Dia masih duduk
di depan meja kayu tersebut. Bokongnya sejak tiga jam lalu mulai
panas. Berkali-kali dia berpindah gaya duduk di kursi yang sama.
Tangan kanannya masih dengan dengan cepat memainkan mengetuk-ngetuk
pensil sepanjang 7 cm itu secara berulang-ulang dan konstan. Berusaha
menggapai imajinasi jawaban yang belum juga ia temukan dari
kepalanya.
Ugh!
Sebenarnya apa jawabannya?
Kedua tangannya
kembali memegang erat kedua kepalanya, seolah-olah akan keluar suatu
jawaban dari dalam kalau ia memecah kepalanya sekarang. “ayo! Ayo!
Berpikir!.. seharusnya ini sesuatu yang simpel. Mudah.” dia
berusaha keras menghibur diri sendiri. “tidak mungkin dia
membuatnya sesulit itu.”
Kertas-kertas
buram yang biasa ia gunakan untuk menghitung soal-soal matematika
ketika sedang mengerjakan soal di dalam kelas sejak beberapa jam lalu
berserakan di atas meja. Kebanyakan penuh berisi coretan deretan
serta susunan huruf alphabet dan juga hitungan angka-angka. Beberapa
di antaranya berbentuk bola-bola kertas tak beraturan berserakan di
lantai, hasil dari perasaan jengkelnya atas kalimat yang terus
berputar-putar di kepalanya selama berjam-jam ini. Kertas putih
bersih yang berisi tiga deret huruf itu masih di sana. Ia masih ingat
jelas ketika ia pertama kali membuka amplop coklat yang dia temukan
di antara halaman buku tulis matematikanya itu dan menemukan tiga
kalimat absurd, tidak, lebih tepatnya tiga susunan kalimat sandi tak
beraturan yang harus ia pecahkan. Dua kalimat puzzle, huruf
balok yang diketik rapih dengan mesin ketik.
LAARSATNMOEYEATS
GAERMAAUSSESBAEL
XV-TNAMAPNEMEGIALI
X2
C-U
Mereka berdua
sangat menyukai puzzle dan kalimat sandi, dan terbiasa sering
saling mengirim kalimat sandi untuk dipecahkan. Ia segera tahu kalau
itu adalah sebuah puzzle untuk dipecahkan –dan bukan kalimat
acak dari orang iseng yang mengerjainya- dari warna amplop yang
berwarna coklat itu, serta tulisan C-U di bagian depan amplopnya.
Kalau ada orang di dunia ini yang mengiriminya amplop kecil berwarna
coklat, cuma ada dua orang: yaitu kepala sekolah tempatnya belajar
sekarang-yang selalu digunakan untuk memberi info-info khusus kasus
yang harus mereka pecahkan- tiap minggunya, dan juga gadis itu.
Tulisan C-U di
depan amplop itu selalu ia sadari bermakna ganda. Makna pertama
adalah: C untuk inisial nama gadis itu, dan U untuk ‘you’
yaitu dirinya, orang yang dikirimi surat. Sehingga arti dari kalimat
itu dapat diartikan ‘surat dari C untuk Mu’. Dan yang khusus
adalah, tak ada orang lain lagi yang dikirimi /yang akan dikirimi
surat selain dirinya, sehingga tentu saja arti U adalah hanya
dirinya.
“Coz it’s
exclusive for you.” katanya, saat satu kali pernah bertanya.
Kalimat simpel yang menjelaskan semuanya. Tapi juga tak menjelaskan
semuanya. Kenapa? Yang ia tahu, hatinya merasa senang ketika
mendengarnya.
Makna kedua
lebih ke arah lelucon. C-U dapat diartikan sebagai ‘see you’,
atau ‘sampai jumpa lagi’. Pernah dia berdebat sengit mengenai
masalah arti huruf C-U ini saat gadis itu mengiriminya amplop yang
kertasnya hanya berisi huruf C-U.
“Apa itu
salah? Coz, aku hanya ingin memberitahumu kalau aku ingin
bertemu lagi denganmu besok pagi di kelas. Sekarang.” kata gadis
itu membela diri. “it means ‘see you’..”
“Tapi kamu
membuatku khawatir! Aku seketika datang ke kamarmu, mengira ada
apa-apa denganmu! Dan tadi malam, di sana ternyata kamu tertidur
pulas di atas kasurmu,” katanya berapi-api sambil nafasnya memburu
“tak terjadi apa-apa.”
Gadis itu
terdiam seketika. Senyap, melihat ekspresi yang menatap tajam
matanya. “Iya, maaf membuatmu khawatir. Gak akan kuulangi..”
Maka sejak saat
itu tiap amplop yang dikirim gadis itu kertasnya hanya berisi kalimat
sandi untuk dipecahkan. Tak ada lagi tulisan C-U. No ‘see you’
more.
Hingga
berbulan-bulan kemudian, malam ini, isi kertas dalam amplop itu
kembali bertuliskan C-U.
***
Dia melihat jam
dinding, jarumnya menunjukkan pukul 07:14. Sudah lebih dari 9 jam
berlalu sejak dia memutuskan bergelut dengan kalimat-kalimat itu.
Sejauh ini ia telah berhasil memecahkan dua dari tiga kalimat isi
pesan di amlop coklat itu. Dia merasa sangat khawatir sejak berusaha
memecahkan kalimat sandi itu tadi malam. Tulisan C-U itu muncul lagi.
Apa artinya ini?
Kekhawatiran
ini semakin memuncak, ketika dia berhasil memecahkan kalimat yang
pertama. Kalimat yang kemungkinan besar berhubungan dengan tulisan
C-U itu.
LAARSATNMOEYEATS
Awalnya dia
mengira itu hanyalah kalimat anagram yang diacak seperti
seringkali gadis itu mengetesnya, dan berusaha membolak-balik kalimat
itu dengan pola-pola sederhana seperti biasanya. Tapi yang didapat
hanyalah kalimat acak kembali yang tak bermakna. Tak menemukan hasil,
dia menduga kalimat ini memiliki metode pemecahan khusus dengan pola
tertentu. Kalimat sandi.
Beberapa kali
dia mencoba berbagai teknik yang pernah dia pelajari di buku. Setelah
hampir satu jam, setelah mencoba puluhan cara yang ada, dia berhasil
memecahkannya dengan salah satu tekniknya.
laarsatnmoeyeats
Dia menulis
ulang kalimat tersebut. Dia lalu menaruh tiap huruf secara berurutan
dari kiri ke kanan, menjadi awal dan akhir kalimat hingga bertemu di
tengah. Menjadi:
l
a a r s a t n m o e y e a t
s
1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
l
a s t m e e t s a y o n a r
a
1
3 5 7 9 11 13 15 16 14 12 10 8 6 4 2
lastmeetsayonara
last
meet sayonara
Last Meet
Sayonara. Lalu disusul dengan akhir kata ‘see you’.
