-idul fitri's effect!!-

Author: Unknown // Category:

Hai-hai.. gimana lebaran kalian? ^^

Idul Fitri (baca: Lebaran), sebuah event di mana setelah kita sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan, yang dirayakan dengan saling memakai baju baru, makan ketupat, saling bermaaf-maafan kepada keluarga, tetangga, teman dan semua orang yang ada di sekitar kita (dan pertanyaan yang selalu muncul dari adik gue: Orang yang selama bulan Ramadhan gak puasa, apa boleh ikut lebaran? Jawabnya: tenang, gak bakalan ada yang tau!).

Dan, makna lebaran itu sendiri juga berbeda-beda bagi sebagian orangBagi banyak orang yang tinggal di perkotaan, lebaran adalah momen dimana mereka mudik untuk bisa berkumpul dengan keluarga mereka yang berada di kampung. Momen dimana selalu terjadi arus mudik dan arus balik yang selalu membuat macet karena padatnya jumlah kendaraan di jalan raya. Momen di mana juga rawan terjadinya kecelakaan di jalanan. Sebaliknya, bagi orang yang kampung, itu adalah momen keluarga mereka yang tinggal di kota kembali ke kampung mereka (oke! ini sama aja).

Bagi anak kecil, lebaran adalah momen dimana mereka bisa jadi jutawan seketika (baca: dapet angpao dari keluarga di sana-sini) dan juga menikmati makanan yang enak-enak dengan bebas dan gratis. Bagi remaja yang masih kayak anak kecil yang ngarep angpao, juga sama. Mereka dapet angpao, meskipun kemungkinannya lebih kecil. (Sorry, jadi curhat)

Bagi penjual petasan, lebaran adalah momen lakunya petasan yang mereka jual (meskipun sejak waktu puasa, petasan laku mereka jual).

Bagi penjual pulsa, lebaran adalah momen dimana banyak permintaan pulsa di sana-sini karena banyak orang saling mengirim ucapan selamat Idul Fitri. Juga merupakan momen-momen dimana lagi banyak-banyaknya terjadi trouble karena over-nya jumlah orang menggunakan ponsel untuk berkomunikasi pada hari itu.

Bagi pembeli pulsa (kalo penjualnya adalah temen kita sendiri, kita ralat menjadi: penghutang pulsa), ini adalah momen untuk saling memaafkan dan kembali nol-nol. Momen untuk melupakan semua yang sudah terjadi dan kembali ke ‘fitri’.

Seperti tiap keluarga yang juga mengalami dan merasakan ‘efek’ dari Idul Fitri, keluarga gue juga gak luput dari hal ini. Keluarga gue juga ngalamin yang namanya Ied’s effect. Inilah fenomena yang (selalu) terjadi di keluarga gue tiap lebaran:


  1. Bersih-bersih rumah

Rumah gue adalah nama lain dari kapal pecah. Siapapun yang pernah mampir ke rumah gue, pasti langsung ngerti maksudnya. Banyak benda-benda berserakan dan gak teratur di sana-sini. Ditambah bentuk rumah gue yang gak jelas, tiap orang yang pertama kali mampir ke rumah gue pasti komen, ‘Tempat ini namanya candi apa?’.

(dan mungkin, waktu gue muncul dan nanya ‘Ya? Cari siapa?’, orang tersebut bakal lari sambil tereak kenceng, ‘AGHH!! ARCA ITU HIDUP!! AGHHH!!!.. ALLAHUAKBAR!!...’)

Gak cuma tampilan luarnya yang aneh, tapi banyak hal-hal di dalamnya juga bekerja dengan ‘aneh’. Kalo di rumah orang normal, kalo kita pengen nyalain lampu kita tinggal nekan tombol buat nyalain, dan voila! Lampu langsung nyala. Di rumah gue, gak akan pernah ditemukan tombol seperti itu. Yang ada adalah, sepasang kabel berarus listrik bermuatan + dan – yang harus disatukan agar listrik dapat mengalir dan membuat lampu menyala. Kalo kamu beruntung, maka lampu akan langsung menyala dengan sempurna. Kalo kamu lagi sial, maka kamu masih perlu memanjat ke atas layaknya seorang pemanjat tebing hanya untuk memutar-mutar lampu neon yang panjang itu hingga starter lampunya berkedip dan membuat lampu dapat menyala.

