-lecturer N love!!-

Author: Unknown // Category:
Di semester 5 kemaren, gue dapet dosen bahasa Inggris yang unik. Kalau dulu pernah dapat dosen yang memiliki tingkat sastra bahasa inggris yang super tinggi, yang diduga kuat adalah lulusan Oxfort (atau yang paling masuk akal, Hogward), yang selalu menuntut keseriusan tingkat tinggi untuk mendengarkan dari mahasiswanya (entah kenapa, kita malah sering mengantuk. Kata-kata dari beliau mirip perintah sugesti dalam hipnotis) dan juga tulisan beliau yang lebih mirip ’simbol-simbol’ yang sulit dienskripsikan (ketika kamu lulus dari kuliah ini, kamu akan mendapat dua gelar sekaligus: ahli sastra bahasa inggris dan juga ahli kriptografi-pemecahan kode sandi), dan juga dosen yang suka ngasih tugas yang lebih seperti hasta karya dan kerajinan tangan (jadi berasa kembali ke TK), segala hal tentang entertaining side and multimedia, dan juga yang paling sering absen, kali ini beda.
Gak tahu kenapa, menurut gue, dosen bahasa Inggris selalu unik. Sebut saja dosen bahasa Inggris kali ini, Mr. F. Pria paruh baya asal Jombang ini orangnya suka humor dan ngerti banget tentang anak muda. Dalam mengajarpun orang ini lebih menekankan ke conversation and speaking daripada menulis format-format kalimat tense. Hal itu dijelaskan pada pertemuan pertama di kelas.
“Ya, saya menyadari, ada orang-orang yang terkadang hasil TOEFL-nya bagus, tapi sulit ngomong dengan bahasa Inggris. Ada juga yang tes tulisnya jelek, tapi dia memiliki kelebihan dalam mengobrol dengan bahasa Inggris. Di sini saya lebih menekankan bahasa Inggris digunakan untuk speech, karena bahasa memang untuk diucapkan. Saya lebih menyukai anak yang kurang pandai bahasa Inggris, tapi berani untuk ngomong.” kata dosen tersebut dengan nada yang khas.
Gue dalam hati, ya, bener banget tuh pak! Bahasa memang untuk diucapkan dan digunakan untuk berkomunikasi verbal. Orang tuh memang harus belajar bahasa inggris lebih ke bagaimana mengucapkannya, bukan menuliskannya. Saya akan mendukung bapak di pemilihan gubernur selanjutnya! (??) (salah satu contoh ciri anak yang lemah di tense, tapi ingin mendapat kesempatan)
Orang ini juga bercerita telah beberapa kali ke luar negeri, karena memang itu adalah mimpinya sejak kecil. Pernah suatu ketika dia menanyai salah satu dari kita pas di tengah kuliah.
“Kamu, setelah lulus dari sini rencana kamu ke mana?” kata dosen tersebut ketika berdiri, sambil menunjuk salah satu anak di tengah bangku.
“Emm..” kata temen gue dengan agak ragu-ragu. Dia mikir sejenak. “Kerja, Pak.”
“Oke, pilihan bagus.” kata dosen tersebut langsung setuju. “Kerja di mana?”
“Emm.. Belum tahu pak.” katanya. “Tapi orang tua sih, pengennya saya gak jauh-jauh dari orang tua.”
“Gak jauh dari orang tua?” kata dosen itu dengan ekspresi aneh. “Memang, kenapa dengan orang tua kamu?”
“Ya, orang tua gak pengen aja, saya jauh-jauh dari mereka.”
Oh, Com’on! Kau anak laki-laki kan?” dia lalu kemudian kembali ke bangkunya. “Seorang laki-laki seharusnya memiliki cita-cita yang besar! Ambisi yang besar! Bercita-citalah setinggi-tingginya! Pergilah sejauh-jauhnya! Kalau kau anak muda jaman dulu, maka kau seharusnya berpetualang untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, lalu kembali saat kau telah menjadi pendekar yang paling sakti. Seperti kata pepatah, ’carilah ilmu sampai ke negeri Cina’. Dunia ini luas. Apa kau ingin menghabiskannya dengan tak jauh dari orang tua?” katanya menjelaskan. “Memang, seharusnya kita menjaga orang tua kita, tapi tidak harus seperti itu. Ada banyak cara untuk berbakti kepada orang tua. Tak harus selalu bersama mereka.”
Semua anak-anak mendengarkannya dengan takjub. Pupil mata kita semua membesar dan berkaca-kaca. Mendapat pencerahan. Seolah ada sesuatu yang segar secara tiba-tiba mengalir dalam diri kita. Seperti saat meminum Sprite.
Gue langsung tahu, dosen ini beda. Dan ternyata, dosen ini juga ahli dalam urusan cinta anak muda.


