda kepada orang yang anda sayangi. Dengan mengatakannya, maka orang tersebut akan mengerti apa yang..’
Ugh!!... kalimat kaya gitu udah nggak asing lagi di telinga gue. Kalimat kaya gitu emang sering muncul dimana-mana. Bagai mantra yang semua orang udah setuju dan mengakui kebenarannya. Di televisi, film, koran, majalah, buku, dan berbagai macam media lain, yang memungkinkan buat menyampaikan sesuatu.
Ya, gue emang udah sering ngedenger, ngeliat, dan baca hal-hal kaya gitu. Tapi nggak tau kenapa, kali ini kayanya ada yang beda.
Gue mikir lagi, mungkin bagi sebagian orang, mengatakan perasaan kaya gitu ke orang lain mudah. Tapi bagaimana dengan sebagian orang lainnya, apakah semudah itu? Bahkan bagi gue, hal itu hampir mustahil buat gue lakuin sebesar apapun gue berusaha mengatakannya.
Ya. sejak dulu gue selalu berharap gue bisa kaya orang-orang itu, yang bisa dengan mudah mengatakan apa yang mereka rasain ke siapapun. Mengatakan apa yang sedang mereka pikirkan, apa aja keinginan mereka, apa aja harapan mereka dan lain-lain. Gue mikir, wah! Orang kaya gitu pasti selalu hepi ya! orang lain bisa dengan mudah, mengetahui apa yang lagi dipikirkannya. Tapi gue nggak! Gue lebih banyak berfikir daripada bicara. Pikiran gue seperti memiliki beribu-ribu filter yang menunggu untuk dilewati sebelum akhirnya gue bisa mengatakannya.
Gue selalu ingin bisa terbuka dengan orang-orang disekitar gue. Tapi selalu aja ada perasaan kaya, ’apa kalo gue ngomong gini, akan jadi lebih baik?’, atau ’apa yang gue pikirin ini udah bener?’, ’apa gue pantes ngomong kaya gini?’, ’apa ini waktu yang tepat ya?’
Hingga akhirnya gue hanya mengatakan sesuatu di saat yang tepat aja.
***
...
Can you say it?
...
Bulan malam ini begitu sempurna untuk membawa gue ke semua pecahan-pecahan ingatan gue. Ingatan yang masih aja menjadi bagian hidup gue.
Gue masih inget, waktu gue maih duduk di TK dulu.
Waktu itu hari ibu. Kita sekelas disuruh buat yang namanya kalung dari sedotan warna-warni yang lucu, buat dikasihkan ke ibu masing-masing anak setelah kalung itu jadi. Tentu aja yang ngasihkan adalah anak yang buat.
Setelah semua anak selesei buat, guru ngomong ke anak sekelas.
”jadi anak-anak, nanti setelah sampai dirumah nanti, temui ibu kalian.” kata guru TK gue bersemangat, sambil memegangi kalung dari sedotan yang terlihat lebih bagus dan rapi daripada buatan kita sekelas ” Waktu udah siap, suruh ibu kalian menutup mata. Lalu pakaikan kalung itu di leher ibu kalian, lalu saat ibu kalian membuka matanya, bilang gini ya,..”
Guru itu diem sebentar.
”selamat hari ibu, Bu!..” guru itu memperagakannya dengan penuh semangat.
”gimana? Bisa kan?”
”hah?!”, ”Huh!!....”, ”masa pake gitu Bu!..”
beberapa anak banyak yang mengeluh. Mungkin mereka malu untuk mengatakannya. Tapi gue diem aja. Gue dalem ati,
’ini mustahil! Hati gue nggak akan kuat ngelakuin itu!’
Dalam perjalanan pulang, gue terus mikirin hal itu.
’dikasihkan nggak ya.. kenapa ati gue jadi gini.. bisa nggak ya..’
Akhirnya hari itu gue nggak jadi ngasihkan kalung itu ke nyokap gue. Gue cuman bisa diem aja, waktu pulang dan ditanyai nyokap, ’tadi diajarin apa di sekolah?’