Dan, kamupun telah behasil menyalakan lampu di rumah gue. (Tapi, kalo lebih sial lagi, yang ada adalah: lampu gak nyala, kamu kesetrum, jatuh dari atas, dan kamu kena gegar otak.)

Bisa bayangkan, kegiatan simpel kaya menyalakan lampu di sore hari, yang tinggal tekan tombol kalo di rumah orang lain, bisa berubah jadi kegiatan yang mempertaruhkan nyawa kalo di rumah gue.

Di bawah letak televisi juga tergeletak bermacam-macam kabel, mulai dari kabel televisi, terminal, kabel kipas angin, charge HP, DVD Player, Sound system, yang kesemua kabelnya acak-adut semrawut gak karuan. Karena semua kabelnya warna hitam, maka kita harus pinter-pinter milih kabel mana yang ‘asli’. Kita bakal kesulitan kalo gak pinter-pinter milih. Pengen nyetel tipi, nyolokin kabel, eh, kipas angin yang muter. Pengen nyalain kipas angin, nyolokin kabel, eh, DVD Player yang nyala. Pengen nge-charge HP, eh, kulkas yang nyala (??).


Demi Idul Fitri, maka rumah guepun selama setahun sekali dibersihkan (baca: dibongkar ulang). Sejak sehari sebelum Idul fitri rumah gue dari yang sebelumnya dalam kondisi‘Waspada’ berubah menjadi kondisi ‘Siaga 1’ untuk bersih-bersih rumah.

Seluruh penghuni rumah dikerahkan untuk membantu bersih-bersih. Pembersihan itu sendiri lebih berfokus pada teras rumah, ruang tamu dan ruang tengah. Sisanya dibiarkan ‘apa adanya’. (kata nyokap, jarang ada tamu yang mampir-mampir masuk ke dalam sampai ke dapur. Kecuali keluarga gue yang lain, yang kalo mampir tiba-tiba langsung masuk sampai ruangan belakang dan langsung buka kulkas).

Di teras rumah, semua benda yang mengganggu dan gak enak diliat disingkirkan untuk sementara biar rapih. Mulai dari tumpukan pasir, tumpukan kayu, si Udik dan lain-lain. (Ket: si Udik juga masuk kategori ‘yang mengganggu dan gak enak diliat’). Kelambu di ruang tengah juga dicuci bersih ama nyokap biar putih bersih. Sarang laba-laba di atap dibersihkan, kursi-kursi dan meja di ruang tamu juga ditata rapih. Tumpukan koran, buku-buku dan mainan yang berserakan juga diberesin. Meja-meja, kaca dan semua perabot yang berdebu dilap. Semuanya dirombak sedimikian rupa, biar sewaktu tamu dateng, isi rumah terkesan rapi.


Ini bakal lebih mudah, kalo kegiatan ini dilakukan sejak jauh-jauh hari. Gue masih inget 2 tahun yang lalu, waktu kita serumah baru bersih-bersih rumah pagi ‘tepat’ di hari lebaran! Jam 5 pagi, sewaktu orang lain mandi dan bersiap-siap buat sholat Ied, kita sekeluarga kalang kabut buat bersih-bersih rumah. Membersihkan rumah dengan ditambah pressing waktu adalah hal yang sangat menyiksa. Kita sekeluarga udah kaya tim modifikasi mobil di acara Pimp My Ride, yang harus menyelesaikan modifikasi mobil hingga pemiliknya dateng buat mengambil mobil mereka. Seperti itu, kita sekeluarga dituntut untuk menyelesaikan tugas hingga deadline waktu yang ditentukan, yaitu: jam 8 pagi, saat para tetangga mulai saling berkunjung buat maaf-maafan. Rumah kita harus selesai dan siap hingga sebelum waktu itu. Gue masih inget, waktu jam 6 pagi para tetangga udah pada rapih pake baju koko dan busana muslim putih-putih berangkat ke masjid, gue di teras rumah masih kaya gembel yang belum mandi sambil nyapu-nyapu dan ngelap-ngelap. (adegan ini sama persis kaya adegan cerita Cinderella, dimana waktu malam pesta dansa semua sodara-sodaranya dan ibunya pergi berpesta ria, dia harus kotor-kotoran bersihin rumah sambil nyuci baju)