***

“Ayo, lengkapi kalimat di atas!” kata dosen itu, dengan melirik ke papan tulis. Telah terdapat kalimat yang tidak sempurna di atas papan tulis yang baru saja selesai beliau tulis. Semua anak membaca sejenak, berusaha melengkapi kalimat itu di dalam kepala kita secepat mungkin, lalu berencana mengangkat tangan paling pertama. Semua anak-anak tahu, ini juga masuk dalam pengambilan nilai keaktifan. Kita semua ingin mendapat nilai tambahan untuk mata kuliah ini. Kalau saja setiap bangku memiliki bel, kita pasti segera sadar, kalau ini adalah kuis Apa Ini Apa Itu?
Gak lama, salah satu anak di dalam kelas mengangkat tangannya. “Yes, please!
Anak itu lalu kembali melirik tulisan di papan tulis, lalu mengejanya perlahan. When I with You.. with you,” dia berhenti sejenak seperti hampir kehilangan kata-katanya, lalu kembali lancar. “When I with You, time like stoping.
“Huuuuhhh!!!!....” anak-anak riuh menyoraki seketika di kelas. Suasana menjadi heboh seketika. Bukan hanya karena arti kalimat tersebut yang ’khusus’, tetapi juga lebih bertujuan untuk menjatuhkan orang-yang-pertama-kali-angkat-tangan. Mungkin beberapa anak mengepalkan tangan, tanda perang.
Good!” dosen itu lalu diam sesaat, seperti memberi waktu agar anak-anak kembali tenang.
Dan kita semua tahu, dosen ini akan memberi ’kuliah cinta’ lagi karena kalimat ini.
“Memang, jika kita bersama orang yang kita cintai, semuanya seakan berhenti. Waktu begitu cepat berlalu tanpa kita sadari.” dosen itu melirik ke semua anak di kelas. Semua anak mulai mendengarkan dengan serius. Mereka tahu, kalau ini topik favorit mereka. Keadaan sunyi seketika.
“Kalau kata orang, ’dunia hanya milik kita berdua’. Seolah-olah orang lain gak ada selain mereka. Pikiran mereka hanya tentang mereka berdua. Ke mana-mana, berdua. Ditinggal dikit, udah nelpon. Atau, paling gak, SMS. Jaman sekarang enak ya, udah ada yang namanya Short Message servis. SMS. Kangen dikit, udah SMS ’Yang, lagi ngapain?’, ’Yang, udah makan?’, ’Yang, udah tidur?’. Tuh, tidur aja ampe ditanyain. Jadi dalam sehari itu, sejak bangun tidur dan sampai tidur lagi, ditanyain.” semua anak sekelas ketawa rame seketika. “Jadi pacaran sekarang komunikasi bisa cepet dan jadi lebih biasa. Kalau jaman dulu, enggak. Jaman dulu musimnya komunikasi pakai telepon rumah. Telepon jaman dulu itu mahal dan gak semua orang punya telpon. Telpon umum aja belum ada. Selain telepon, paling adanya juga pager, itupun jarang yang punya dan baru kemaren-kemaren aja muncul. Di jaman saya dulu, belum ada. Jadi dulu kita berkomunikasi itu pake surat.”