Gue waktu itu cuma bilang dalem ati, ’Selamat hari ibu, Bu.. ’
’maaf Bu, hari ini kalung itu mungkin cuma akan selalu berada di dalam tas itu.. kalaupun suatu hari nanti ibu menemukannya, mungkin yang cuma bisa kukatakan adalah ”oh, itu buat waktu kerajinan tangan kemarin”’
Gue yang dulu masih kecil itu, selama dua hari mikirin hal itu. Hal yang seharusnya nggak terjadi, kalo gue waktu itu pulang dan memberikan kalung itu sesuai apa yang diinginkan guru gue. Gue tahu, kalo apa yang udah gue lakuin itu salah. Tapi gue terlalu malu buat bilang kalo gue sayang nyokap gue. Gue selalu nggak bisa ngomong apa-apa ke seseorang, saat gue memiliki perasaan ke orang itu.
Itu juga yang terjadi, waktu tiap gue pulang kuliah sore-sore. Udik, adik laki-laki gue yang paling kecil, yang denger suara vespa gue, pasti langsung keluar sambil bilang,
“wah! Mas pulang!!” dia bilang dengan penuh semangat. “sebentar, tak benerin dulu!” dia biasanya langsung benerin injakan buat sepeda motor yang miring biar vespa gue bisa langsung masuk ke dalam rumah.
Gue di saat-saat seperti itu, kepengen banget bilang, “makasih ya, Udik!”
Tapi enggak, gue sulit banget bilang itu. Yang bisa gue lakuin cuma tersenyum ke dia.
”eh, aku tadi gambar monster! Coba liat, bagus gak?”
Setelah itu, biasanya memang dia cerita apa aja yang terjadi seharian, ato apa aja yang udah dia lakuin ato yang dia gambar, dan nunjukkin ke gue.
Di waktu malam, waktu dia tidur, gue meluk dia dan mencium pipinya.
’selamat tidur.. dirimulah yang selalu bisa membuat gue tetap pulang kuliah tiap hari, seberat apapun perjalanan itu. Seberat apapun yang udah gue lewatin selama seharian.’
Sejak kecil, gue pengen banget orang-orang yang gue sayangi tahu, kalo gue sayang mereka. Nyokap, adik-aik gue, bokap, keluarga, temen-temen, gue pengen banget mereka tahu. Tapi entah kenapa, gue masih aja sulit ngomong sayang ke seseorang yang gue sayangi. Sekeras apapun gue mencoba mengatakannya. Yang bisa gue lakuin cuma berusaha ngelakuin dan bersikap yang terbaik, yang bisa gue lakuin ke mereka, dan berharap suatu saat mereka tahu perasaan gue melalui apa yang udah gue lakuin.
...
***
...
When you fallin’ love, what would you do?
Can you say it?
Or..
Write it?
Angin malam itu makin berhembus. Udah nggak ada lagi orang yang lalu lalang.
Tetapi malam masih tetap hidup, dengan sinar bulan yang menghujani seluruh penjuru langit malam ini. Beberapa bintang terlihat sangat redup. Cuma satu bintang selalu tersenyum terang ketika malam tak berawan. Cuma dia, yang terlihat tak terelakkan oleh pekatnya malam.
”kenapa gue masih suka dia ya?”
Hening. Yang ada hanyalah hembusan angin itu.
Tak satupun menjawab. Bahkan Claire pun tak menjawab. Bintang yang selalu bersinar paling terang di saat malam tak berawan itu memang tak pernah menjawab. Kalaupun ada seseorang disamping gue, mungkin akan menjawab, ’mungkin kalian punya banyak persamaan kali... Mungkin saja kan?’
Gue mikir lagi, persamaan? Mungkinkah..
Persamaan...
Gue masih inget, waktu awal-awal dulu. Waktu dia pertama kali menarik gue bagai magnet dengan cara-cara anehnya. Menarik perhatian gue dengan cara bicaranya. Dan berbagai macam hal-hal lain yang ditunjukkannya yang membuat gue langsung berpikir, ’ah! Dia ternyata tahu..’
Hal-hal lain lagi, yang membuat gue so interesting dan berkata, ’ayo! Ayo! Apa lagi.. Show me who you really are..’
Hal-hal lain lagi, yang ngebuat gue selalu ngebuka wall dia saat gue online di facebook cuma buat tahu apa aja yang dia lakuin, ama siapa aja dia saling koment, dan nunggu saat-saat dia terlihat dalam daftar teman yang online agar kita bisa saling chat disana.