Apa arti kalimat ini? Pertemuan terakhir? Selamat tinggal?
Pikirannya
melambung jauh. Dia membayangkan apa yang telah dialami, apa yang
sedang terjadi, bagaimana perasaan gadis itu ketika itu. Ketika
menulis kalimat sandi ini. Pikirannya semakin kuat ketika dia
memecahkan kalimat kedua dengan cara yang sama:
gaermaaussesbael
Berubah
menjadi:
gemasebelassuara
Gema
Sebelas Suara.
Suara. Gema.
Pikirannya berputar. Apa maksudnya? Apa yang bergema? Bersuara? Ingin
sekali dia menelepon gadis itu sekarang dengan handphone-tugas
yang sekarang tergeletak di sampingnya untuk menanyakan maksudnya.
Tapi dia merasa percuma. Satu-satunya nomor yang tersimpan di
handphone itu, yaitu nomor gadis itu, tidak aktif sejak dia
mencoba meneleponnya tadi malam. Kalaupun dapat tersambung, dia tahu
itu takkan memecahkan masalahnya. “puzzle ada untuk
dipecahkan, kan?” dia sangat yakin dengan kalimat yang akan
didapatkannya dari suara gadis di ujung sana.
Pikirannya
kembali mengambang. Berpetualang. Mencari-cari. Apa ini? Apa
maksud dari puzzle ini? Dia ingin bertemu untuk yang terakhir
kalinya?.. Tiba-tiba ada kesedihan yang begitu dalam menyeruak
dari dalam hatinya. Mencekatnya erat tak bergerak. Kegelisahan,
kesendirian, ketidak-lengkapan, kehilangan, penasaran, berkumpul
menjadi satu rasa. Dia akan pergi.. benarkah?
Kepalanya
berusaha keras dengan perasaan menggebu-gebu untuk mencari tahu makna
dari kalimat sandi tersebut. Hal ini adalah hal yang sangat mereka
sukai berdua. Jiwanya tertantang memecahkan berbagai teka-teki dan
mencari berbagai petunjuk. Tapi hatinya begitu ketakutan, sebaliknya.
Hatinya takut untuk mengetahui kebenaran dan maksud dari kalimat itu,
jika itu memang benar artinya adalah perpisahan. Hati kecilnya lebih
memilih untuk tak dapat memecahkannya. Tak mengerti maksudnya. Justru
mungkin dia berharap, tak mendapat dan mengetahui kalimat-teka-teki
ini.
Dia kemudian
sadar, dia tak ingin kehilangan sahabatnya itu.
***
Gema sebelas
suara. Apa maksudnya? Sebuah waktu? Sebuah tempat? Sebuah
peristiwa? Apa itu? Lalu apa arti kalimat yang ketiga? Dia bahkan
belum dapat memecahkan teka-teki yang ketiga. Selama enam jam lebih
dia berkutat pada kalimat ketiga dan memecahkannya dengan berbagai
teknik yang ada di buku pelajarannya, dia tetap tak menemukannya. Dia
merasa ketiga kalimat itu berhubungan, dan jika kalimat ketiga belum
terpecahkan, dia berpikir mungkin dia masih belum dapat mengerti
maksud kalimat ‘gema sebelas suara’ itu.
Dia kembali
mengamati tulisan nama kontak di handphone-tugas itu. Nama
gadis itu. Satu-satunya daftar kontak yang ada di handphone-nya.
Begitu juga sebaliknya, namanya juga merupakan satu-satunya daftar
kontak yang ada di handphone gadis itu. Dua handphone
itu berpasangan. Hanya mereka berdua yang mendapat hak istimewa
mendapat handphone itu di angkatan mereka dan dipilih langsung
oleh kepala sekolah. Dua orang dengan nilai tertinggi selalu dipilih
di tiap angkatan tiap tahunnya untuk menjalankan tugas khusus
memecahkan kasus-kasus misterius di masyarakat di luar jam pelajaran.
Handphone lipat tersebut selain untuk berkomunikasi mereka
berdua ketika dalam penyelidikan kasus, juga sebagai pengenal bahwa
mereka adalah siswa khusus. Mereka dapat menunjukkan tanda segi enam
khusus yang ada di sisi luar chasing handphone tersebut
sebagai identitas ‘siswa khusus’ kepada polisi atau warga sipil
sekitar untuk kemudahan bantuan dalam penyelidikan kasus.
Handphone-tugas.
Begitu mereka berdua gemar menyebutnya. Meskipun terdapat aturan
tertulis bahwa handphone tersebut hanya boleh digunakan untuk
kepentingan penyelidikan kasus, mereka sering menggunakannnya untuk
komunikasi berdua –saling bercerita atau saling menukar kata sandi-
ketika mereka tak dapat berkomunikasi melalui surat, atau tak dapat
bertemu selama beberapa hari. Sering mereka menggunakannya berjam-jam
saling mengobrol di waktu malam untuk membahas segala hal.
Seringkalinya berhasil, hanya satu kali ketahuan. Mereka selamat
karena perkataan mereka berdua tepat dan sama persis: “kami
menggunakannya untuk membahas sidik jari pada pot ketiga pada kasus
253”. Mereka mengatakannya ketika mereka berdua diintrograsi secara
tersembunyi, terpisah,dan bersamaan. Tak ada hal yang patut dicurigai
oleh pihak sekolah pada mereka berdua, kecuali mereka bertindak lebih
jauh dengan mendengarkan rekaman telepon mereka berdua di kantor
pusat informasi. Entah sejak kapan, hubungan mereka dibangun dari
kepercayaan sangat tinggi, saling mengantisipasi, melengkapi, dan..
teka-teki.
Kenapa
handphone-nya ia matikan? Dia masih bertanya dalam hati.
Benarkah?
Seketika ia
terkesiap. Dua menit terakhir ia gunakan untuk mengenang kenangan
mereka berdua, bukannya memecahkan kata sandi itu. Hatinya berlawanan
dengan pikirannya.
Gema sebelas
suara. Sebelas. Dia berusaha kembali fokus. Dia melirik kalender
duduk yang ada di mejanya. 11. Tak ada hal yang istimewa dengan angka
itu di kalender. Hanya tertulis hari Jum’at. Tak ada lagi.
Satu-satunya yang menarik perhatian hanyalah tanggal 15. Hari Selasa.
Hari ini. Dia melingkarinya dengan spidol warna hitam untuk
mengingatkan dirinya bahwa hari ini dia harus menyerahkan
berkas-berkas hasil penyelidikan dua kasus yang mereka tangani
sebulan ini. Dia kembali melihat sekeliling. Berfokus pada
benda-benda di mejanya, Entah kenapa, dia melihat kode tato di lengan
tangan kirinya. K - 4 1 1 7 3 2. Deret kode yang dimiliki tiap
anak di sekolah tersebut yang dipakai sebagai ‘nama baru’ mereka.