“Dan, menulis surat tuh gak gampang, apalagi surat cinta. Kita selalu mengalami deg-degan berusaha menyusun kalimat sebaik mungkin, setinggi-tingginya, pokoknya segala hal yang ’manis-manis’ dan romantis. Saat menulis, kita juga membayangkan, bagaimana ekspresi orang yang kita sukai itu ketika membaca kalimat ini. Kita berusaha untuk mencuri hati anak itu melalui tulisan kita. Kita juga berusaha memasukkan kalimat romantis dalam bahasa inggris. Salah dikit, kertas langsung dibuang dan membuat ulang surat itu. Kalau yang menulis cewek, biasanya suratnya lebih rapih dan memakai tinta warna-warni. Setelah menulis, kertas biasanya dimasukkan dalam amplop warna pink.”
“Dan mengirim surat itu sendiri merupakan masalah tersendiri. Kita nungguin terus di kelas, nunggu anak yang kita taksir itu pergi keluar, dan begitu ada kesempatan baru kita masuk dan masukin surat ke tasnya. Jadi, udah kayak penculik aja.”
Semua anak ketawa ramai mendengarkan cerita yang panjang lebar tersebut sambil bayangin gaya pacaran orang jaman dulu.
Wow.. teknologi komunikasi udah berkembang pesat sejak jaman dosen ini muda dulu. Setelah telepon memasyarakat, lalu berkembang pager. Lalu, kemudian setelah itu musimnya pakai phone cell (baca: hand phone) dan merabaklah komunikasi dengan memakai SMS. SMS berkembang menjadi MMS, lalu kemudian 3G. Gak ketinggalan juga media komunikasi dan sosial internet yang terus bekembang, yang dari hanya e-mail, lalu berkembang chat Mirc, Myspace, dan juga Friendster, lalu kemudian Facebook. Gue juga bayangin, gimana sulitnya pacaran jaman dulu. Kalau sekarang enak, udah ada SMS. Kangen dikit, udah SMS, ’lagi ngapain?’ atau ’udah makan apa belum?’. Bayangin, kalau jaman dulu kita pacaran, dan kangen ama pacar kita. Misal kita pas kangen kita ngirim surat ke dia yang isinya ’Dear, My lovely. lagi ngapain? Udah makan apa belum? Besok keluar nonton layar tancep yuk!’, paling cepet kita dapet balasan suratnya sehari kemudian (kalau lagi sial, bisa 2 hari atau seminggu kemudian, atau lebih), dengan isi kira-kira seperti ’Sorry, gak tahu kalau ada surat kamu di tasku. Semingguan ini aku ke sekolah pake tas yang satunya. Ini kamu tanyanya pas kapan?? Oh ya, sisa tulisan kamu isinya apa? Gak jelas, luntur abis keujanan.’. Orang yang membalas surat kita tersebut tidak pernah tahu kalau setelah baca surat itu, kita bertekat bulat untuk bunuh diri.
Dan gue seketika ngerasa beruntung, dilahirkan di jaman serba modern seperti sekarang.
Hingga berpuluh-puluh menit berikutnya, dosen tersebut bercerita banyak hal mulai dari gaya bercinta anak muda jaman sekarang, perbandingan baik dan buruknya dibanding jaman dulu, dan banyak hal lainnya.
Gue masih ingat beberapa waktu yang lalu, ketika beliau bertanya pada salah satu teman cewek di antara kita ketika di tengah kuliah.
Yes? Is there someone?
Emm.. maybe..” katanya ragu-ragu.
“Kenapa, kok ragu-ragu? Masih belum jelas?” dosen tersebut tersenyum lebar. “Jadi belum ada kejelasan dari cowok tersebut?”
Agak lama anak itu diam. Something like that..” cewek tersebut manggut-manggut dengan malu-malu kambing.