Hmph…. I’m feeling so stupid and blind on that point.
Hal-hal lain lagi, saat gue makin kenal dia saat kita ‘pernah’ seru-seruan dan gila-gilaan, sikap dan cara kekanak-kanakannya yang khas yang sanggup merubah keadaan biasa menjadi something happen, saling mengejek dan mengatakan, kalo kita sama-sama aneh.
After all, di satu titik gue mikir, I think I like her.
Yeah. I like You.
Persamaan? Mungkinkah..
Gue masih inget, waktu terus berjalan sejak saat itu. Gue yang waktu itu ngerasa begitu dekat denganmu, (entah apa yang membuatnya seperti itu, meskipun gue berusaha sekuat tenaga buat nggak mendekat), cuma bisa menutupi perasaan gue darimu. Gue berusaha keras agar perasaan happy gue nggak kebaca dengan jelas waktu di depanmu. Tak terbaca olehmu. Gue berusaha buat nggak berekspresi agar semua yang terjadi di diri gue nggak terlihat di depanmu. Agar semua terlihat wajar di depanmu.
Tapi percuma juga. Sebaik-baik gue, dirimu masih bisa tetap merasakannya.
Gue berusaha berfikir logis atas apa yang terjadi. Gue bertanya-tanya, apa yang sebenernya terjadi. Apa yang sebenernya gue rasain.
...
’nggak, ini pasti cuma perasaan sementara aja!’
’pasti ini nanti ilang sendiri..’
...
..
’memang apa kelebihannya, ampe gue kok jadi gini?’
...
..
’ayolah! Lagian, diakan sama sekali gak feeling ke kamu. Gak akan pernah..’
’you would just become hurt if you go like this! Remember that!!..’
…
‘kamu nggak akan berhasil! Seberapapun kau berusaha.. it was become a curse after all!’
…
‘yeah! It may just an illusion.’
Semakin jauh gue mikir, ini cuma akan semakin membingungkan. Yang terjadi hanyalah perang perasaan melawan logika. Tak pernah memunculkan penyelesaian.
Dan, akhirnya gue sadar..
Sebenernya yang terjadi adalah gue lari dari perasaan gue yang sebenarnya. The truly feeling..
the feeling that I love You.
I’ve run so far, because I never can show it to you… never can tell you.. that I love you.
Ya. Itulah yang terjadi. Gue kembali menyadari. Gue kembali mengingat-ingat hal-hal tentang apapun yang terjadi. Gue inget, waktu gue berusaha mengetahui dirimu yang sebenarnya, berusaha mengetahui kekurangan dan kelebihanmu agar gue bisa kembali berfikir logis tentang dirimu. But it’s not work! Never work!
Justru sifatmu yang ceria dan selalu bersemangat itulah sebenarnya kelebihanmu. Sifatmu yang sanggup menyemangati orang lain itulah kelebihanmu yang sebenarnya.
Kebiasaan gue yang menerima orang lain apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menganggap kekurangan orang lain adalah kelebihan lain dari orang tersebut ngebuat gue sadar satu hal: Gue emang selama ini udah berfikir logis terhadap apapun. Paling logis. Gue emang selama ini nggak pernah me-nomorsatu-kan perasaan gue. Gue selalu memikirkan apa yang memang seharusnya dilakuin, bukan apa yang ingin gue lakuin.
So, In my most logical condition of my mind, I still love You.
Gue masih inget, apa yang terjadi akhir-akhir ini. Gue langsung menyadari, betapa egoisnya gue. Gue selalu menyimpan perasaan gue sendiri, dan berusaha menangani sesuai cara gue sendiri, tanpa sedikitpun memberitahukannya. Tanpa sadar. Gue menyakiti diri gue sendiri, bahkan mungkin tanpa sadar menyakiti temen-temen gue yang lain, mungkin juga dirimu.
***
”kenapa gue masih suka dia ya?”
Hening. Masih tak satupun menjawab.
…
…..
Langit malam mulai berawan. Bintang-bintang itu tak terlihat lagi. Gue menutup mata. Semua hal dan kenangan tentang apa yang terjadi kembali mengait di setiap ingatan gue...
Gue tersenyum..