Deret kode yang membuatnya dipanggil dengan sebutan ‘K’ oleh
teman-temannya. Dia melekatkan pandangannya ke deret angka tersebut.
Percuma, tak ada yang bisa didapat. Mengerti arti deret angka itu
saja tidak. Bukan ini.
Sejak tadi dia
menyentuh kertas itu dengan tangannya, tapi tak ada yang terbaca. Tak
ada energi ataupun emosi sedikitpun yang tertinggal di kertas itu.
Dia selalu tak dapat ‘membaca’ gadis itu. Dia terus mencari-cari.
Rambut kemerahannya sejak tadi basah penuh keringat. Tak terkecuali
muka, leher,lengan dan hampir keseluruhan permukaan tubuhnya.
Pikirannya fokus, seolah tak merasakan hawa kamarnya yang selalu
mulai terasa panas ketika pagi tersebut. Matanya tertambat pada kotak
Rubix 4x4x4 yang ia dapatkan beberapa bulan lalu. Kotak rubix yang
selain memiliki enam sisi warna berbeda, juga memiliki angka
berurutan dari 1 hingga 16 di setiap sisinya. Dia membutuhkan waktu
dua bulan untuk menyelesaikannya, karena selain harus menyamakan
warna, dia juga harus mengurutkan ke-16 angka itu dalam waktu
bersamaan untuk dapat menyelesaikannya. Dia mendapatkan rubix
tersebut, setelah sanggup menyelesaikan tantangan dari gadis itu
untuk menyelesaikan kotak Rubix 3x3x3 dalam waktu lima belas menit
dan dia hanya membutuhkan waktu tujuh menit dalam sekali mencoba.
“Lihat, tujuh
menit tiga puluh satu detik!” katanya sambil melihat di tangannya.
“Tiga puluh
dua detik, Key!” kata gadis itu, mengkonfirmasi ulang. “tapi,
bagaimana bisa? Katanya kamu belum pernah menyelesaikan sebelumnya?”
“Entahlah.
Aku membutuhkan lima menit pertama untuk memikirkan logika
termudahnya. Lalu di sisa dua menit berikutnya aku hanya
menjalankannya perlahan. Hehehe..”
“I see..
” kata gadis itu, mudah menangkap apa yang terjadi. Gadis itu
tersenyum, “sebagai gantinya, ingin hadiah apa?”
“Hadiah?
Emm.. entahlah. Terserah aja.. aku hanya suka memecahkannya.”
katanya, juga tersenyum.
“Bagaimana
kalau kotak Rubix?”
“Kotak ini?”
“Bukan, yang
lainnya. Kamu sudah memecahkan yang satu ini. Rubix jenis lain.”
“Oh ya? Ada
yang lain?” katanya antusias.
“Tentu saja.
Ada banyak..”
“Enam belas.
Bagaiamana kalau kotak Rubix 4x4x4? Adakah?”
“Ada. 5x5x5
juga ada kok.”
“Gak, yang
4x4x4 aja.”
“Kenapa? Yang
lebih mudah? Hehehe..” gadis itu tertawa kecil.
“Bukan.”
katanya yakin. “Karena aku suka angka 16. Menandakan bentuk
persegi. Bujur sangkar. Kuadrat. 4x4. Dapat dibagi 2. Angka 16 itu
adalah angka yang sempurna dan seimbang. Kalau itu dijadikan bentuk
ruang menjadi bentuk ruang balok yang sempurna. Pernah
memikirkannya?”
“Hahahaha!..”
Gadis itu tertawa lepas. “Kamu itu aneh. Itu kan hanya angka..”
“Biarlah..
Manusia hidup itu harus menyukai sesuatu. Dan aku suka angka 16 dan
balok.”
“Iya.. tapi
kenapa 16?” sanggahnya. “Kenapa bukan angka 7? Atau 9? Banyak hal
yang dimulai dengan 7, seperti langit ketujuh, surga dan neraka lapis
tujuh, kaya tujuh turunan, agen 007, dan lain-lain. Angka 9 juga
banyak dipercayai oleh banyak orang sebagai angka bagus. Angka yang
membawa keberuntungan..”
“Aku gak
suka, itu aja. Lagipula, pandanganku tentang keberuntungan itu beda.”
“Oh ya?”
“Menurutku,
keberuntungan itu dibentuk dari usaha kita. Keberuntungan itu reaksi
dari aksi. Aksi, tindakan kita. Semakin sempurna apa yang kita
lakukan, maka keberuntungan kita semakin besar. Mungkin keberuntungan
tak dapat ditebak, tapi dapat dibentuk dan diarahkan. Orang yang
semakin sering berlatih, semakin menyempurnakan tindakan, semakin
banyak ilmu dan pengalaman, sensitifitas akan hal terkecil, adalah
orang yang paling beruntung. Keberuntungan itu kecelakaan yang hanya
terjadi pada yang siap menerimanya.”
“Oh..
keren!...” kata gadis itu dengan mata berbinar. “Aku setuju!”
“Lagipula,”
katanya lagi. “kita menyukai sesuatu hanya pada hal yang cocok
dengan jiwa kita, kan?”
“Tapi,”
kata gadis itu kemudian, “setelah mendengar kamu menjelaskannya,
aku jadi ikut suka dengan angka 16. Iya ya, angka itu seimbang.”
“Hahahaha..
sekarang kamu yang aneh. Masa menyukai sesuatu hal karena orang
lain?!”
“Biar.
Manusia hidup itu harus menyukai sesuatu.” gadis itu membela diri.
“Hei, itu
kalimatku..”
“Baiklah,
rubix 4x4x4 ya..” Gadis itu memakai caranya untuk memutus
perdebatan. Dia tersenyum. “Besok.”
Dia kembali
tersenyum ketika mengingat hal itu. Sejak saat itulah gadis itu
menyukai angka 16 dan balok, seperti dirinya. Begitu banyak hal telah
mereka lewati berdua sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Banyak
hal. Sekali lagi, rasa kehilangan itu menyeruak pekat secara
tiba-tiba. Membenamkan perasaannya jatuh ke dasar paling dasar.
Matanya kembali
melihat jam dinding. Sekarang menunjukkan pukul 07:17. Kalau saja
bukan karena berkas-berkas ini dan dia meminta ijin untuk tidak
mengikuti pelajaran jam pertama dan kedua, dia pasti sudah terlambat
masuk ke kelas sekarang.
***
Lingkungan
bangunan sekolah yang dibangun sejak tahun 80-an itu tenang. Semua
anak yang sedang mengikuti pelajaran khidmat mendengarkan kalimat
yang dijelaskann oleh masing-masing guru di kelasnya. Pohon Asam yang
tumbuh besar tepat di samping lonceng tua berkarat yang biasa
dibunyikan untuk tanda masuk dan bubarnya kelas itu memberikan kesan
sejuk sepanjang hari, seolah tak pernah mengenal teriknya siang hari.