Ngalamin ini, hati gue teriris, mulut gue terisak. Lalu karena gak tahan, gue tereak sambil nangis-nangis keceng-kenceng, “Aku gak punya bapak!!..”. Lalu tiba-tiba muncul seorang kakek tua dari semak-semak yang bergerak lincah, yang lalu tiba-tiba bilang, “Perbanyak amal ibadah di bulan ramadhan..” Gue shock. Mata gue melotot. Mulut gue menganga. Lalu kakek tua itu melanjutkan, “..pake Axis!”.

Gue jatoh pingsan sambil mulut menganga penuh busa.

Oke, ngaco. Gue memandang orang-orang yang lewat dengan busana putih-rapih itu dengan tatapan iri, “Mereka bener-bener lebaran..”. Guepun lalu ngomong ke bokap kalo gue pengen sholat Ied juga kaya mereka. Tapi apa jawab bokap gue,

“Bantu keluarga bersih-bersih rumah juga ibadah.”

Gak dibolehin pergi sholat Ied, dan merasa senasip dengan Cinderella, dalam hati gue berusaha manggil ibu peri layaknya Marshanda ketika sedang dianiaya si Bombom. ‘Ibu peri, datanglah..’

Tapi gak ada yang terjadi.

Gue akhirnya kembali ke realita. Gue mikir lagi. Merenungkan kata-kata bokap gue. ‘Bantu keluarga bersih-bersih rumah juga ibadah’. Ya, bener. Ini juga ibadah. Bahkan mungkin lebih banyak pahalanya daripada sholat Ied, karena gue menolong keluarga gue. Membantu orang tua gue. Ada masalah yang harus gue selesaikan. Pekerjaan juga ibadah. Gue harus mendahulukan membantu keluarga gue. Gue juga bayangin, begitu terkutuklah gue, kalo gue enak-enakan pergi sholat Ied dengan pakaian rapih bersih, gak peduli dengan apa yang terjadi dan pergi ke sana dengan senyum gembira seolah-olah gak terjadi apa-apa, padahal sekarang keluarga gue lagi kotor-kotoran bersihin rumah dan butuh bantuan gue. Ya, betapa hinanya gue sebagai anak, kalo ampe itu terjadi.

Gak perlu sampai bokap gue ngomong dua kali, guepun langsung balik melakukan tugas gue. Dengan lebih ikhlas. Dengan lebih cepat.

Dan, begitu tamu-tamu berdatangan, kita sekeluarga udah siap menyambut mereka dengan tenang.

Pesan: Kalo mampir ke rumah gue, jangan masuk-masuk ke dalem sampai dapur!


  1. Makanan dan kue-kue di rumah

Seperti di hampir semua rumah kalo lagi lebaran, pasti ada banyak kue-kue di atas meja ruang tamu rumah kita sewaktu lebaran tiba. Mulai dari biskuit, wafer, hingga roll wafer stick. Mulai dari TOP, Beng-beng, permen, jeli, makanan perpaduan permen dangan jeli, hingga coklat pekat (heran, kenapa coklat pekat buat suguhan?!). Mulai dari pilus, kacang mete, kacang tanah, kacang (bukan) tanah, kacang atom, kacang (bukan) atom, hingga makanan yang asin-asin lainnya kayak kacang sembunyi (jangan tanya, kenapa namanya kayak gitu!), pastel mini, krupuk rambak, renginang, lidah kucing (lagi-lagi, jangan tanya!), ampe yang namanya kripik mlinjo. Mulai dari kue-kue kering dari yang jenis nastar, hingga.. yang bukan jenis nastar (terlihat kalo kurang tau jenis-jenis kue kering).

Dari mana asal semua itu? Tentu aja beli!

Tapi beberapa diantaranya, kadang, buat sendiri. Kayak di keluarga gue, udah menjadi kebiasaan umum kalo nenek ama nyokap gue selalu buat kue nastar kalo bulan Ramadhan. Macem-macem kue nastar yang dibuat, tapi yang paling sering dibuat adalah kue mawar, kue nanas, kue kacang, dan terkadang, kalo uang banyak, kue keju.