Ingatan itu, ingatan saat gue pertama kali bertemu, kita mengobrol dan bermain permainan kotak-kotak angka yang nggak jelas waktu itu.
Ingatan itu, saat pada suatu waktu kamu berkata, ”aku sudah baca semuanya!”
Ingatan itu, saat tanpa sadar, gue sudah terlalu dalam masuk dalam kehidupan kalian dan sering menghabiskan waktu bertiga. Saat-saat gue menyadari dan bicara pada diri sendiri, ’Seharusnya aku nggak mengganggu kalian. Kalian berdua sudah bahagia’.
Ingatan itu, di saat-saat gue berusaha menjauh dan menghindari segala hal yang bisa membuat diri gue bertemu lagi denganmu.
Ingatan-ingatan itu, perasaan ’something happen’ di ati gue tiap bertemu dirimu.. hingga kini.
Ingatan itu, saat pada suatu waktu kamu berkata, ”we are who we are..”
…
Finally, I can understand what is it..
Sebenarnya gue nggak mau perasaan ini ilang. Gue cuma nggak bisa mengatakannya, itu aja.
Bukankah perasaan itu datang dan mengalir dengan sendirinya? Kalaupun memang waktunya untuk menghilang, biarkan itu terjadi secara alami dan mengalir. Kalaupun perasaan ini memang masih akan lama, biarkanlah. Gue gak akan melakukan sesuatu unuk mempercepat atau memperlambatnya
Yeah, just let it flow coz everything have it’s time.
Yang perlu gue lakuin bukankah melakukan yang terbaik buat orang-orang yang gue sayangi??
Ya. Sebenarnya cuma itu yang perlu gue lakuin.
Masalah orang yang kita sayangi mengerti atau tidak?? Itu urusan lain..
Like what I’ve know,
Cinta dan ’perasaan ingin memiliki’ itu dua hal yang berbeda.
Oke, mulai sekarang gue mau lebih terbuka dan menjalani hidup sepenuhnya!!
Gue udah lelah bersembunyi dari dunia.
***
..
....
Gue membuka mata. Langit masih saja berawan.
”Claire, bilang hilayama sepuluh kali!!..”
Gue tersenyum sekali lagi.
”ya, kau benar. aku memang tak bisa mengatakannya dengan ceria dan penuh semangat seperti dirinya.”
”tapi mulai sekarang aku berjanji akan lebih bersemangat lagi!!..”
”bukankah seharusnya memang kita menjalani hidup seperti itu? Penuh semangat?”
Gue beranjak. Berdiri. Awan itu terus bergerak. Claire kembali terlihat. Terlihat terang. Di mata gue, kali ini dia bersinar lebih terang dari biasanya.
”baiklah!!... ayo kita pulang! temani aku malam ini untuk menuliskan semua ini. sebelum aku mengurungkannya dan menyesalinya...”
Ya. Sebelum gue menyesal karena tak pernah bisa mengatakannya.
Sebelum akhirnya gue menyesal karena tak bisa, bahkan hanya untuk menuliskannya untuk dirinya.
........
.....
...
Write what you feel…
Write everything that moving around in your mind dan heart. Write…everything that make you can think something till it can change all of you… to become yourself now… and dicided,
“I’ll do it!”
Although if you can’t say. Coz everyone can read it!
Write everything that moving around in your mind dan heart. Write…everything that make you can think something till it can change all of you… to become yourself now… and dicided,
“I’ll do it!”
…
***
…
‘wah, bulan hari ini bagus ya..’ gue ngeliat bulan yang terang di langit waktu itu. Cuma ada beberapa bintang yang bersinar terang waktu itu. Gue duduk di tepi luar mushola gedung D3 setelah abis sholat isha. Melihat ke atas langit, dengan kedua tangan yang menyangga badan gue ke belakang. Angin waktu itu emang agak sejuk. Semua anak-anak udah kembali. Tapi nggak tahu kenapa, gue masih aja diem disini. Belum make sepatu gue. Gue masih kepikiran ama kalimat di majalah yang gue baca tadi siang.
’.. katakan perasaan anda kepada orang yang anda sayangi. Dengan mengatakannya, maka orang tersebut akan mengerti apa yang..’