“Begini,” kata dosen itu memulai. “Terkadang, bagi seorang cowok, mengatakan cinta itu adalah sesuatu yang sungguh berat. Apalagi kalau cowok tersebut belum pernah sekalipun mengatakan cinta atau punya pacar sebelumnya.”
Gue langsung menyetujui pendapat dosen itu seketika. Ya, bener banget, Pak. Sulit sekali mengatakan cinta pada orang yang kita sukai. Terutama, bagi gue.
Dosen itu melanjutkan. “Seorang cowok itu pasti berpikir seribu kali untuk kemudian memutuskan akan mengatakan cinta pada wanita yang dia cinta. Kenapa?”
Anak-anak diam. Beberapa terlihat mengetahui jawabannya, tapi juga memilih diam. “Karena cowok tersebut takut ditolak. Takut tersakiti hatinya ketika mendengar kata ’tidak’ dari cewek yang disukainya. Hanya cowok yang memiliki nyali besar, yang berani mengatakan perasaannya kepada seorang cewek.”
Beliau lalu memberi berbagai contoh bagaimana cara kebanyakan yang dilakukan oleh cowok ketika menembak cewek. Mulai dari yang romantis, mengajak makan, memberi bunga mawar dan mengatakannya, terus yang agak lucu, bagaimana ingin mengatakan sesuatu (menembak), tapi gak jadi dan akhirnya memahas topik lainnya, dan berbagai macam cara menembak lainnya.
Di tengah-tengah dosen itu menjelaskan bermacam cara menembak cewek, pikiran gue mengembara jauh. Gue belum pernah bisa mengatakan perasaan gue ke cewek yang gue sukai.
Ya, gue kembali mikir. Tiap gue suka terhadap cewek, gue selalu merasa minder dan takut. Gue selalu merasa ’tidak pantas untuknya’ karena melihat berbagai kelebihan yang dimiliki cewek itu yang membuat gue menyukainya (yang sialnya, biasanya juga membuat beberapa cowok lain juga menyukainya). Hal lainnya, gue orangnya pemalu dan selalu kesulitan dalam mendekati orang yang gue sukai. Kalau dengan cewek lain dengan motivasi ’hanya teman’, gue begitu mudah dan gampang akrab. Tapi ini berbeda jauh, ketika gue memiliki ’perasaan’ ke cewek tersebut. Di depannya aja, gue udah salah tingkah duluan. Menyapa yang simpel, kayak Hai!.. Lagi sibuk apa?” aja, gue harus berpikir keras puluhan kali dan juga menunggu detik-detik waktu yang tepat. Meskipun dalam waktu itu, gue habiskan dalam keheningan yang membeku. Tanpa sepatah kata, hingga gue merasa menemukan waktu yang tepat. Yang akhirnya harus gue alami tiap kali, cowok-cowok lainnya yang juga menyukai cewek tersebut mendapatkan kesempatan lebih karena lebih rajin pedekate dan berkomunikasi daripada gue, dan cewek tersebut jadian dengan salah satunya.
Mungkin juga karena gue tipe orang yang paling takut disakiti dan dikecewakan, yang membuat gue takut mendengar kemungkinan jawaban ’tidak’, ketika gue mengatakannya.
Saat-saat dimana gue selalu berfikir, kenapa gue gak bisa seperti mereka, mengatakan suka ke orang lain semudah berkata ’hai!..’? Mungkin memang cara dan jalan gue memang gak bisa seperti mereka.
Pendapat yang sering gue pertanyakan sendiri sekali lagi, karena tidak pernah tahu jawabannya.