Dinding kayunya yang bercat putih memberi efek pencahayaan yang
cukup, mengimbangi luasnya cabang pohon asam yang menutupi hampir
tiga per empat cahaya matahari yang masuk.
Lonceng yang
memiliki ukuran diameter kira-kira sepanjang 2 meter tersebut
terletak di atas menara di ujung lorong, yang memiliki atap di
atasnya agar lonceng tersebut terhindar dari terik matahari. Jika
saja sang pembangun sekolah ini tahu bahwa pohon asam kecil dua puluh
tahun lalu itu bisa sebesar sekarang, mungkin dia akan merasa percuma
membangun atapdi atas lonceng. Menara lonceng tersebut terletak di
ujung lorong berbelok, yang membentuk huruf ‘U’ bersiku jika
dilihat dari atas. Jika ditanya alasannya, untuk mengelilingi sebuah
lapangan kecil berumputlah mengapa lorong tersebut dibuat berbelok
dua kali dan membagi lorong tersebut menjadi tiga lorong bersambung.
Sembilan kelas. Tiga kelas per lorong. Siapapun tak akan menyangka
tiga kelas yang tersisa itu bukanlah digunakan untuk pengajaran untuk
pendidikan anak SD, melainkan sekolah pengajaran khusus untuk
anak-anak yatim piatu yang berkemampuan khusus.
“Ayo, Nona
See!” kata seorang pria tua paruh baya dengan pakaian jas lengkap.
Dia berusaha keras berteriak sambil mendongak ke atas menara lonceng
agar suaranya terdengar. “Turunlah! Kita segera mau berangkat!”
“11 menit 11
detik lagi, kan?” katanya yakin. Rambut pirangnya terlihat agak
kecoklatan tertimpa bayangan dari cabang dan daun pohon asam. “Aku
masih mau menunggunya di sini sebentar lagi..”
Pria paruh baya
itu melihat jam tangannya yang berwarna keemasan sekali lagi. Pukul
07:18. Lebih beberapa detik. Seperti biasa, selalu tepat.
“Baiklah! Saya cuma ingin memastikan!..”
Gadis itu tak
menjawab. Dia tak peduli, seolah-olah segala yang terjadi telah
diketahuinya lebih dulu. Bersandar pada kedua lengannya, matanya
memandang lurus ke depan melihat pepohonan di bukit-bukit jauh di
seberang. Juga tampak sejuk seperti tempatnya sekarang. Pikirannya
melambung tinggi, tak benar-benar berada di bukit itu. Apa yang
dilakukannya sekarang, ya? Apa dia mampu memecahkannya?
“Hihi..
mungkin dia akan kesulitan..” gadis berkulit putih itu tersenyum.
Dia tak kuasa menahan imajinasinya membayangkan ekspresi anak
laki-laki itu tiap kali berusaha memecahkan teka-teki atau hal
misterius dari kasus yang mereka pecahkan bersama. Ekspresi serius
mencari petunjuk, mencari jawaban dari pertanyaan ‘apa?’ dan
‘mengapa?’ di kepalanya, mengumpulkan apapun pecahan-pecahan hal
terkecil di sekitarnya, kemampuan merangkai tiap hal dan
mensimulasikan dan memikirkan percabangan serta kemungkinan yang
dapat terjadi sesuai fakta, mencocokkan dengan segala motif, dan
terakhir: menemukan jawabannya. Meskipun di luar selalu terlihat
ceria, tapi sangat misterius di dalam.
Dia masih ingat
ketika pertama kali bertemu anak laki-laki itu ketika baru masuk ke
sekolah ini hampir setahun yang lalu. Anak itu mengulurkan tangannya
duluan tanpa berkata apapun.
“Hai, aku C
– 1 4 1 1 2 3.” kata See waktu itu. Dirinya menjabat tangan
yang ditutupi sarung tangan kulit itu sambil tersenyum kecil. “Yang
lain biasa memanggilku: See. Sesuai huruf terdepan dari
kodeku.”
Anak laki-laki
itu tak merespon. Mereka saling berpandangan dalam waktu lama.
“Kau juga
pasti memilikinya.” Masih teringat, dirinya ketika itu lalu membuka
sarung tangan yang menutupi tangan kirinya. Dirinya hanya memakai
sarung tangan di tangan kiri agar tanda itu tak terlihat. Seketika
terlihat tanda tato kecil dengan bentuk deret kode biner yang diikuti
di bawahnya deret huruf dan angka yang bertuliskan: C – 1 4 1 1 2 3
di punggung tangannya. Dirinya lalu menunjukkannya. “Seperti ini.
Semua anak di sini memiliki ini di tubuhnya. ”
“Oh,” anak
laki-laki itu sekejab tersadar, seperti kembali ke dunia nyata. “Ini,
di lengan kiriku. Baru kemarin mereka membuatnya di sana.” Dapat
langsung terlihat, lengan kiri tersebut ditutupi kapas yang ditempel
dengan plester di sekelilingnya.
Dia terdiam
mengamati anak laki-laki itu sesaat. Tak dapat langsung menjawab
dengan refleks. “Em, ya.. Butuh sekitar satu bulan untuk kering.
Mereka memakai tinta khusus.”
Anak laki-laki
itu kemudian mengambil sobekan kertas kecil di saku bajunya. “Emm..
aku..” dia lalu membacanya. “K – 4 1 1 7 3 2.”
Hening sesaat.
“Emm.. Hai,
Key.”
Hening kembali.
Mereka saling memandang. Mereka saling mengamati tiap gerak terkecil
dan mimik ekspresi dari lawan bicara di depan mereka. Mereka
seolah-olah ingin mengkonversi waktu beberapa bulan yang dibutuhkan
untuk mengenal kepribadian seseorang hanya menjadi beberapa detik.
“Ya..” anak
laki-laki itu berusaha keras tersadar. “Wah.. jadi Key, ya? Oh ya,
maaf pembicaraannya menjadi kaku gini. Kesalahanku tiap bertemu orang
baru, selalu berusaha ingin mengetahui dan ‘membaca’ orang itu
lebih dulu.”
Dia sedikit
terkejut. “Hehehe, kok sama ya.. Aku juga melakukan hal yang sama.”
“Iya,
hehehe.. Seharusnya aku melihatmu ketika berinteraksi dan berbicara
dengan orang lain dulu selama beberapa menit, baru berkenalan. Jadi
pembiacaraan kita gak kaku begini.”
“Hahaha..
tahu gak, aku juga tadi berpikiran sama lho ketika baru bersalaman
tadi!..”
“Benarkah?
Hahaha..” kata anak laki-laki itu. “Mungkin kita manusia
sejenis..”
“Hahaha..
mungkin.”
“Tahu gak,
aku sering berpikir: apa yang akan dilakukan saat dua orang jenius
saling bertemu untuk pertama kalinya? Apa yang pertama kali
dilakukan?”
“SALING
MEMBACA PIKIRAN!!” kata mereka berdua serentak.