Ugh!!... kalimat kaya gitu udah nggak asing lagi di telinga gue. Kalimat kaya gitu emang sering muncul dimana-mana. Bagai mantra yang semua orang udah setuju dan mengakui kebenarannya. Di televisi, film, koran, majalah, buku, dan berbagai macam media lain, yang memungkinkan buat menyampaikan sesuatu.
Ya, gue emang udah sering ngedenger, ngeliat, dan baca hal-hal kaya gitu. Tapi nggak tau kenapa, kali ini kayanya ada yang beda.
Gue mikir lagi, mungkin bagi sebagian orang, mengatakan perasaan kaya gitu ke orang lain mudah. Tapi bagaimana dengan sebagian orang lainnya, apakah semudah itu? Bahkan bagi gue, hal itu hampir mustahil buat gue lakuin sebesar apapun gue berusaha mengatakannya.
Ya. sejak dulu gue selalu berharap gue bisa kaya orang-orang itu, yang bisa dengan mudah mengatakan apa yang mereka rasain ke siapapun. Mengatakan apa yang sedang mereka pikirkan, apa aja keinginan mereka, apa aja harapan mereka dan lain-lain. Gue mikir, wah! Orang kaya gitu pasti selalu hepi ya! orang lain bisa dengan mudah, mengetahui apa yang lagi dipikirkannya. Tapi gue nggak! Gue lebih banyak berfikir daripada bicara. Pikiran gue seperti memiliki beribu-ribu filter yang menunggu untuk dilewati sebelum akhirnya gue bisa mengatakannya.
Gue selalu ingin bisa terbuka dengan orang-orang disekitar gue. Tapi selalu aja ada perasaan kaya, ’apa kalo gue ngomong gini, akan jadi lebih baik?’, atau ’apa yang gue pikirin ini udah bener?’, ’apa gue pantes ngomong kaya gini?’, ’apa ini waktu yang tepat ya?’
Hingga akhirnya gue hanya mengatakan sesuatu di saat yang tepat aja.
***
...
Can you say it?
...
Bulan malam ini begitu sempurna untuk membawa gue ke semua pecahan-pecahan ingatan gue. Ingatan yang masih aja menjadi bagian hidup gue.
Gue masih inget, waktu gue maih duduk di TK dulu.
Waktu itu hari ibu. Kita sekelas disuruh buat yang namanya kalung dari sedotan warna-warni yang lucu, buat dikasihkan ke ibu masing-masing anak setelah kalung itu jadi. Tentu aja yang ngasihkan adalah anak yang buat.
Setelah semua anak selesei buat, guru ngomong ke anak sekelas.
”jadi anak-anak, nanti setelah sampai dirumah nanti, temui ibu kalian.” kata guru TK gue bersemangat, sambil memegangi kalung dari sedotan yang terlihat lebih bagus dan rapi daripada buatan kita sekelas ” Waktu udah siap, suruh ibu kalian menutup mata. Lalu pakaikan kalung itu di leher ibu kalian, lalu saat ibu kalian membuka matanya, bilang gini ya,..”
Guru itu diem sebentar.
”selamat hari ibu, Bu!..” guru itu memperagakannya dengan penuh semangat.
”gimana? Bisa kan?”
”hah?!”, ”Huh!!....”, ”masa pake gitu Bu!..”
beberapa anak banyak yang mengeluh. Mungkin mereka malu untuk mengatakannya. Tapi gue diem aja. Gue dalem ati,
’ini mustahil! Hati gue nggak akan kuat ngelakuin itu!’
Dalam perjalanan pulang, gue terus mikirin hal itu.
’dikasihkan nggak ya.. kenapa ati gue jadi gini.. bisa nggak ya..’
Akhirnya hari itu gue nggak jadi ngasihkan kalung itu ke nyokap gue. Gue cuman bisa diem aja, waktu pulang dan ditanyai nyokap, ’tadi diajarin apa di sekolah?’
Gue waktu itu cuma bilang dalem ati, ’Selamat hari ibu, Bu.. ’
’maaf Bu, hari ini kalung itu mungkin cuma akan selalu berada di dalam tas itu.. kalaupun suatu hari nanti ibu menemukannya, mungkin yang cuma bisa kukatakan adalah ”oh, itu buat waktu kerajinan tangan kemarin”’
Gue yang dulu masih kecil itu, selama dua hari mikirin hal itu. Hal yang seharusnya nggak terjadi, kalo gue waktu itu pulang dan memberikan kalung itu sesuai apa yang diinginkan guru gue. Gue tahu, kalo apa yang udah gue lakuin itu salah. Tapi gue terlalu malu buat bilang kalo gue sayang nyokap gue. Gue selalu nggak bisa ngomong apa-apa ke seseorang, saat gue memiliki perasaan ke orang itu.