Karena gak cuma buat untuk sendiri, melainkan juga menerima pesanan, hampir tiap hari di bulan Ramadhan biasanya kita selalu disibukkan kegiatan bantu-bantu membuat kue. Dan gue juga gak luput dalam aksi bantu-bantu ini. Bikin kue mawar, gue ikutan bantuin nyetak kuenya hingga jadi bentuk mawar. Bikin kue kacang, gue bantuin ngasih topping kacang di atasnya sambil terus nyicipin kacangnya. Bikin kue nanas, gue bantuin ngasih isi selai nanas di dalamnya sambil terus nyicipin selai nanasnya. Bikin kue keju, gue bantuin ngasih topping keju sambil terus nyicipin kejunya. Sepuluh tahun ke depan, gue yakin usaha ini bangkrut.

Ada suatu kejadian seru waktu sodara gue mampir ke rumah gue dan nyicipin yang namanya kue nanas. Kue nanas yang dibuat nyokap gue dibentuk mirip bentuk buah apel. Bulet, ada isi selai nanas di dalamnya. Sebagai pemanis, dan juga biar mirip bentuk buah apel sungguhan, sebelum dioven ditancepin cengkeh diatasnya di tiap kuenya yang berguna sebagai ‘tangkai’ dari buah apelnya. (bentuknya jadi mirip bentuk apel sungguhan!)

Entah emang gak pernah tahu kue nanas yang model kayak gitu, ato emang dia kelamaan tinggal di gua, waktu makan kue nanas itu, eh, dia makan beserta cengkehnya, sodara-sodara!!

“Weeekk!!!..” kata sodara gue, sambil melet-melet setelah makan kue nanas yang ada di atas meja.

“Eh, kenapa?” kata nyokap gue heran.

“Ini, paiiitt!!...” dia nyengir sambil mengeluarkan cengkeh dari mulutnya (yang tentu aja masih utuh) itu.

“Heh? Oalah, cengkehnya ikut kamu makan toh!!.. Haha.. Cengkehnya gak usah ikut dimakan!!... Itu cuma hiasan..” kata nyokap, sambil masih nahan buat ketawa.

Waktu nyokap cerita itu ke gue, gue seketika langsung ngakak abis. Entah, mungkin sejak saat itu dia bersumpah buat gak makan yang namanya kue nanas lagi. Terutama yang ada di rumah gue.

Di keluarga gue sendiri sebenernya gak cuma kue nastar yang dibuat, tapi juga kadang buat pastel, kacang telor, kripik mlinjo (kalo yang ini tinggal goreng), kuping gajah, dan lain-lain.

Udik sendiri (adik paling kecil gue), paling gak sabaran dengan kegiatan mari-buka-semua-toples-kue. Di malam takbiran, dia udah gak sabaran dengan stok jajan dan kue-kue manis yang ada di lemari.

“Karena besok udah lebaran, semua jajan-nya aku tata di meja sekarang aja!” kata Udik beralibi. Dia lalu dengan semangat 45 membawa keluar semua toples kue-kue dan biskuit dan ditata rapih di meja. Mulai dari Astor wafer stick, Gery biscuit, Richeese roll, kue-kue nastar, kacang telor, kripik mlinjo, dan lain-lain. Semua makanan seketika dikeluarkan semua.

Ngerasa belum waktunya, Galuh, adik gue yang satu lagi yang punya jiwa taat hukum, tak ayal memprotes tindakan si Udik tersebut. “Udik!! Kenapa dikeluarkan semua?! Belum waktunya dikeluarkan kan?! Ayo, balikin semua!”

“Huhh!! Kenapa sih?! Besok kan udah lebaran!” Udik langsung sewot aksinya dilarang.

“Udahlah!.. Besok aja!..” kata Galuh, masih ngotot.

Wes tah mbak, gak apa-apa..” kata nyokap gue menenangkan situasi. “Wong besok udah lebaran aja lho..”

Setelah nyokap ngomong gitu, akhirnya Udik-pun dibolehkan buat membuka toples-toples yang masih tersegel tersebut dan mencicipinya untuk pertama kali.


Waktu lebaran adalah waktu dimana rumah gue penuh dengan makanan. Waktu dimana makanan berkadar kalori HI-GI (berkadar gula tinggi).