“Hahahahaha!..”
mereka berdua tertawa bersamaan sambil saling berpandangan.
“Haha.. aku
tak menyangka kalau ada orang yang juga pernah memikirkan hal itu.”
Katanya. “Dan kau adalah anak laki-laki dan manusia pertama yang
berpikiran sama denganku!”
“Hahaha.. Aku
juga.” jawab anak laki-laki itu. “Hai, aku Key.” Dia
mengulurkan tangannya untuk kedua kalinya.
“Aku See.”
Dia menjabat tangannya untuk yang kedua kalinya. Itulah kali pertama
mereka bertemu, di perjumpaan yang kaku namun penuh kejujuran.
Perjumpaan dua orang yang senasip dan mampu saling merasakan,
mungkin.
Sejak saat itu
mereka berdua sering mengobrol dan saling bertukar pikiran. Mereka
seperti baru pertama kali bertemu orang sejenis yang mengerti mereka
satu sama lain. Seperti kalimat yang selalu mereka sukai: “Anjing
dapat merasakan kehadiran anjing lain. Iblis sanggup merasakan
kehadiran iblis lain. Orang aneh dapat merasakan kehadiran orang aneh
lainnya.” Dan mereka selalu tertawa terbahak-bahak tiap kali
selesai mengatakan kalimat itu secara bersamaan. Pemikiran mereka
sering sama dan serupa. Sering mereka membahas tentang kehidupan,
terkadang tentang cinta, tak jarang tentang pola berpikir dan
pemahaman tentang dunia, dan kebanyakan tentang teka-teki, symbol,
arti, bahasa-bahasa asing, ataupun manipulasi pikiran. Mereka berbagi
hal-hal yang mereka sukai dan juga yang mereka benci. Seringkali
mereka sepaham, tapi tak jarang juga berselisih paham tentang teori
atau suatu hal yang mereka temui.
Dia teringat
satu kali ketika belajar di kelas, Pak Tano, guru yang mengajar
pelajaran tentang Time Management bertanya kepada seluruh murid di
kelasnya ketika memulai kelasnya.
“Anak-anak,
menurut kalian, apa yang paling berharga bagi manusia di dunia ini?”
Untuk sesaat
kelas menjadi hening. Para murid tahu, ini adalah kalimat jebakan.
Jawaban dari kalimat ini pasti bukan jawaban umum yang biasa dijawab
orang awam pada umunya.
“Ilmu
Pengetahuan!” jawab beberapa anak seketika.
“Hmm..” Pak
Tano bergumam.
Kelas kembali
beku. Semua anak terlihat berusaha memikirkan jawabannya. “Ada
lagi?”
“Kebijaksanaan,
Pak!” jawab satu anak lainnya.
“Kecerdasan!”
yang lainnya tak kalah.
Pak Tano
tersenyum senang. “Hmm.. jawaban-jawaban yang brilliant!
Bagus! Ada jawaban yang lain lagi?”
Hening kembali.
Ini terasa mulai berat ketika semua hal yang terlintas di pikiran
kita telah diutarakan oleh orang lain. Apa lagi yang mungkin?
Semua anak
berpikir keras, mencari jawaban-jawaban lain yang mungkin. Atau, jika
beruntung, jawaban yang diinginkan Pak Tano yang sebenarnya. Key
kemudian tiba-tiba mengangkat tangannya. “Waktu, Pak!”
Ekspresi wajah
Pak Tano berubah seketika, seolah-olah dia baru menemukan sebongkah
besar emas ketika mendulang emas di sungai. “Benar! Waktu.” Pak
Tano tak perlu menggiring anak-anak untuk mencari jawabannya lebih
jauh lagi.
Semua wajah
anak menoleh ke arah Key. Lalu berganti kembali ke arah Pak Tano,
ketika orang tersebut menjauh dan mengambil kapur di bagian bawah
papan tulis.
“WAK… TU.”
Pak Tano lalu menuliskan tulisan ‘waktu’ di papan tulis dengan
huruf besar. “Kenapa waktu? Key, bisa jelaskan?”
“Ya..” Key
agak tergagap. “Itu.. Em.. Mudah. Segala hal di dunia ini terikat
oleh waktu. Segala proses aksi reaksi tak dapat dipisahkan oleh
waktu. Begitu juga dengan kehidupan manusia. Manusia dapat berhasil
jika dia dapat memanfaatkan waktu dalam hidupnya sebaik-baiknya.
Waktu juga berarti kesempatan bagi manusia. Sesuatu yang dapat
membuat mereka memperbaiki kesalahannya, atau melakukan apa yang
diinginkannya dengan sebaik-baiknya. Melalui waktulah, manusia dapat
menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Melalui waktu, manusia mencari
pengalamannya, bertemu orang-orang yang disayanginya seperti
keluarga, teman, sahabat, menemui masalah yang menempanya, belajar
hal baik dan buruk. Manusia berubah karena waktu. Waktu, yang
membiarkan semuanya terjadi. Itu menurut pendapat saya, Pak.”
“Ya, bagus
sekali,” jawab Pak Tano puas. “Seperti itulah kira-kira yang..”
“Pak!” See
tiba-tiba mengangkat tangannya ketika itu.
Semua anak
menoleh, tak terkecuali Pak Tano. “Ya?”
“Menurut
saya, yang terpenting yang dimiliki manusia adalah.. ingatan.”
Pak Tano diam
sesaat. “Ingatan?”
“Ya.
Ingatan.”
“Bisa
jelaskan?”
See terlihat
berpikir sebentar. Dia berusaha menggali, mencoba mencari susunan
kata yang paling mudah menggambarkan pikirannya.
“Begini..
manusia terus melalui perjalanan hidupnya dan belajar tanpa henti.”
See memulai. “Manusia melakukan itu untuk apa? Untuk mendapat
pengalaman. Untuk mencetak segala hal yang telah dilaluinya agar
permanen di pikirannya. Untuk mengingat. Manusia menggunakan ingatan
untuk melakukannya. Manusia belajar, membaca buku berulang-ulang juga
bertujuan agar dapat mengingat. Selama hidupnya, manusia terus
menjalani hidupnya dengan proses mencetak ingatannya, entah tanpa
disadari ataupun tidak. Ingatan itu begitu berharga. Kenapa? Karena
ingatan menyimpan informasi, seperti layaknya memori. Ingatan
mencetak segala hal yang dilakukan, dilalui, dan juga diajari. Sebuah
track record. Itulah mengapa ada seseorang yang dapat diburu
seluruh agen di seluruh di dunia karena informasi yang diketahuinya.