Itu juga yang terjadi, waktu tiap gue pulang kuliah sore-sore. Udik, adik laki-laki gue yang paling kecil, yang denger suara vespa gue, pasti langsung keluar sambil bilang,
“wah! Mas pulang!!” dia bilang dengan penuh semangat. “sebentar, tak benerin dulu!” dia biasanya langsung benerin injakan buat sepeda motor yang miring biar vespa gue bisa langsung masuk ke dalam rumah.
Gue di saat-saat seperti itu, kepengen banget bilang, “makasih ya, Udik!”
Tapi enggak, gue sulit banget bilang itu. Yang bisa gue lakuin cuma tersenyum ke dia.
”eh, aku tadi gambar monster! Coba liat, bagus gak?”
Setelah itu, biasanya memang dia cerita apa aja yang terjadi seharian, ato apa aja yang udah dia lakuin ato yang dia gambar, dan nunjukkin ke gue.
Di waktu malam, waktu dia tidur, gue meluk dia dan mencium pipinya.
’selamat tidur.. dirimulah yang selalu bisa membuat gue tetap pulang kuliah tiap hari, seberat apapun perjalanan itu. Seberat apapun yang udah gue lewatin selama seharian.’
Sejak kecil, gue pengen banget orang-orang yang gue sayangi tahu, kalo gue sayang mereka. Nyokap, adik-aik gue, bokap, keluarga, temen-temen, gue pengen banget mereka tahu. Tapi entah kenapa, gue masih aja sulit ngomong sayang ke seseorang yang gue sayangi. Sekeras apapun gue mencoba mengatakannya. Yang bisa gue lakuin cuma berusaha ngelakuin dan bersikap yang terbaik, yang bisa gue lakuin ke mereka, dan berharap suatu saat mereka tahu perasaan gue melalui apa yang udah gue lakuin.
...
***
...
When you fallin’ love, what would you do?
Can you say it?
Or..
Write it?
Angin malam itu makin berhembus. Udah nggak ada lagi orang yang lalu lalang.
Tetapi malam masih tetap hidup, dengan sinar bulan yang menghujani seluruh penjuru langit malam ini. Beberapa bintang terlihat sangat redup. Cuma satu bintang selalu tersenyum terang ketika malam tak berawan. Cuma dia, yang terlihat tak terelakkan oleh pekatnya malam.
”kenapa gue masih suka dia ya?”
Hening. Yang ada hanyalah hembusan angin itu.
Tak satupun menjawab. Bahkan Claire pun tak menjawab. Bintang yang selalu bersinar paling terang di saat malam tak berawan itu memang tak pernah menjawab. Kalaupun ada seseorang disamping gue, mungkin akan menjawab, ’mungkin kalian punya banyak persamaan kali... Mungkin saja kan?’
Gue mikir lagi, persamaan? Mungkinkah..
Persamaan...
Gue masih inget, waktu awal-awal dulu. Waktu dia pertama kali menarik gue bagai magnet dengan cara-cara anehnya. Menarik perhatian gue dengan cara bicaranya. Dan berbagai macam hal-hal lain yang ditunjukkannya yang membuat gue langsung berpikir, ’ah! Dia ternyata tahu..’
Hal-hal lain lagi, yang membuat gue so interesting dan berkata, ’ayo! Ayo! Apa lagi.. Show me who you really are..’
Hal-hal lain lagi, yang ngebuat gue selalu ngebuka wall dia saat gue online di facebook cuma buat tahu apa aja yang dia lakuin, ama siapa aja dia saling koment, dan nunggu saat-saat dia terlihat dalam daftar teman yang online agar kita bisa saling chat disana.
Hmph…. I’m feeling so stupid and blind on that point.