***

“Pacaran itu, boleh atau tidak?” kata dosen itu tiba-tiba, suatu ketika.
Semua anak diam. Terlihat, kebanyakan anak-anak ragu dengan jawaban yang ada di kepala mereka. Apa jawaban yang benar seharusnya? Mengapa dosen ini menanyakan itu? Apa tujuan dari pertanyaan ini?
Hampir semua anak, mungkin berpikir, jawaban seharusnya dan yang baik adalah: tidak. Tapi jujur di kepala gue: itu tergantung prinsip orangnya, Pak. Tujuan dari tiap orang yang pacaran itu berbeda-beda.
Dalam keheningan, mengetahui anak-anak kebingungan dan tak menjawab, beliau lalu mengganti pertanyaannya. “Pacaran itu, baiknya sebelum menikah, atau setelah menikah?”
Dalam sekejab, anak-anak menjawab kompak dan penuh keyakinan. “Setelah menikah!!”
“Ehm.” dosen itu berdehem sebentar. “Memang, di dalam Islam mengatakan, pacaran itu halal setelah menikah. Tapi jujur, bagi beberapa orang, terutama saya sendiri, tidak bisa menerima orang asing masuk dalam hidup kita. Kita gak bisa, kita yang awalnya hidup sendiri, lalu kemudian tiba-tiba hidup bersama seseorang yang belum kita kenal sebelumnya.”
Dosen yang mengaku dulu telah pacaran selama sembilan kali tersebut kemudian menjelaskan. “Memang, pacaran itu halal setelah menikah menurut Islam. Tapi asalkan mengetahui rambu-rambu dan batas-batas yang jelas, pacaran itu tidak apa-apa, dengan tujuan untuk saling mengenal dan mengetahui pasangan kita.” beliau menambahkan, “Melalui pacaran, kita dapat mengetahui kepribadian, watak, kelebihan, kekurangan, sifat buruk, dan banyak hal dari pasangan kita. Kita juga belajar, bagaimana cara bekerja sama, mengatasi masalah bersama, saling pengertian akan tiap kepentingan dan ego masing-masing, belajar ikhlas menerima kekurangan dan sifat buruk pasangan kita masing-masing, dan macam-macam. Dengan pacaran, kita belajar untuk hidup bekerja sama dengan seseorang dalam banyak hal, dan yang terpenting, mencari kecocokan. Kita harus cocok dengan pasangan hidup kita.”
Seluruh anak-anak tanpa tekecuali, sekali lagi, merasa kagum dengan pendapat dosen yang satu ini. Semua yang dikatakannya adalah bagus dan indah, tapi tetap berdasarkan realita dari apa yang terjadi. Gue sendiri takjub dan sama sekali tidak menyangka, ketika kalimat itu meluncur keluar dari seorang dosen berumur lima puluhan. Benar sekali, Pak, apa yang anda sampaikan!
Hampir semua yang dikatakan dosen tersebut cocok dan sesuai dengan kenyataan dan dari apa yang selama ini gue pelajari dari dunia luar. Kalau dosen tersebut belajar dari pengalamannya sendiri, gue belajar dari hasil kumpulan analisa gue dari riset di masyarakat. Tiap dosen tersebut menyampaikan pendapat berdasar pengalamannya, gue selalu mencocokkan dengan riset gue sendiri, dan selalu kebanyakan hasilnya tepat. Gue hampir selalu setuju dengan pendapat beliau.
“Seperti saya ini, sebelum akhirnya bertemu dan menikah dengan istri saya sekarang, saya udah pacaran selama delapan kali. Jadi, selama delapan tahun kuliah dan gak lulus-lulus itu, saya tiap tahun ganti pacar.” kita semua ketawa ramai mendengar cerita beliau. “Pacaran dengan ini, setahun ternyata gak cocok, putus. Pacaran dengan itu, setahun ternyata juga gak cocok, putus lagi. Hingga akhirnya ketemu istri saya, dan pacaran selama 2 tahun dan mengaku sama-sama cocok, lalu akhirnya menikah. Dan saat menikah itu, kita berdua udah gak kaget lagi dengan kebiasaan buruk dan watak masing-masing, karena saat pacaran udah ditunjukkan semua. Jadi, udah terbiasa dan menerima apa adanya.”
“Coba kalian tanya temen kalian yang pernah atau sedang pacaran, pasti tahu, bagaimana sulitnya saling menerima dan menghormati kekurangan pasangan kita.” banyak anak kemudian saling menoleh ke temannya masing-masing. Beberapa manggut-manggut tanda setuju. “Kadang, beda prinsip. Kadang juga, yang satu inginnya gini, satu lagi inginnya itu. Kalau tidak dewasa dan saling mengerti, hubungan itu pasti bisa putus di tengah jalan. Bahkan orang yang ahli agama, pinter ngaji, dan sewaktu lajang dan kesehariannya baikpun, tidak menjamin, ketika berhubungan dengan orang lain akan bisa saling kompak, saling pengertian, dan membunuh ego masing-masing. Itu gak hanya teori, tapi butuh praktek.”
Semua anak terdiam. Merasa tercerahkan. Hingga beberapa detik dosen tersebut mengakhiri apa yang dibicarakannya, kita semua masih terdiam karena menyerap dan memikirkan penjelasan dari dosen ini. Hening. Hampir semua anak yang belum pernah pacaran, mungkin sepikiran ama gue. Iya, yah.. jadi begitu.. baru tahu.. ternyata menjalin hubungan itu gak sesimpel yang dibayangkan. Bagi yang pernah atau sedang pacaran, mungkin mikir, iya, itu benar. Makanya saya ganti-ganti pacar terus..