Seseorang dapat ditentukan hidup atau matinya, seringkali dari
informasi yang dimilikinya. Manusia dapat mencapai puncak tertinggi,
memiliki ilmu pengetahuan tiada batas, pengalaman, harta benda
melimpah dan juga kedudukan. Tapi bagaimana jika dia dalam sekejab
hilang ingatan? Tiba-tiba semua informasi di dalam kepalanya hilang,
atau tak terbaca? Dia kembali nol. Tak berharga. Itulah mengapa
ingatan itu harganya tak ternilai dibandingkan dengan apapun. Kita
mungkin dapat kehilangan seseorang yang kita sayangi, tapi ingatan
ketika bersama orang itu, kasih sayang, senyuman, perkataan orang
itu, dapat selamanya hidup dalam ingatan kita. Terus membekas dan tak
ingin kita lupakan selamanya. Bahkan ingatan seringkali terasa lebih
nyata dari kenyataan. Menurut saya itu, Pak. Ingatan. Yang paling
berharga dari manusia itu adalah ingatan yang dimilikinya. Manusia
dinilai dari pikirannya, kan? Maukah anda menukar semua ingatan yang
anda miliki saat ini dengan segala hal berharga di dunia? Ditukar
dengan harta benda? Atau mungkin, ditukar dengan waktu hidup yang
lebih lama? Sangat konyol jika ada yang bersedia, karena ketika
mereka mendapatkannya, mereka telah lupa semuanya dan semua hal yang
didapat itu menjadi tidak berharga lagi.”
Semua mata
terpana melihat See ketika menjelaskan pemikirannya saat itu. Pak
Tano, yang terkagum dengan kalimat super tajam yang baru didengarnya
dari muridnya tersebut, secara refleks bertepuk tangan.
Semua anak-anak
ikut bertepuk tangan, mengikuti Pak Tano. Key juga tak ketinggalan
ikut menggambarkan kekagumannya. Suasana di kelas menjadi riuh
seketika.
“Anak-anak,
kalian seharusnya bangga memiliki teman seperti See ini. Dia mampu
memberi gambaran serta membuka pemikiran kita tentang betapa
pentingnya ingatan kita..” berbeda dengan sebelumnya kali ini, Pak
Tono berbicara dengan semangat yang menggebu-gebu. “See baru saja
membuka pikiran bapak, ternyata benar, ingatan kitalah hal yang
paling berharga di dunia. Benar, jika mungkin ada seseorang yang
tiba-tiba menawari saya bahwa dia dapat menghidupkan kembali istri
saya yang tercinta tapi sebagai gantinya semua ingatan saya tentang
istri saya dihapus, saya tidak akan menerimanya. Kalaupun itu bisa
terjadi, lalu untuk apa? Saya menjadi tidak ingat lagi tentang istri
saya, padahal kenangan dan ingatan itulah hal yang paling berharga.”
Pak Tano lalu
terdiam sesaat. “Saya akan lebih memilih semuanya berjalan seperti
ini saja. Dia terus hidup abadi dalam ingatan saya..”
Suasana dalam
kelas itu tiba-tiba hening sesaat.
See masih
tertegun melihat bukit nan jauh di sana. Awan sedikit bergulung di
atasnya. Beberapa camar terlihat mengepakkan sayap di atas langit.
Mereka pasti membuat sarang di salah satu pepohonan itu.
Ia mengambil
buku gambarnya di tasnya. Ia ingin menggambar sesuatu. 9 menit..
masih sempat.
Dia kembali
ingat, di kelas itu setelahnya Pak Tano menjelaskan tentang peranan
waktu dan pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Beliau juga
menjelaskan tentang sifat manusia yang ingin mengendalikan waktu
dengan membuat segala hal berjalan sangat cepat dan akhirnya mereka
justru diperbudak oleh waktu itu sendiri. Manusia tak terbebas dari
hukuman era modern abad ini yang mereka ciptakan sendiri, yaitu:
Jadwal. Beliau juga menjelaskan sedikit tentang keinginan manusia
yang ingin menciptakan mesin waktu dan apa yang ingin dicapainya oleh
benda itu. Manusia ingin memiliki dan mengetahui segala hal. Manusia
ingin memperbaiki kesalahannya di masa lalu agar masa depannya lebih
baik lagi. Di inti pembicaraan, Pak Tano menjelaskan bagaimana
mengefisienkan waktu dalam kehidupan sehari-hari pada murid di kelas
itu agar lebih bijak lagi dalam memanfaatkan waktu.
“Kalau ada
mesin waktu, pasti enak ya..” kata Key, ketika waktu istirahat
siang, saat mereka berdua duduk santai di pinggir lapangan rumput
sambil melihat beberapa anak main kejar-kejaran dan sepak bola. Sudah
jelas, pelajaran dari Pak Tano tadipagi mempengaruhi pikirannya.
“Memangnya
mau apa, kalau ada mesin waktu?” timpal See seketika.
“Ah, tapi
gak. Gak mungkin mesin waktu itu ada.” Key menyangkal kalimatnya
sendiri. “Dipikir seperti apapun, teknologi secanggih apapun, itu
gak mungkin. Banyak benda-benda teknologi super canggih di jaman
sekarang yang dikembangkan dan diciptakan yang bersumber dari
imajinasi dan impian orang jaman dulu yang dianggap mustahil utuk
dapat terwujud. Dan pasti akan ada banyak benda lagi yang kita
bayangkan sekarang mustahil, yang mungkin akan dibuat menjadi nyata
di masa depan. Semuanya imajinasi itu mungkin, tapi tidak dengan
impian orang tentang mesin waktu. Logikaku masih belum dapat
membayangkan bagaimana logika tentang mesin waktu. Lagipula mesin
waktu itu adalah sebuah benda fisik kan? Sebuah mesin kan? Tak ada
satu partikelpun di semesta ini yang tak terikat kontrak hukum oleh
waktu.”
See hanya
mengangguk perlahan, menunggu penjelasan selanjutnya.
“Jika memang
mesin waktu itu dapat dibuat, bagaimana mesin itu dapat melintasi
waktu? Misalkan, jika mesin itu melewati waktu 30 tahun ke depan dari
sekarang, bagaimana kondisi mesin itu mampu tetap, tanpa mengalami
korosi yang seharusnya dialami benda selama 30 tahun? Ya, kan?
Kalaupun mampu membuat pelindung atau selubung energi untuk
melindungi agar mesin dari mesin waktu terpisah dari efek waktu,
bagaimana caranya? Kita hanya dapat membengkokkan ruang dan waktu,
tapi membuat teknologi yang terpisah dengan hukum waktu, itu tidak
mungkin.”
“Hmm.. ya,
aku setuju dengan pemikiranmu barusan.” kata See, akhirnya. “Ini
yang aku pikirkan, jika memang dapat menembus waktu ke masa depan,
misal ke 30 tahun dari sekarang, mesin waktu dan orang yang
menjelajahi waktu tersebut seharusnya akan mengalami kerusakan sebuah
benda atau tubuh manusia selama 30 tahun. Setelah sampai di masa
depan, orang tersebut akan menjadi tua, dan mesin tersebut mungkin
rusak. Jadi, sebenarnya mesin waktu itu hanya ‘mempercepat waktu’,
bukan ‘menjelajah waktu’.”