Juga waktu dimana kita dalam sehari akhirnya akan merasa enek dan kapok untuk makan-makanan manis lagi karena kebanyakan makan.

Everything is about food.


  1. Berkumpulnya semua keluarga

Gue adalah tipe anak yang jarang dan sulit berinteraksi dengan orang sekitar dan lebih banyak menyendiri. Kebalikan dari kondisi ini, keluarga gue dari keluarga bokap dan nyokap sangat banyak. Sangat-sangatlah banyak. Maka di event lebaran ini lah waktu dimana semua bagian keluarga itu berkumpul dan saling bertemu. Sebuah event dimana bagian keluarga yang asalnya belum pernah bertemu dipertemukan dan yang belum saling mengenal diperkenalkan. Dan kadang gue tersiksa dengan dengan kondisi acara kumpul keluarga ini.

“Hhahaha.. masih kaya dulu ya.. Orang itu gak pernah berubah!.. Hahahaha.. Lalu, ini siapa?” kata orang yang kata nenek adalah masih 'tante gue’, waktu gue nganterin nenek berkunjung ke salah rumah sodara.

“Ini Hari, anaknya Titik (nama nyokap gue) yang paling besar” kata nenek gue, bersemangat menjelaskan. Gue senyum-senyum (baca: nyegir gak jelas) sambil menatap ‘tante gue’ itu.

“Anaknya Titik?! Yang dulu kueciil itu?! ” kata ‘tante gue’ sambil berkespresi shock. Maksud lo? “Sekarang udah besar ya..” dia lalu manggut-manggut sambil berekspresi kagum, seolah-eolah baru tahu kalo manusia bisa tumbuh membesar kalo dikasih makan. Gue kembali senyum-senyum gak jelas.

“Iya.. Dulu padahal suka lari-lari ke sana ke mari kalo maen ke sini.. ”

“Iya, Udah besar ya.. Dulu masih kecciilll!.. Masih suka ngompol kalo kemari.”

“Hahaha.. iya ya..”

Kalo udah sampai pada tahap ini, biasanya gue cuma bisa ketawa garing sambil memaksakan senyum, “Ha-ha..”. Dalam ati, Ya, bongkar aja terus aib gue! Terus..!!

Karena di tiap lebaran selalu mengulang-ulang kejadian kaya gini, kadang gue boring banget dengan pertemuan keluarga kaya gini. Tak ada hal yang menarik sama sekali, ketika dua orang seangkatan yang sama, yang angkatannya sangat berbeda jauh dengan kita, bertemu untuk mengobrol untuk membicarakan hal yang menarik menurut mereka (yang sama sekali gak nyambung dengan kita) dan kita terjebak dalam obrolan mereka dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk berinteraksi. Dan yang bisa kita lakukan, hanyalah ‘mendengarkan’.

Karena udah berkali-kali ngalamin hal kaya gini, gue bahkan hapal dengan alur topik yang diperbincangkan dan apa aja yang bakal terjadi di dalam dialognya.

Yang langsung kita tahu, pertanyaan berikutnya adalah tentang kita sudah bekerja apa belum.

“Ini, sekarang kerja?”

“Belum, dia masih kuliah. Kuliah… Kuliah dimana, kamu?..” Setelah gue ngasih tahu nenek dimana gue kuliah, dan nenek mengulang kalimat gue, kalo orang itu punya anak yang udah lulus tapi gak mau kuliah, dia bakalan cerita hal itu.

“Ohh.. Mau Budhe juga gitu, Si Arif lulus sekolah langsung kusuruh kuliah. Eh, tapi dia-nya gak mau. Padahal bapaknya dulu kuliah. Dia bilang, ‘Buat apa kuliah, Buk. Cuma buang-buang uang!’. Jadi dia pengennya langsung kerja gitu. Sekarang dia kerja rotan ikut pamannya. Dia pulangnya ke sini sebulan sekali, jadi jarang ketemu. Temen-temen mainnya sering nyariin dia ke sini, tapi selalu Budhe bilangin kalo si Arif ikut pamannya kerja. Ini, gak tahu, kenapa hari ini belum pulang juga. Biasanya tiap lebaran dia pulang.” kata ‘tante gue’ cerita panjang lebar tentang anaknya, seolah-olah kita bener-bener excited pengen tahu kondisi anaknya dan tujuan kita kemari adalah hanyalah untuk ketemu dan bersalaman ama anaknya.