***

Suatu ketika, beliau menjelaskan bagaimana cara-cara cewek biasa menolak ketika ada cowok yang menembaknya.
“Bagaimana biasanya?” tanya dosen tersebut kepada anak-anak, bagaimana biasanya cewek menolak cowok. Seluruh isi kelas menjadi ramai seketika karena tiap anak saling mengatakan pendapatnya sendiri dalam waktu bersamaan.
“Biasanya, gini, kan? Cewek itu biasanya bilang, ’Maaf, tapi saya sudah menyukai orang lain’, atau ’maaf, sudah ada seseorang’. Meskipun akhirnya nanti gak selalu dengan cowok yang dia suka tersebut. Sangat mungkin juga, dia pada saat itu sebenarnya tidak sedang suka cowok lain, dan karena dia tidak suka dengan cowok yang menembaknya tersebut, dia mengatakan begitu. Biasanya cowok tersebut langsung ngais tanah abis gitu.”
“Atau, yang paling bagus gini, ini yang biasanya dipakai buat menolak dengan sangat halus. Biasanya cewek itu bilangnya gini, ’maaf, saya belum memiliki komitmen untuk pacaran. Masih fokus untuk sekolah atau kuliah dulu.’. Biasanya, harapannya dengan mengatakan itu, sang cowok lebih tidak tersakiti hatinya dengan penolakan tersebut. Tapi tetep aja, cowok tersebut ngais tanah. Hancur hatinya..” beliau menjelaskan dengan nada ceria dan khas. “Biasanya si cewek lalu bilang, ’bagaimana kalau kita temenan aja? Mau kan, kita temenan aja?’. Lalu cowoknya bilang apa? Biasanya dia bilang, ’ya udah, kita temenan aja..’ Tapi, setelah itu, apa mereka akhirnya bisa berteman?”
“Emm..” semua anak ragu-ragu menjawab. “Tidak?”
“Benar. Mungkin si cewek yang gak punya perasaan ke cowok tersebut bisa menganggap cowok tersebut sebagai teman. Tapi bagi cowok yang mencintai cewek itu? Takkan pernah bisa..”

Semua anak terdiam.

“Karena cinta itu harus memiliki.”

15 Responses to "-lecturer N love!!-"

Ainurrosyid Atho'illah Says :
4 Maret 2011 pukul 19.57

bagus.....

hem... aku pacaran apa gak ya?
wkwkwkwkwk

nee.Ya.nia Says :
5 Maret 2011 pukul 09.20

jadi ingat pak aries.. beliau juga suka cerita2, bedanya beliau lebih ke 'kehidupan mahasiswa' :).
jadi pengen di ajar dosen ini juga..

aq setuju tentang pacaran tidak apa2 asal mengetahui rambu2 dan batas yang jelas, tp lalu muncul pertanyaan, apakah kita mengetahui rambu2 dan batas2 yg jelas itu? kalau iya, apakah kita yakin tidak akan melanggar rambu2 dan batas tersebut? setan ada di mana2 lo... \(~.,-)/ serem kan kalo kita tergoda melakukan 'hal-hal yg diinginkan'.. tp ini balik lagi ke individunya sih.. :) (IMHO)

CMIIW.. ^^)v

Rizky Putri Azizah Says :
5 Maret 2011 pukul 11.38

ummm... km lagi jatuh cinta yaaa... hahahaha... ceritanya bagus gan...