“Wow..” Key
tampak antusias. “Teruskan.”
“Ya, itu
hanya mempercepat waktu. Jadi, jika dia menjelajahi selama 30 tahun
ke depan, dia akan mempercepat proses tersebut dan sampai dengan
sangat cepat. Istilahnya, dia mempercepat umurnya sendiri.
Sebenarnya, yang dia alami adil, seperti yang dialami oleh orang
biasa yang melewati kehidupannya selama 30 tahun ke depan dengan
wajar. Bedanya, dia mencapainya lebih cepat, menurut yang diarasakan
pikirannya tentunya. Sedangkan yang lainnya melalui proses normal.
Misal, ada 2 orang A dan B. Si A dan B adalah saudara kembar dan
memiliki umur sama. Ketika berumur 15 tahun, karena tidak sabar si A
menggunakan mesin waktu untuk melewati 30 tahun ke depan. Menurut
yang dia rasakan, dia mencapainya selama 2 menit dengan mesin waktu.
Sesampainya di masa depan 30 tahun kemudian, ternyata dia menua
hingga berumur 45 tahun, dan saudaranya si B juga berumur 45 tahun.
Tentu saja si A meninggal dunia karena perbedaan waktu yang
super-cepat ini. Kenapa? Karena saudaranya si B melanjutkan hidupnya
selama 30 tahun dengan hidup wajar, sedangkan si A menghabiskan
waktunya selama 30 tahun diam di dalam mesinnya tanpa melakukan
apapun. Si B merasa kehilangan saudaranya sejak berumur 15 tahun
karena hanya melihat saudaranya terdiam seperti patung selama 30
tahun di dalam mesinnya. Perbedaan waktu 2 menit di dalam mesin waktu
dan 30 tahun di dunia nyatalah yang menyebabkannya. Seperti halnya
kamu makan 1 kue selama 2 menit, tapi kegiatan itu diperlambat
menjadi selama 30 tahun. Sedangkan tubuhmu masih tetap membutuhkan
ratusan ribu kue selama 30 tahun dan mengalami sistem metabolisme
tubuh manusia seperti halnya orang hidup di waktu normal.”
“Kerenn!!
Satu teori lagi tentang mesin waktu!..”
“Tapi itu
hanya pemikiranku sih,” katanya kemudian. “Belum tentu benar.
Lagipula masih ada yang kurang..”
“Ya, selubung
energi untuk melindungi partikel yang mengalami percepatan waktu itu,
agar hanya mengalami proses waktu seperti di dalam mesin, bukannya
ikut terseret hukum waktu di luarnya dan ikut menua secepat itu.
Masalahnya, kalaupun dapat membuat selubung energi itu, membutuhkan
enegi sebesar apa? Lalu apa resikonya? Aku yakin,
seminimal-minimalnya itu akan merusak partikel ruang dan waktu dengan
radius satu kilometer. Dan tak mungkin diperbaiki.” Kata Key
menjelaskan.
“Benar.
Resiko dari merusak hukum alam Tuhan.” See meihat ke langit biru,
mencoba mencari sesuatu. “Resiko dari keegoisan manusia yang ingin
menguasai sang waktu. Lagipula, kita hanya dapat mempercepat maju ke
depan, ke masa depan. Tak ada jalan kembali untuk mundur ke belakang,
ke masa lalu. Karena waktu itu memiliki arus untuk ke arah masa
depan. Kita hanya dapat mempercepat, atau memperlambatnya. Namun tak
dapat mundur ke belakang. Sehingga tak ada istilah yang namanya
‘merubah masa lalu untuk merubah masa depan’. Itu hanya ada di
film-film luar negeri. Teori dari Albert Einstein tentang membelokkan
‘ruang dan waktu’, yang katanya sebuah lubang hitam itu merupakan
gerbang ‘teleport’ ke lubang hitam lain-pun belum dapat
dibuktikan. Meskipun teori tersebut menjelaskan bahwa bagian dalam
lorong itu mempersingkat waktu lintasan dari jarak dua lubang hitam
yang ber-milyar tahun cahaya menjadi sekejab itu benar, tapi kita tak
mungkin melakukannya. Gaya grafitasi lubang hitam itu sangatlah
besar, hingga dapat menyedot cahaya di alam semesta sekitarnya. Semua
benda yang masuk, tanpa terkecuali tubuh manusia, pasti akan hancur
sebelum mencapai gerbang lorong satunya, meskipun sekejab.”
“Ya.. dilihat
dari sudut manapun, Tuhan tak mengijinkannya, manusia untuk
menjelajahi waktu.” Key menyimpulkan kalimatnya.
“Ya… kita
sependapat.” See mengangguk.
Untuk sesaat
mereka menikmati langit biru dan semilir angin yang berhembus di
tengah udara lapangan berumput tersebut. Anak-anak yang tadinya asik
bermain sepak bola, beberapa di antaranya duduk untuk istirahat.
“Eh,
ngomong-ngomong tentang menjelajah waktu, aku punya sebuah
permainan.” See langsung berwajah ceria, yang kemudian sibuk
merogoh tas ranselnya. “keluarkan pulpen dan buku catatanmu.”
“Eh?” Key
lalu ikut mengeluarkan pulpen dan buku catatannya. “Oke..”
“Sudah siap?”
Key mengangguk.
“Sekarang,
coba tulis sebaris kalimat di kertasmu. Setelah selesai, tutup
catatanmu. Aku akan mencoba menjelajah waktu, dan menuliskan kalimat
yang sama untukmu.” kata See, berwajah serius.
“Hehe.. Is
it a trick?” Key curiga melihat gelagat temannya satu ini.
“Yee.. Bukan!
Ini beneran!” See agak jengkel, keseriusannya diremehkan. “Udah
deh!.. ikut aja permainannya..”
“Hahaha!..
Oke, oke.. aku akan ikut permainan..” Key kemudian ikut serius.
“Terserah ya, pokoknya sebaris kalimat?”
See hanya
mengangguk. Dengan buku catatan membelakangi posisi See, Key mulai
terlihat menggerakkan pulpennya. See terlihat mencurahkan
konsentrasinya ke anak-anak yang berada di lapangan. Seperti layaknya
pesulap di televisi yang akan menebak kartu yang dipilih penonton, ia
ingin memastikan apa yang dilakukannya: aku tak melihat apapun.
“Oke, sudah.”
kata Key kemudian. Ia menaruh pulpennya di bawah, membalikkan buku
catatannya ke arah bawah dan menaruhnya di atas pahanya.
“Wow,
cepat..” See kembali berkonsentrasi ke permainan. Ia mengambil buku
catatan dan pulpennya. “Benar sebaris kan?”
Key tak
merespon. Tangannya memegang buku catatannya sangat erat dan matanya
sangat fokus berkonsentrasi pada tiap gerak-gerik yang dilakukan oleh
See. Jika ini adalah sebuah trik sulap, sekaranglah See akan
melakukannya.