Hal-hal lain lagi, saat gue makin kenal dia saat kita ‘pernah’ seru-seruan dan gila-gilaan, sikap dan cara kekanak-kanakannya yang khas yang sanggup merubah keadaan biasa menjadi something happen, saling mengejek dan mengatakan, kalo kita sama-sama aneh.
After all, di satu titik gue mikir, I think I like her.
Yeah. I like You.
Persamaan? Mungkinkah..
Gue masih inget, waktu terus berjalan sejak saat itu. Gue yang waktu itu ngerasa begitu dekat denganmu, (entah apa yang membuatnya seperti itu, meskipun gue berusaha sekuat tenaga buat nggak mendekat), cuma bisa menutupi perasaan gue darimu. Gue berusaha keras agar perasaan happy gue nggak kebaca dengan jelas waktu di depanmu. Tak terbaca olehmu. Gue berusaha buat nggak berekspresi agar semua yang terjadi di diri gue nggak terlihat di depanmu. Agar semua terlihat wajar di depanmu.
Tapi percuma juga. Sebaik-baik gue, dirimu masih bisa tetap merasakannya.
Gue berusaha berfikir logis atas apa yang terjadi. Gue bertanya-tanya, apa yang sebenernya terjadi. Apa yang sebenernya gue rasain.
...
’nggak, ini pasti cuma perasaan sementara aja!’
’pasti ini nanti ilang sendiri..’
...
..
’memang apa kelebihannya, ampe gue kok jadi gini?’
...
..
’ayolah! Lagian, diakan sama sekali gak feeling ke kamu. Gak akan pernah..’
’you would just become hurt if you go like this! Remember that!!..’
…
‘kamu nggak akan berhasil! Seberapapun kau berusaha.. it was become a curse after all!’
…
‘yeah! It may just an illusion.’
Semakin jauh gue mikir, ini cuma akan semakin membingungkan. Yang terjadi hanyalah perang perasaan melawan logika. Tak pernah memunculkan penyelesaian.
Dan, akhirnya gue sadar..
Sebenernya yang terjadi adalah gue lari dari perasaan gue yang sebenarnya. The truly feeling..
the feeling that I love You.
I’ve run so far, because I never can show it to you… never can tell you.. that I love you.
Ya. Itulah yang terjadi. Gue kembali menyadari. Gue kembali mengingat-ingat hal-hal tentang apapun yang terjadi. Gue inget, waktu gue berusaha mengetahui dirimu yang sebenarnya, berusaha mengetahui kekurangan dan kelebihanmu agar gue bisa kembali berfikir logis tentang dirimu. But it’s not work! Never work!
Justru sifatmu yang ceria dan selalu bersemangat itulah sebenarnya kelebihanmu. Sifatmu yang sanggup menyemangati orang lain itulah kelebihanmu yang sebenarnya.
Kebiasaan gue yang menerima orang lain apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menganggap kekurangan orang lain adalah kelebihan lain dari orang tersebut ngebuat gue sadar satu hal: Gue emang selama ini udah berfikir logis terhadap apapun. Paling logis. Gue emang selama ini nggak pernah me-nomorsatu-kan perasaan gue. Gue selalu memikirkan apa yang memang seharusnya dilakuin, bukan apa yang ingin gue lakuin.
So, In my most logical condition of my mind, I still love You.
Gue masih inget, apa yang terjadi akhir-akhir ini. Gue langsung menyadari, betapa egoisnya gue. Gue selalu menyimpan perasaan gue sendiri, dan berusaha menangani sesuai cara gue sendiri, tanpa sedikitpun memberitahukannya. Tanpa sadar. Gue menyakiti diri gue sendiri, bahkan mungkin tanpa sadar menyakiti temen-temen gue yang lain, mungkin juga dirimu.
***
”kenapa gue masih suka dia ya?”
Hening. Masih tak satupun menjawab.
…
…..
Langit malam mulai berawan. Bintang-bintang itu tak terlihat lagi. Gue menutup mata. Semua hal dan kenangan tentang apa yang terjadi kembali mengait di setiap ingatan gue...
Gue tersenyum..
Ingatan itu, ingatan saat gue pertama kali bertemu, kita mengobrol dan bermain permainan kotak-kotak angka yang nggak jelas waktu itu.
Ingatan itu, saat pada suatu waktu kamu berkata, ”aku sudah baca semuanya!”