“Iya ini, gak tahu, anak ini pengen kuliah..”

“Sekarang udah sampe semester berapa?”

“Se-semester 5!” jawab gue singkat.

“Kuliah yang serius Nak.. Sekarang nyari kerja itu susah..” kata ‘tante gue’ itu kemudian, ngasih wejangan-wejangan ke gue, yang biasanya disertai dengan gue yang ikut manggut-manggut sambil memasang ekspresi prihatin.

Setelah puas nanyain gue, biasanya mereka kembali ke topik asal mereka. Mereka kembali membicarakan kenangan-kenangan tak terlupakan waktu mereka bersama dulu, kejadian-kejadian yang sering membuat mereka tertawa terpingkal-terpingkal dan satu dua kali membuat mereka terharu. Tak lupa mereka juga menanyakan keberadaan orang-orang yang dulu juga selalu bersama mereka waktu mereka masih bersama-sama. Di manakah mereka sekarang berada? Jadi menikah dengan siapa mereka? Atau, masih ada atau apakah sudah tiada mereka? Mereka juga tak lupa bertanya kesibukan masing-masing saat ini di rumah, sudah punya anak berapa, keluhan-keluhan apa aja mereka terhadap kehidupan yang mereka hadapi, dan hal-hal seperti itu.

Kalo udah gini, yang bener-bener cuma bisa gue lakukan adalah mendengarkan. Karena cerita yang mereka bicarakan adalah semuanya tentang mereka dan teman-teman mereka, mereka yang ngalamin ini, dan semua hal ini adalah tentang ‘masa’ mereka, gue sama sekali gak bisa ikut berinteraksi. Gak mungkin juga gue tiba-tiba ikut masuk ke obrolan mereka sambil sok tau ngomong, “Ahh! Gue inget si Pardi! Anak yang suka makan tebu sambil ditelen itu kan? Anak yang kalo di kelas selalu ketiduran sambil ngupil?! Dia sekarang udah gak ada. Mati kesamber petir waktu ujan-ujan di lapangan tahun lalu sama anaknya.”

Yang bisa gue lakuin hanyalah mendengarkan cerita mereka, makan camilan-camilan dan kue yang disuguhkan, dan sms-an. Dan mendengarkan cerita mereka selama 3 jam selalu membuat gue merasa ikut terlibat dengan cerita petualangan mereka waktu muda dan membuat gue merasa seperti udah kenal mereka sejak duluu sekali, bertahun-tahun lamanya.

Dan diantara break saat-saat mereka berhenti ngobrol karena kehabisan bahan obrolan dan mulai mencari topik baru, sang pemilik rumah selalu masih nawarin kue-kue yang ada di meja buat gue makan. Padahal udah tahu, gue terus memakan kue-kue itu buat ngusir bosan sewaktu mereka asik cerita.

“Eh, kok diem aja.. Ini loh kuenya di makan. Ini semuanya Budhe yang buat sendiri..” ‘tante gue’ nawarin sambil buka semua tutup toples yang ada di meja. “Ayo dimakan..”

“Iya.. Ini dimakan kok..” kata gue. Gue lalu mengambil satu kue, sebagai syarat biar berhenti ditawarin kue saat itu juga.


5 menit kemudian..

“Itu, sirupnya diminum..”

“Iya..” gue lalu meminum sirupnya.


10 menit kemudian..

“Eh, kuenya ambil lagi.. jangan sungkan-sungkan.. masih banyak kok..”

“Iya..” gue lalu mengambil lagi kuenya.


15 menit kemudian..

“Eh, sirupnya dihabisin.. Kalo kurang, nanti Budhe buatin lagi..”

“Iya..” gue lalu menghabiskan sirupnya.


20 menit kemudian..

“Eh, kuenya dihabisin.. masih banyak lho.. Ini, sirupnya yang baru dibuatin juga diminum..”

“Iya..” gue lalu menghabiskan semuanya.

Beberapa saat setelah itu, ketika orangnya berusaha nawarin gue lagi, gue udah menggelepar-gelepar sekarat di lantai kaya sapi abis digelonggong.