“Haha..
santai aja..” See dengan mudah mampu merasakan tekanan itu. Dia
mulai menulis. “Oke, akan kutulis.”
Dia terlihat
menulis sesuatu yang panjang. Sesaat dia berhenti menulis, menatap
tajam mata Key, lalu kembali menulis. Beberapa kali dia berhenti, dan
seolah-olah berfikir atau menduga-duga, lalu kembali menulis.
Setelah kurang
lebih 3 menit, ia berhenti menulis. Ia menaruh pulpennya di bawah,
membalikkan buku catatannya menghadap ke bawah menaruhnya di atas
paha, persis seperti yang Key lakukan.
“Ah, lama
nih!..” kata Key pertama kali bersuara.
“Menurutmu,
apa aku bisa menebak yang kamu tulis?” kata See.
“Gak mungkin
ah!”
“Kenapa gak
mungkin?”
“Yah.. aku
tadi gak melihat gerak-gerikmu mengintip tulisanku. Satu-satunya cara
adalah membaca pikiranku. Dan aku ragu kamu bisa membaca pikiranku.
Hahaha..”
“Hahahaha..
begitu ya.. Bagaimana kalau aku bisa menebak dengan benar?”
“Gak mungkin!
Kulihat tadi kau seperti menulis kalimat yang panjang, sedangkan yang
kutulis di bukuku adalah kata yang pendek. Lagipula kemungkinan untuk
benar menulisnya adalah sangat kecil.”
“Oke, untuk
pertama kalinya, apa kalimat yang kamu tulis?”
“Oh, sudah
boleh?” kata Kay. “Lorem Ipsum.”
“Oke, ayo
kita bertukar buku catatan.” Kata See akhirnya. See mengangkat buku
catatannya lalu memberikannya kepada Key. Hal yang sama, juga
dilakukan oleh Key, sehingga buku mereka akhirnya saling tertukar.
Mereka saling
memandangi buku catatan tersebut.
Key segera
bersuara. “Hahaha.. lihat! Apa yang kau tulis tak…” tapi Key
tak melanjutkan kalimatnya. Tak dapat melanjutkan. Suasana menjadi
sunyi senyap seketika. See juga tak bersuara, ikut menyempurnakan
keheningan mereka berdua.
Suasana masih
hening untuk beberapa saat. Berkali-kali mata Key berganti-ganti,
antara melihat tulisan di dalam catatan, melihat ke wajah See,
kembali ke tulisan dalam catatan, kembali melihat wajah See.
Berulang-ulang. “Bagaimana.. bisa?” ia bergumam pada dirinya
sendiri.
See masih diam
dan terus mengamati ekspresi terkejut dari Key.
“Bagaimana
bisa?” Key kembali mengatakan kalimat yang sama. Kali ini sebuah
pertanyaan. Tentu saja untuk See.
See hanya
tersenyum. “Mungkin sedikit beruntung.”
Key terdiam.
Seolah begitu banyak hal yang sedang dipikirkannya. Ia berusaha
mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia bertanya-tanya, kemungkinan
apa saja yang dapat menghasilkan fenomena seperti ini. Ia tanpa sadar
meletakkan buku catatan See. Buku catatan yang halaman jelas tulisan
tangan See.
-Ah, lama
nih!
-Gak
mungkin ah!
-Aku tadi
gak melihat gerak-gerikmu mengintip tulisanku. Satu-satunya cara
adalah membaca pikiranku. Dan aku ragu kamu bisa membaca pikiranku.
-Gak
mungkin! Kulihat tadi kau seperti menulis kalimat yang panjang,
sedangkan yang kutulis di bukuku adalah kata yang pendek. Lagipula
kemungkinan untuk benar menulisnya adalah sangat kecil.
-Oh,
sudah boleh? Lorem Ipsum.
***
6 menit.
See telah selesai menggambar di buku gambarnya. Ia menyobek halaman
kertas itu, dan melipatnya sebanyak dua kali sehingga ukurannya
sekarang menjadi seperempatnya.
Secara
samar-samar, terdengar suara langkah kaki orang yang sedang berlari
dari kejauhan. Suara itu perlahan menjadi semakin keras dan keras
hingga menjadi semakin jelas dan dekat.
Dari atas atap,
dia mendongak ke arah bawah di kejauhan. Terlihat seorang anak
laki-laki berlari menuju ke arah sekolah itu. Dia akhirnya
datang..
Bersambung..
bikin penasaran.. alurnya bagus.. susah ditebak, tp kita liat aja sambungannya :p
menurutq agak sedikit boring di tengah-tengah.. pas membicarakan waktu.. gak tau, mungkin terlalu rumit, walau masi bisa dimengerti sih .. hehe..
kalo menurutq lagi,,kata 'dirinya' gak enak..., mending pake dia.. soalnya dari awal pake dia kan? ini sudut pandangnya orang ketiga di luar cerita kan?
ini settingnya bukan indonesia? atau indonesia, tp sekolahnya gaya asing? atau gimana?
yang pas membicarakan waktu itu rumit ya.. hmm.. boring gimana??
pake dia. oke, masukan diterima. :D
background... masih absurd di pikran saya, apakah itu indonesia, atau bukan.. XD yang jelas, aku berusaha gambarin detail tempatnya kayak apa. bukan negara.
em.. gak tau, kyaknya key n see kurang chemistry aja.. kyaknya key bicara ke dirinya sendiri.. (haha sok tau aq ini.. :P )
:)
baik.. diterima.. soalnya bingung sih,, bangunannya kayak bangunan luar negeri, ada lorong..menara lonceng.. eh tau2 pohonnya pohon asam.. haha.. mau gak mau agak ganggu dikit.. hihi
IMHO gan.. :D
oh.. biar kucek lagi dialognya wes.. :D
hahaha.. emang di luar negeri gak ada pohon asam ya?! XD *baru nyadar*
:) thanks for the support.
great plot :D saya suka dgn permainan puzzle. Penasaran, jadi still waiting for the next part. Ganbatte :')
alur ceritanya manstab... tapi belum klimaks nich..
kenapa ga di bikin cerpen aja gan, ceritanya bagus...
Ini bukan sekedar corat-coret tapi ini curhatan :D
Salam kenal
keren ceritanya, coba buat novel aja kak
waah ditunggu nih part 2 nya, penasaran
can't wait for the next posting...
aku penasaran sih , ga baca semuanya tapi kapan2 aku baca lagi semuanya
diksi yang efektif dan baik,,,,
salam kenal dan teruslah berkarya,,,
cerita nya bagus..
serruuu, ditunggu part 2 nya :D
IndeHost Web Hosting Bagus dan Murah Indonesia
sukses aja juragan seru abis jaga kesehatan yah....
bagus critanya.. :D
DOWNLOAD LAGU MP3 2016 -> http://promp3.wapka.mobi