Ingatan itu, saat tanpa sadar, gue sudah terlalu dalam masuk dalam kehidupan kalian dan sering menghabiskan waktu bertiga. Saat-saat gue menyadari dan bicara pada diri sendiri, ’Seharusnya aku nggak mengganggu kalian. Kalian berdua sudah bahagia’.
Ingatan itu, di saat-saat gue berusaha menjauh dan menghindari segala hal yang bisa membuat diri gue bertemu lagi denganmu.
Ingatan-ingatan itu, perasaan ’something happen’ di ati gue tiap bertemu dirimu.. hingga kini.
Ingatan itu, saat pada suatu waktu kamu berkata, ”we are who we are..”
…
Finally, I can understand what is it..
Sebenarnya gue nggak mau perasaan ini ilang. Gue cuma nggak bisa mengatakannya, itu aja.
Bukankah perasaan itu datang dan mengalir dengan sendirinya? Kalaupun memang waktunya untuk menghilang, biarkan itu terjadi secara alami dan mengalir. Kalaupun perasaan ini memang masih akan lama, biarkanlah. Gue gak akan melakukan sesuatu unuk mempercepat atau memperlambatnya
Yeah, just let it flow coz everything have it’s time.
Yang perlu gue lakuin bukankah melakukan yang terbaik buat orang-orang yang gue sayangi??
Ya. Sebenarnya cuma itu yang perlu gue lakuin.
Masalah orang yang kita sayangi mengerti atau tidak?? Itu urusan lain..
Like what I’ve know,
Cinta dan ’perasaan ingin memiliki’ itu dua hal yang berbeda.
Oke, mulai sekarang gue mau lebih terbuka dan menjalani hidup sepenuhnya!!
Gue udah lelah bersembunyi dari dunia.
***
..
....
Gue membuka mata. Langit masih saja berawan.
”Claire, bilang hilayama sepuluh kali!!..”
Gue tersenyum sekali lagi.
”ya, kau benar. aku memang tak bisa mengatakannya dengan ceria dan penuh semangat seperti dirinya.”
”tapi mulai sekarang aku berjanji akan lebih bersemangat lagi!!..”
”bukankah seharusnya memang kita menjalani hidup seperti itu? Penuh semangat?”
Gue beranjak. Berdiri. Awan itu terus bergerak. Claire kembali terlihat. Terlihat terang. Di mata gue, kali ini dia bersinar lebih terang dari biasanya.
”baiklah!!... ayo kita pulang! temani aku malam ini untuk menuliskan semua ini. sebelum aku mengurungkannya dan menyesalinya...”
Ya. Sebelum gue menyesal karena tak pernah bisa mengatakannya.
Sebelum akhirnya gue menyesal karena tak bisa, bahkan hanya untuk menuliskannya untuk dirinya.
........
.....
...
Write what you feel…
Write everything that moving around in your mind dan heart. Write…everything that make you can think something till it can change all of you… to become yourself now… and dicided,
“I’ll do it!”
Although if you can’t say. Coz everyone can read it!
Setuju mas Bud! terutama yang bagian ini:
Write what you feel…
Write everything that moving around in your mind dan heart. Write…everything that make you can think something till it can change all of you… to become yourself now… and dicided,
“I’ll do it!”
Although if you can’t say. Coz everyone can read it!
waaahh...
kereen bgt postingannya.
gue suka. soalnya gue jg tipe org yang yg tertutup..
:(
@ vii: hhihihi.. makasih ya.. ^^
semoga suatu saat nanti kita bisa orang yang lebih terbuka...
Mas Boot memang top banget dah. Judulnya sedikit, tapi isinya banyak dan keren lagi!!
Salam sukses selalu untukmu yaa..
boot, mau kasih tau nih..
ada award buat kamu di blog aku. diambil yaa :D
aaaah terharu + terenyuh banget deh kak :'(( speechless*
uwiiihh..
tumben postingnya serius. hehehehe
instropeksi diri, yahh
Hmm... Lakukanlah apa yg Sebenarnya lo rasain. Ingat musuh terbesar manusia adalah pikirannya. So berdilah, yakin dan katakanlah aku bisa. Aku bisa mengatakan semua yg kuinginkan dalam.
Jgn melulu menyimpan sesuatu. Wakakak... Koq jadi penceramah ya...