Ya, saat bertemu keluarga terkadang saat yang berat bagi gue. Apalagi kalo jumlah keluarga kita banyak tersebar di mana-mana, bisa-bisa kita berhari-hari berkeliling cuma buat berkunjung ke semua rumah sodara kita. Dan waktu sodara-sodara dari kakek (ayah dari nyokap) gue kemaren berkunjung ke rumah kakek gue, gue baru bener-bener sadar kalo ternyata ‘jumlah’ mereka bener-bener banyak! Mereka semua berdatangan hingga 20 orang-an lebih secara bersamaan dan langsung masuk rumah! Biasa dibayangin, mulai dari anak-anak kecil, remaja, hingga bapak-ibu yang udah punya anak langsung masuk rumah dan bersalam-salaman di ruang tamu, dan langsung keadaan jadi kalang kabut seketika!

Karena kursi sofa di ruang tamu udah gak muat, kita akhirnya menggelar tiker di lantai buat mereka duduk. And, You know what? Masih ada beberapa orang yang berdiri ketika tiker itu udah dipenuhi orang duduk! Kita akhirnya membuka tiker satu lagi biar mereka semua bisa duduk.

Dan seperti yang bisa kamu bayangin, keadaan di ruangan itupun langsung jadi super panas dan gerah seketika. Kandungan oksigen di ruangan itupun langsung menurun drastic, saking banyak jumlah makhluk hidup yang mengkonsumsi oksigen di ruangan sesempit itu.

Ya, saat lebaran adalah saat untuk bersilahturahmi dengan semua keluarga gue.


Oh ya, gak lupa. Minal aidzin walfaidzin.. Mohon maaf lahir dan batin.. ^/\^

Karena gue juga termasuk manusia yang tak lepas dari salah, maafin khilaf dan salah gue yang secara sadar ataupun gak sadar gue lakuin..

Tunggu post gue selanjutnya..











8 Responses to "-idul fitri's effect!!-"

AkaneD'SiLa Says :
15 September 2010 pukul 12.20

huahaha
cian amat sih kak bersihin rumah gak kud solat.. tapi itu jadi pelajaran. kalo bersihin rumah jangan pas hari H nya


minal aidzin wal faidzin

oya dapet award nhe
ada di sini kak
http://4k4n3-chu.blogspot.com/2010/09/sakit-dapet-award.html

Ika Says :
16 September 2010 pukul 04.04

duhh baca post ini jd kangen lebaran di indonesia, enaknya ga sepi kyk di sini!!
berarti kamu termasuk rajin dong, bantuin ortu bikin kue dan bersih2.
nama kamu Budi atau Hari sih??
btw, blogku kok ga terdaftar lg si blog kamu? *hehe protes* :)

Unknown Says :
16 September 2010 pukul 08.12

Minal aidin wal fa idzin..Mhon maaf lahir & bathin..

efek lebaran bagi gw..adalah malas masuk kerja....maunya nambah libur lagi 5 hari..ntar senin baru masuk.. kekekekek

btw.. wa dah FOLLOW tuh ..ats nama WONG..FOLLOW balik ya.. thx ;)

Unknown Says :
16 September 2010 pukul 13.15

@akane: haha iya.. jadi pelajaran..

@ika hardy: memang sekarang ada di luar negeri??
iya.. rajin.. :D
namaku budi. tapi kalo di keluargaku, dipanggil hari..
ada kok..

@andi wong: yuph.. sama-sama ya.. Minal Aidzin juga.. -/\-

Ika Says :
17 September 2010 pukul 20.11

masa iya namaku terdaftar? aku cari di bagian huruf I kok ga da ya? penasaran aja nih :D
iya sih, mmg aku udh ga di indonesia lg. luar negri, alhamdulillah buakn di timor timur :)

nee.Ya.nia Says :
18 September 2010 pukul 12.28

aargghh!!!! ARCA INI PUNYA BLOG!! arrgHHH!!!!!!! *ngacir2

Unknown Says :
18 September 2010 pukul 12.41

@neeya: grrhhh!!! --")9
jangan kabur!!

Rentals of cannes Says :
21 September 2010 pukul 17.04

mmg aku udh ga di indonesia lg. luar negri, alhamdulillah buakn di timor timur..

Posting Komentar