kent Says :
5 Maret 2011 pukul 12.06

jadi inget, bapak ini sering nanyain aku -o-
kayak psikolog

aditya haferush Says :
5 Maret 2011 pukul 20.45

mantabs boot,,

sependapat sma bapaknya,,,

sekilas info Says :
7 Maret 2011 pukul 12.02

mantap gan


sekalian mau ngasih info buat blogger yang mencari backlink dofollow dan mencari pengunjung silahkan promosikan di

www.sekilasinfo.net, mudah2an berguna bagi seluruh blogger dan pembaca di tanah air

trims

grandchief Says :
7 Maret 2011 pukul 19.52

Bagus punya dosen kayak gtu,pelajarannya jadi nggak kerasa kayaknya :D

Emang boleh ya pacaran?(sambil garuk2 tanah )

Unknown Says :
7 Maret 2011 pukul 20.24

@all: thanks.. :D

@rosyid: it's up to you. tergantung tujuan dan prinsipmu.. :)

@neeya: iya.. tergantung orangnya juga, dan orang tersebut harus dewasa tentunya. ^^

@kiki: wah, jangan gosip! XD

@kent: wkwkk.. iya.. :D

@ve: bener ve. :D

Unknown Says :
7 Maret 2011 pukul 20.27

@sekilas info: thanks.. :)

@grandchief: bener, seru banget diajar dosen kayak gitu.. :D
wkwkk.. boleh gak ya.. :D

IYO Says :
10 Maret 2011 pukul 03.13

sebagai orang islam sih saya kurang setuju pendapat dosen itu..

justru masalahnya ada pada pencarian. Kalau kita bener2 percaya sama Allah, mungkin nggak bakal kejadian 'putus nyambung' kaya gitu. lagi pula, orang yang pacaran sebelum menikah dan sekarang udah menikah, belum terjamin hubungan rumah tangganya bakal langgeng.

Ada penelitian di luar negri, kalo ga salah di eropa2 gitu, orang yang pacaran sampe menginjak tahunan, kebanyakan hubungan rumah tangganya cuma nyampe kira2 4 tahunan.

Allah udah memberikan janji sama umatnya, wanita baik2 untuk pria baik2 sedangkan wanita pezina untuk pria pezina juga, kan ga mungkin Allah mengingkari janji. Jadi tanpa perlu mencari, insya Allah kalau kita terus tawakal, kita bakal dapet pasangan yg cocok.

waktu saya ikut acara bedah buku, saya pernah diceritain, ada teman si pencerita itu nikah sama wanita yang gak dia kenal, mereka cuma kenalan lewat surat identitas dan foto, bahkan wanita yang punya wajah cantik itu ga sempet liat foto si pria. Tapi pas pelamaran, ternyata prianya ganteng banget, trus mereka punya banyak kesamaan. Dulu mereka berdua sama2 pacaran 4 kali dan itu semuanya putus ditengah jalan, tau-taunya tanpa perlu dicari, mereka yang bener2 cocok itu ketemuan dan sekarang udah nikah..

jadi buat apa takut ga cocok??
maaf, ini cuma argumentasi saya.. maaf kalo ada salah2 kata ato kebanyakan kata..

Unknown Says :
13 Maret 2011 pukul 06.14

@IYO: iya, itu kembali lagi ke tujuan pribadi dan prinsip dari orang itu.. :)

Ary Yogeswary Says :
14 Maret 2011 pukul 12.14

hehehe... very nice ya... :)
Kamu yakin bukan saya dosen yang dimaksud?? (Karena biasanya juga nge-share hal2 yang ga penting sama murid saya wkwkwk)

Thx for inspiring :)

Unknown Says :
15 Maret 2011 pukul 05.40

@dayoe: :) thanks..

Ika Says :
24 Maret 2011 pukul 05.54

bagus post-nya...
setuju dgn dosen kamu. proses mengenal seseorang utk masuk ke kehidupan sehari2 kita mmg penting. maaf, dalam hal ini ga da nyinggung soal agama... lagian para mahasiswa si dosen tersebut kan bukan dari satu jenis agama saja kan?? :D
betul itu, mmg terpulang lg ke tujuan n prinsip masing2.
salam ma si dosen :D

Unknown Says :
27 Maret 2011 pukul 07.39

@ika hardy: thanks.. :)
wah, berarti kita sependapat.. :D

Posting Komentar